Mengisi Ruang Kosong Di Rumah Bupati Kebumen - Bagian I

Dalam situs resmi Pemerintah Kabupaten Kebumen terdapat Ruang Diseminasi yang selama ini dibiarkan kosong. Ruang-ruang itu adalah 15 Sub Sektor dalam Ekonomi Kreatif,

KONSISTENSI KI ESSER KARTON

Slamet Riyanto yang biasa dipanggil Esser adalah satu seniman multi talenta yang konsisten memelihara sikap berkesenian melalui beragam karya kreatif. Satu diantaranya adalah wayang yang semua tokohnya dibuat dari kardus bekas kemasan dan limbah lainnya.

MENGINTIP RUANG KOSONG DI RUMAH BUPATI BAG..

Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan di sini.

MENGISI RUANG KOSONG DI RUMAH BUPATI KEBUMEN - BAGIAN III

OVOP Kerajinan Pandan adalah satu sub tema yang jadi Pemenang dalam lomba karya tulis ilmiah Riset Unggulan Daerah (RUD) tahun 2013. Sampai saat ini implementasi hasilnya belum jelas. Akankah nasibnya seperti Hipando yang terbengkelai ?

Tampilkan postingan dengan label Seputar Hipando. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Seputar Hipando. Tampilkan semua postingan

Kamis, 09 Mei 2013

Mengapa OVOP ?

Sumbang pikir untuk Tema OVOP Kerajinan Pandan
 pada Lomba Riset Unggulan Daerah 2013



OVOP mengacu pada pendekatan GNS (Gross National Satisfaction) yang menitikberatkan kualitas atau “isi mengungguli bentuk”. Yang dimaksud isi adalah sumber-sumber daya potensial setempat yang dapat mengangkat harkat dan martabat masyarakat lokal atas upaya-upaya riil yang telah mereka usahakan untuk memenuhi hajat hidupnya. Inilah yang menjadi alasan utama munculnya gerakan OVOP. Penghargaan yang memadai atas hasil karya cipta yang memberi kepuasan ekonomi dan spiritual. Pola penghargaan serupa ini adalah pendekatan kultural dalam menggali dan mengembangkan nilai-nilai ekonomi suatu komunitas (desa, distrik dan seterusnya).
Pendekatan kultural  dalam bahasa yang paling sederhana adalah memanusiakan manusia. Dalam hal ini, budaya masyarakat komunal akan berbeda dibanding  yang individual. Pada umumnya, pola budaya masyarakat Indonesia adalah komunal dan paternalistik. Peran para pemuka atau tokoh sangat dominan dalam mewarnai pola kehidupan mereka. Demikian pula dengan simbol-simbol sosial. Seorang pemuka tanpa ada simbol sosial tertentu hanya akan menghasilkan artefak instan yang berdurasi pendek dan cenderung transaksional. Pertukaran nilai antara pemuka dan pengikut biasanya sebatas pemenuhan kebutuhan ekonomi dan kurang menjangkau nilai-nilai spiritual. Sehingga, proses pertukaran nilai relatif tidak diiringi dengan keterikatan batin yang membuat pemuka dalam waktu singkat akan ditinggalkan oleh pengikutnya.
     
 
Konsep OVOP dari penggagasnya menyaratkan ketentuan:
  • Local yet global (kekuatan lokal yang berpotensi global). Banyak sumber daya lokal yang berpotensi global. Revolusi teknologi informasi yang terjadi sangat cepat akhir-akhir ini menempatkan posisi media sosial semisal Facebook, Twitter, LinkedIn dll menjadi ajang pertukaran informasi global yang sering berujung dengan kesepakatan bertransaksi. Kemudahan mengakses internet dari ponsel semakin memperpendek jarak ruang dan waktu yang dalam teori ekonomi klasik bernilai tinggi. Bahkan, lapak pencarian terpopular saat ini yaitu Goggle telah mengembangkan program-program unggulan secara cuma-cuma  bagi para blogger. Karena itu, menghadirkan produk lokal bernuansa global saat ini relatif lebih mudah. Persoalannya, mampukah produk itu menghadirkan brand image sebagai produk unggulan secara kualitatif dan terpelihara kontinuitasnya ?  
  • Self reliance and creativity (kemandirian dan daya cipta). Masalah klasik dalam menggali potensi produk lokal yang bernuansa global adalah budaya kerja yang mampu mengimbangi atau menjawab tantangan  pasar kekinian. Pada umumnya, budaya kerja masyarakat Indonesia relatif lemah kecuali bagi pribadi-pribadi yang memiliki kemandirian sikap dan berpola-pikir terbuka (outward looking). Gerakan masyarakat madani (civil society) di era keterbukaan saat ini mestinya mampu mendorong lebih banyak lagi pribadi-pribadi mandiri, kritis dan bekerja sesuai perkembangan daya cipta (creativity) pribadinya. Lingkungan, terutama pemerintah memberikan apresiasi memadai kepada mereka. Dan insentif agar kreativitas yang ada pada pribadi-pribadi tadi membawa dampak positif bagi lingkungan sekitarnya. Di sinilah letak peran pemerintah selaku penentu kebijakan publik. Intervensi sebatas hal-hal regulatif dan penyediaan fasilitas publik semisal jalan berhotmix, pembangkit listrik dsb; akan memacu pertumbuhan dan perkembangan aktivitas produktif masyarakat lokal tsb.
  • Human resource development (pembangunan Sumber Daya Manusia). Berkait dengan penentuan kebijakan publik, badan-badan usaha yang mampu memberikan kontribusi positif bagi pembangunan sumber daya manusia lokal semisal melalui program CSR terarah layak diberi insentif. Demikian juga dengan perguruan tinggi yang konsisten melakukan kegiatan penelitian ilmiah dan pengabdian kepada masyarakat berkait dengan pengembangan sumber daya manusia lokal seperti yang dilakukan FSRD dan Sekolah Bisnis ITB yang merangsang tumbuh dan berkembangnya kampung-kampung kreatif di sekitar kota Bandung layak dipertimbangkan secara saksama sebagai mitra kerja jangka panjang pemerintah setempat. Apalagi jika ada Sekolah Menengah Kejuruan setempat yang membuka jurusan atau minimal program ekstra kurikuler khusus pengembangan produk unggulan lokal tsb.
Aplikasi program CSR terarah lebih menguntungkan tanpa disertai keharusan perusahaan ybs menjadi bapak angkat komunitas produktif lokal tsb. Pengalaman yang terjadi selama ini banyak membuktikan bahwa pola anak-bapak angkat tidak efektif dan hanya menguntungkan sebagian kecil orang baik yang ada di dalam komunitas, terutama orang-orang atau lembaga yang “merasa memiliki” tapi tak pernah atau tak mampu memelihara kontribusi positifnya bagai pengembangan sumber daya manusia lokal.   

Kunci sukses aplikasi OVOP:
  1. Local residents’ awareness for their own potential and their region’s resources. Kesadaran masyarakat setempat atas potensi diri dan sumber-sumber daya yang ada di lingkungannya.
  2. Recognition of treasures in the area. Pengakuan sebagai kekayaan (budaya dan ekonomi lokal)
  3. Continuity is Power (kontinuitas sebagai kekuatan utama)
  4. High-value-added Products (produk-produk yang dihasilkan bernilai tambah tinggi).
  5. Secured sales route (ada jaminan atas ketersediaan produk yang siap jual).
  6. Human resources development (pembangunan sumber daya manusia)
Ke 6 kunci sukses di atas cukup jelas.

Think globally, Act Locally
(berpikir secara global, bertindak dengan cara lokal)

Berpola pikir global atau terbuka (outward looking) pada dasarnya adalah cara berpikir  keluar dari kerangka yang biasanya terjadi (out of box) dan tidak gaptek / gagap teknologi (as sound of  IT update). Itulah yang terjadi dalam OTOP di Thailand. Program internet masuk desa untuk memacu perkembangan aktivitas produktif dan inovatif masyarakat desa. Sehingga aliran informasi dari dan ke setiap desa yang memproduksi barang-barang berkualitas tinggi dan layak jual secara global berlangsung lancar.  Dan transaksi dapat dilakukan dengan lancar juga.
Bertindak dengan cara lokal pada intinya adalah penghormatan atas tradisi dan kearifan lokal. Keberhasilan OTOP di Thailand adalah kepiawaian pemerintah setempat menginspirasi, bukan mengintervensi, perubahan pola pikir  yang kemudian berdampak positif dalam pola tindak masyarakat setempat dengan tetap mengapresiasi tradisi dan kearifan lokal secara proporsional.

Demikian sumbang pikir saya secara garus besar sebagai dukungan pribadi bagi upaya Pemkab Kebumen mengintensifkan kualitas material dalam Lomba Riset Unggulan Daerah 2013 yang bertema OVOP Kerajinan Pandan ini. Semoga yang sedikit ini bermanfaat. 

Rabu, 08 Mei 2013

Hipando: Potensi Nasional Yang Terbengkelai ?



Membaca judul di atas, mungkin akan muncul pertanyaan: apa itu Hipando? Jenis makanan, nama perusahaan atau … ??? Tak kenal maka tak sayang. Peribahasa itulah yang mestinya jadi pegangan bagi Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Perajin Anyaman Indonesia (Hipando) untuk mengenalkan kepada masyarakat luas tentang diri, kegiatan, pengurus dan seterusnya.

Yah…betul sekali, bahwa Hipando adalah satu nama lembaga atau organisasi yang didirikan sebagai wadah para perajin anyaman yang berada di setiap daerah di Indonesia yang mempunyai karakter seni kreatif dan inovatif (visi) dengan melaksanakan pembinaan, pelatihan dan penanaman modal kerajinan anyaman yang selaras dengan kulturisasi dan berwawasan seni budaya (misi). Menghasilkan produk-produk kreatif, inovatif dan produktif sebagai perajin anyaman Indonesia yang mendunia, memiliki kematangan jiwa dan tanggap terhadap aspirasi masyarakat dan perkembangan seni kerajinan untuk mensejahterakan masyarakat perajin (tujuan).

Hipando dideklarasikan kelahirannya pada 11 September 2009 di Hotel Bumi Karsa Bidakara Jakarta oleh sejumlah orang yang nama2nya tertera di Akta (Notaris) Pendirian Organisasi Hipando. Dua orang muda, Yahya Mustofa pemilik Dubexcraft (Kebumen) bersanding dengan Cornelia Lina Meiliasari sang pemilik YL Production (Yogyakarta) selaku Ketua Umum dan Sekretaris I BPP Hipando. Keduanya energik dan punya gaya khas. Bahkan, perjalanan Yahya Mustofa di sektor aneka kerajinan melejit bak meteor dalam jangka waktu kurang dari satu dasawarsa. Ia pernah mendapat Danamon Award untuk kategori UMKM dan Upakarti bagi kepeloporan pemuda. Sementara itu, Lina (sebutan akrab Cornelia LM) pernah ke Korsel dan beragam aktivitas yang membawa bendera Hipando.

Sekitar satu tahun berjalan, Hipando menyelenggarakan Temu Karya Kerajinan Nasional yang difasilitasi oleh Kementerian Koperasi dan UKM RI yang diwakili oleh Deputy IV Bidang Pemasaran dan Jaringan Usaha di Hotel Maharani, Jakarta 27-29 Oktober 2010 yang diikuti oleh seratusan utusan dari berbagai provinsi di Indonesia. Saya diundang oleh Ketua Umum selaku perajin bambu yang akhirnya didaulat oleh para peserta sebagai Sekretaris Eksekutif yang mengelola kesekretariatan dengan bekal sangat minimal. Yakni hasil yang sempat saya dokumentasikan selama mengikuti Temu Karya itu ditambah proses komunikasi informal melalui ponsel dan internet.  Selain itu, oleh semua utusan yang mewakili Provinsi Jawa Tengah (Cilacap, Kebumen, Purworejo dan Ambarawa) ditambah pekerjaan menjadi Kordinator Provinsi Jawa Tengah. Proses yang sangat cepat ini sempat membuat bingung dan ragu. Sebagai pendatang baru di lingkungan Hipando, tugas segunung telah berada di depan mata tanpa kejelasan seberapa besar rentang tugas yang menjadi wewenang seorang sekretaris eksekutif.

Berbagai upaya yang telah saya lakukan untuk menghidupkan Hipando, terutama melalui media sosial : Sukai Halaman facebookGrup Facebook HipandoTwitter Hipanpo PusatYahoo Grup Hipando Pusat dan beberapa media sosial lain terus berlanjut sampai beberapa minggu lalu seorang peserta Temu Karya Nasional dari Bogor, Edie Juandi Bonggol Jagung Bogor mulai meramaikan lapak grup Hipando di Facebook. Harapan menautkan para peserta melalui media sosial ini yang relatif ekonomis ini belum efektif sampai tiga bulan menjelang berakhirnya masa bakti BPP Hipando 2009 – 2013.
Dalam “kesendirian”, saya berusaha maksimal agar tujuan mulia Hipando menyejahterakan masyarakat perajin anyaman di Indonesia dapat dipelihara kehidupannya. Berbagai upaya persuasif semisal mengingatkan dua orang muda petinggi BPP Hipando tak pernah mengendor meski harus menanggung segala biaya yang menyertai upaya itu. Satu diantaranya ialah menghidupkan internet lebih dari 12 jam setiap hari agar dapat mengakses grup-grup Hipando yang ada di berbagai media sosial. Juga menyediakan informasi tentang Profil Pelatih Anyaman Pandan yang menjadi satu-satunya jenis kegiatan untuk memelihara kehidupan sebuah organisasi profesi. Yakni bagian yang menjalankan tujuan pelatihan dan pembinaan ketrampilan teknis. Sementara itu, tujuan utama penempatan modal kerajinan dan pembinaan organisasi belum mampu dijalankan ketidak-jelasan sikap para petinggi di BPP Hipando.

Meski demikian, ada satu hal yang “menghibur” yakni tentang informasi Profil Pelatih Anyaman Pandan yang saya letakkan di folder file dalam folder files di Yahoogroup telah diunduh sekurang-kurangnya 40 x. Artinya, kehadiran Hipando sebenarnya memang dibutuhkan oleh masyarakat luas meski dengan cara tersembunyi. Itulah satu-satunya daya hidup yang masih dan akan terus dipelihara sampai para anggota Badan Pengurus Pusat Hipando melakukan fungsi dan tanggung-jawabnya sesuai AD dan ART yang telah diketahui para peserta Temu Karya Kerajinan Nasional yang telah menjadi anggota Hipando dengan bukti penyetoran iuran anggota.






Melalui tulisan ini, kami (saya, Ngatini, Edie Juandi dan Sadek Mutaram) ingin mengingatkan semua anggota, khususnya BPP Hipando agar konsekuen menjalankan kewajibannya untuk segera menyiapkan agenda Musyawarah Nasional yang seharusnya telah disosialisasikan. Haruskah potensi besar nasional ini terus dibiarkan terbengkelai dan dibebankan kepada seorang Sekretaris Eksekutif yang tak pernah menerima limpahan wewenang dari Sekretaris I (utama) serta Ketua Umum yang begitu sangat menyakinkan semua peserta dalam Temu Karya Kerajinan Nasional dan Musyawarah Kerja Nasional I 2010 di Jakarta akan terus ada (eksis) dan bermanfaat itu ?

Kepada Kementrian Koperasi dan UKM RI yang menjadi mitra utama Hipando, dengan hormat,  sangat diharapkan partisipasi dan dorongannya agar keberadaan Hipando menjadi jelas dan tegas. Khususnya Deputi Bidang Pemasaran dan Jaringan Usaha, Drs. Nedy Refinaldi Halim, MS serta Victoria Sipayung yang menjadi wakil resmi Menteri Koperasi dan UKM dalam kegiatan Temu Karya Kerajinan Nasional 2010 tsb. Semoga diketahui dan ditindaklanjuti sebagaimana mestinya. 

Tulisan ini ada juga di rubrik Ekonomi dan Bisnis Kompasiana.

Jumat, 19 April 2013

Menggagas Forum Diskusi Kreatif di Lapak g+


Logo sementara ICEF

Dalam beberapa tulisan, saya telah mencoba menawarkan tema ekonomi kreatif sebagai pilihan mengembangkan ekonomi kewilayahan berbasis kegiatan dan sumber daya manusia kreatif baik secara terpisah maupun dengan OVOP. Tulisan pertama: Antara Ekonomi Kreatif dan OVOP Bagian I memaparkan gambaran umum tentang peluang dan tantangan di Indonesia. Sementara pada Bagian II menggambarkan satu upaya realisasi dalam bentuk sebuah festival multi event. Menyadari bahwa gagasan menerapkan konsep ekonomi kreatif dalam kehidupan masyarakat kita saat ini akan mengalami banyak kendala formal, struktural maupun kultural, saya coba membuat sebuah komunitas di Goggle+ dengan nama Indonesia Creative Economy Forum (ICEF) beberapa hari terakhir.

Alasan utama memilih di lapak mesin penelusuran (search engine) terpopular  di dunia maya saat ini sebenarnya adalah untuk menggiring opini para blogger yang biasanya menyimpan energi lebih soal argumentasi dan daya kreatif. Meski begitu, saya juga memahami faktor kultural  masyarakat kita dapat menjadi kendala mengembangkan gagasan-gagasan kreatif dari mereka. Kedua, di lapak ini masih terbuka peluang yang sangat lebar untuk mengemukakan gagasan karena peminatnya relatif lebih sedikit dibanding jejaring sosial seperti Facebook, twitter dan laman khusus jurnalisme warga semacam kompasiana . Saya tidak ingin membahas lebih panjang tentang g+ karena kapasitas sangat terbatas.

Gagasan membuat forum ekonomi kreatif di Indonesia (ICEF) karena ada keyakinan bahwa di antara jutaan pengguna internet di Indonesia, terdapat lebih banyak orang yang peduli akan nasib dan masa depan bangsanya ketimbang yang acuh atau apatis. Soal orientasi pemikiran dan gaya bahasa yang dipilih  adalah adalah aset raksasa yang acapkali  terbalut pola tertentu. Sehingga bentuk mengungguli isi. Dalam forum ini, pola itu diharapkan dapat berbalik arah menjadi isi mengungguli bentuk.  

Sekadar mengingatkan kembali, ekonomi kreatif adalah serangkaian kegiatan  produksi dan distribusi barang maupun jasa yang dikembangkan melalui penguasaan informasi, pengetahuan dan kreatifitas. Ekonomi kreatif sangat mengandalkan diri pada proses penciptaan dan transaksi nilai. Artinya, aspek sumber daya manusia (bakat/ talenta), teknologi, keberagaman budaya dan pasar yang kritis (critical mass) adalah ekosistem yang sangat dibutuhkan. Bangsa Indonesia memiliki semua syarat dan ketentuan itu, kecuali ekosistem yang harus dibangun secara perlahan dan kokoh. Dimulai dari pusat-pusat pengembangan kreatifitas: Bandung, Jogja dan Bali yang telah menghadirkan ekosistem ekonomi kreatif dan dapat dijadikan jalur utama pengembangan di kota-kota yang dilalui atau sekitarnya.   

Ada 15 (14 telah diformalkan oleh Pemerintah RI) subsektor ekonomi kreatif: 

  1. Kerajinan, 
  2. Seni pertunjukan, 
  3. Busana (fesyen), 
  4. Musik, 
  5. Desain, 
  6. Arsitektur, 
  7. Pasar barang seni, 
  8. Layanan komputer dan piranti lunak, 
  9. Video-film dan fotografi, 
  10. Periklanan, 
  11. Televisi dan Radio, 
  12. Permainan Kreatif, 
  13. Penerbitan dan Percetakan, 
  14. Riset dan Pengembangan serta 
  15. Kuliner. 

Dari semua subsektor itu, riset dan pengembangan adalah sub sektor integratif. Bisa dilakukan bersama oleh sejumlah subsektor lain atau beberapa kota/wilayah sekaligus. Kendala utama penyelenggaraan sub sektor riset dan pengembangan lebih disebabkan kendala kultural ketimbang material (tenaga, saran dan prasarana). Bagi orang atau masyarakat kreatif berlaku “tiada rotan, akarpun jadi”.

ICEF bisa jadi ruang obrolan sersan (serius tapi santai) mayor (utama, sesuai tema besar tertentu). Dalam ketentaraan, sersan mayor adalah pangkat tertinggi sebelum perwira. Dengan analogi ini, ICEF memang bukan forum pakar yang bisa berpolemik dengan analisis rinci dan pendekatan terdepan. Forum ini adalah jembatan menuju satu titik yang sejenis dengan forum pakar yang belum terpikirkan jenis, nama dan lapaknya. Karena gagasan dasarnya memang terinspirasi dari komunitas BIL (Beginner and Intermediate Lounge) di situs BBO (Bridge Base Online). Dengan kata lain, ICEF adalah komunitas diskusi ekonomi kreatif Indonesia untuk orang-orang yang “merasa” di tingkat pemula dan menengah. Bukan Advaced (lanjutan), expert (ahli) dan apalagi world class (kelas dunia). Atau dapat menjadi media berlatih bagi pendatang baru (novice) yang belum mengenal sama sekali sub-sub sector dalam ekonomi kreatif.

Seperti pada BIL di BBO, ICEF di g+ menghadirkan segmen bimbingan teknis  oleh para kakak kelas di tingkat lanjut dan pakar. Saat ini, sudah ada 2 moderator yang kami tugasi menjadi pembimbing teknis pada sub sektor layanan komputer dan desain. Idealnya, setiap sub sektor diisi oleh 3 moderator. Tugas utama moderator adalah mengawal proses perjalanan diskusi sampai tersusun rekomendasi yang mudah-mudahan bisa dibawa kepada pemangku kepentingan (stakeholder), khususnya para pengambil keputusan formal (Pemerintah dan Dewan) di tingkat kabupaten/kota, provinsi maupun nasional. Khusus untuk sub sektor kerajinan, rekomendasi yang dihasilkan dari forum diskusi tsb akan diteruskan ke Kemenegkop dan UKM atau Kemenegparkref melalui jalur Himpunan Perajin Anyaman Indonesia (Hipando).

Karena itu, selaku pengelola utama (tertulis di g+ sebagai “pemilik”), saya mengajak seluruh warga bangsa Indonesia agar dapat memanfaatkan forum ini untuk 2 hal penting. Pertama, menggali dan mengembangkan potensi kreatif individu Bangsa Indonesia dalam mewujudkan hak warga negara di bidang ekonomi. Kedua, memanfaatkan momentum “trending era” ekonomi dunia akibat melambatnya pertumbuhan ekonomi berdasarkan kriteri umum. Kreativitas adalah anugerah tertinggi kepada manusia dari Tuhan Maha Pencipta. Sayang kalau diabaikan, apalagi dimatikan. Selamat bergabung dan kita wujudkan era ekonomi baru di Indonesia tercinta. Semoga.  

Kamis, 11 April 2013

FIESTA de LUK ULO (Konsep Ringkas - Update)


Konsep  festival dipilih agar beberapa kegiatan dapat dicakup serentak. Ada wisata air seperti lomba pacu rakit berbahan batang pisang (gedebog) dan aneka permainan anak yang menjadi ciri khas permainan anak pereng Kali Luk Ulo. Lomba Mancing yang menjadi “gong” berpadu dengan Festival Kuliner dan lain-lain. Konsep festival membuka peluang beragam kegiatan dikemas dalam satu wadah “Luk Ulo Fiesta 20,,,”.

MAKSUD dan TUJUAN

Festival Kali Luk Ulo tahun 20.., dimaksudkan untuk :
  1. Memberikan hiburan murah dan aman bagi warga masyarakat Kabupaten Kebumen dan sekitarnya.
  2. Mengenalkan Kali (Sungai) Luk Ulo sebagai salah satu icon aktivitas kreatif  Kabupaten Kebumen.
  3. Pendidikan lingkungan bagi generasi muda.
  4. Pengembangan kegiatan wisata lingkungan.
  5. Perintisan dan pengembangan Ekonomi Kreatif di Kabupaten Kebumen.

Tujuan utama kegiatan ini adalah mengembangkan potensi kreatif para pemuda Kebumen dalam beragam  kegiatan produktif dan kewirausahaan yang ramah lingkungan.

KONSEP FESTIVAL

Festival adalah kegiatan yang menampilkan kemeriahan yang dapat diisi dengan beragam jenis kegiatan saling berkait. Festival Kali Luk Ulo 2012 adalah perpaduan antara kegiatan olahraga, hiburan, wisata, pendidikan lingkungan dan kewirausahaan. Ada 2 jenis kegiatan olahraga yang akan dilaksanakan yakni Lomba Mancing Ikan Bersisik dan outbond.
Hiburan akan diisi dengan lomba permainan anak tradisional seperti kunclungan, mengambang di air dengan sarung terlama dan lain-lain. Atau atraksi kesenian tradisional yang akan diselenggarakan di sekitar lapangan basket dan bekerjasama dengan Kelenteng Khong Hui Kiong. Kegiatan hiburan ini dapat juga dikembangkan dengan beragam festival, lomba atau penampilan kelompok-kelompok kesenian yang potensial dikembangkan sebagai aset ekonomi kreatif masyarakat Kabupaten Kebumen.
Sementara itu, pendidikan lingkungan dilaksanakan dengan cara memberikan pemahaman, bimbingan dan praktik di sepanjang lokasi festival yang direncanakan sepanjang 1 km. Mulai dari bawah Jembatan Kutosari (jembatan baru di Selatan Alun-alun kota) sampai Jembatan Renville (jembatan kereta api). Pendidikan lingkungan ini bertujuan untuk memberikan bekal pengetahuan dan mencerahkan pemahaman tentang pentingnya memelihara lingkungan alam Kali Luk Ulo di sepanjang jalur festival khususnya dan daerah alirah Sungai Luk Ulo pada umumnya.

Dalam kegiatan kewirausahaan, akan diselenggarakan festival kuliner berbahan dasar ikan bersisik yang hidup dan berkembang biak di Kali Luk Ulo yang mengikutsertakan para petani ikan yang banyak beraktivitas di sebelah Utara lokasi. Serta beberapa kegiatan lain yang menunjang tujuan pengembangan ekonomi kreatif warga masyarakat sekitar lokasi festival khususnya.

Selasa, 09 April 2013

Kampoengkoe Kreatif Forum

Menggagas Konsep

kkF adalah kependekan dari kampoengkoe kreatif Forum. Satu forum informal yang dimaksudkan untuk mengawali langkah menuju terbentuknya wadah bagi perorangan, komunitas kreatif dan badan2 usaha yang peduli serta memiliki visi sama dalam membangun kekuatan ekonomi/industri kreatif warga. Atau kelompok-kelompok kegiatan masyarakat di Kabupaten Kebumen berbasis aktivitas kreatif. Menurut pengertian yang dikeluarkan oleh pemerintah (c.q Kementrian Perdagangan), ekonomi atau industri kreatif adalah sebuah konsep ekonomi di era ekonomi baru yang mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan stock of knowledge dari Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya. Ada 14 sub sektor kegiatan ekonomi berbasis aktivitas kreatif :
1.      periklanan;
2.      arsitektur;
3.      pasar barang seni;
4.      kerajinan;
5.      desain;
6.      fesyen;
7.      video, film dan fotografi;
8.      permainan interaktif;
9.      musik;
10.  seni pertunjukan;
11.  penerbitan dan percetakan;
12.  layanan komputer dan peranti lunak;
13.  televisi dan radio; serta
14.  riset dan pengembangan.
Satu sub sektor yang masih dalam kajian intensif dan segera menyusul yaitu kuliner.

MAKSUD & TUJUAN PENDIRIAN kkF

Sebagai rintisan menuju satu wadah komunitas kreatif, kkF berupaya untuk:
1.      Menjadi wadah penguatan masyarakat madani (civil society) yang mandiri (independent) dan tidak terafiliasi baik langsung atau tidak langsung dengan Organisasi Massa atau Partai Politik manapun, baik ditingkat lokal atau nasional.
2.      Menjadi forum komunikasi, koordinasi dan usaha bagi perseorangan atau badan usaha atau komunitas kreatif di Kebumen.
3.      Menjadi forum bersama untuk memberikan daya tawar lebih besar dalam penguatan ekonomi bagi para anggota, pelaku ekonomi/industri kreatif dan Kab, Kebumen sekitarnya.
4.      Menambah daya dorong pengembangan dan pemberdayaan potensi kreatif warga Kab. Kebumen.
5.      Memperkenalkan Kab. Kebumen sebagai Kota Kreatif, baik di tingkat nasional maupun internasional,
6.      Menjalin kerjasama baik ditingkat Nasional atau Internasional untuk kepentingan pengembangan dan pembangunan ekonomi/industri kreatif di Kab. Kebumen.
7.      Mengembangkan kreatifitas sebagai upaya untuk pemberdayaan ekonomi dalam rangka peningkatan kualitas hidup masyarakat sipil, kelestarian ekosistem dan penghargaan terhadap keaneka-ragaman budaya.
(diadopsi dari BCCF/ Bandung Creative City Forum)

Anatomi Sederhana Potensi Ekonomi Kreatif
Di Kabupaten Kebumen :

  1. Kuliner : pusat produksi jajanan Gg. Pudak (Keposan) Kel. Kebumen dan Desa Muktisari (pembuat roti/kue) serta komunitas produsen lanthing di Desa Pohkumbang Kec. Karanganyar dll;
  2. Periklanan : komunitas penyablon dan pembuat media luar ruang, Puspita Warna dll;
  3. Kerajinan : cluster kerajinan anyaman pandan di Kecamatan Karanganyar dsk; dan kelompok perajin anyaman bambu di  Kecamatan Petanahan (dikordinasi: Hanito Kreasindo/ Hipando Pusat);
  4. Video, film dan fotografi: ASA, Anto Jadul, Brantasena dll;
  5. Seni Pertunjukan : FoPSeT/Sanggar Ilir dll;
  6. Televisi dan radio: PRSSNI Kebumen, Ratih TV dll;
  7. Layanan komputer dan peranti lunak: ??
  8. Fesyen (segala varian baju dan celana), tas dll.

Jika anatomi sederhana di atas representatif, maka LUKFEST 2013/2014 mungkin dapat menjadi ajang pertama munculnya potensi ekonomi kreatif di Kabupaten Kebumen. LUKFEST atau Luk Ulo Festival adalah perwujudan kesepakatan dari semua anggota kkF dalam sebuah ajang festival. Luk Ulo bukan sekadar bentuk wadag sungai yang ada di Kabupaten Kebumen. Ia punya makna dan daya gerak

Senin, 25 Maret 2013

OBSESI(KU) UNTUK PERAJIN ANYAMAN PANDAN DI KEBUMEN


Mewujudkan cita-cita adalah wajib bagi manusia. 
Karena cita-cita itu merupakan motivasi untuk maju dan berkembang. Tetapi proses pencapaiannya dapat berbeda antara satu dan lain orang. Ada yang mulus, tersendat atau macet.

Kerajinan anyaman pandan di Desa Grenggeng Kecamatan Karanganyar sudah saya kenal sejak tahun 1990. Saat saya dikenalkan oleh almarhum Bapak Abdurrahman selaku petugas lapangan pada kantor Dinas Perindustrian Kabupaten Kebumen. Secara garis besar, visi kami serupa yakni mengembangkan industri rumah tangga ini sejajar dengan Tasikmalaya (Rajapolah) yang selama ini merupakan konsumen terbesar complong (hasil anyaman berbentuk silindrik)  produksi perajin anyaman Grenggeng melalui pengembangan desain dan pasar. Dari mas Rahman, kemudian saya mengenal nama-nama pemuka di komunitas perajin yang saat itu bergabung dalam wadah KUB (Kelompok Usaha Bersama) Pandansari. Yaitu Ibu Djumarnah, Ibu Djamhari dan Ibu Maryani. Nama terakhir adalah orang yang sering berkomunikasi dan saya ajak mengikuti pameran di beberapa tempat seperti Balai Kerajinan Provinsi DKI Jakarta dan Jakarta Design Center.


Sebenarnya jalur saya berbeda dengan pandan. Sejak ikut pelatihan manajemen dan desain kerajinan bambu yang diselenggarkan oleh Yayasan Pengembangan Desain Kerajinan Indonesia (YPDKI) 1991, tentunya saya lebih fokus di lingkungan kegiatan kerajinan bambu. Khususnya untuk furnitur. Setelah melakukan kaderisasi, saya meninggalkan Kebumen untuk urusan pribadi dan kembali akhir 1995. Tentu saja masih tetap memantau dan melakukan kunjungan lapangan saat pulang kampung. Masa-masa itu masih sangat berat untuk menggantungkan “nasib” pada kegiatan kerajinan (mungkin tidak berlaku untuk yang lain).

Ketertarikan pada perkembangan kegiatan kerajinan pandan di desa Grenggeng dan sekitarnya sebenarnya tidak pernah pudar. Karena itu, ketika melihat ada potensi besar pada pribadi Yahya Mustofa yang saya kenal saat melakukan aktivitas bersama pada program pengembangan Lembaga Ekonomi Produktif Masyarakat Mandiri (LEPMM) di tengah tahun 1999 (salah satu pemicu perkembangan BMT di Kabupaten Kebumen), saya dorong dia agar lebih fokus  pada “nasib” industri kerajinan pandan meski posisi formalnya lebih tinggi dari saya. Hampir semua pengetahuan dan pengalaman saya berikan untuk menambah bekal dirinya. Dia bisa melakukan dan selanjutnya mengangkat dirinya sebagai “tokoh” penting dalam industri kerajinan di Kabupaten Kebumen. Bahkan tak tanggung, setelah menerima Danamon Award, ia raih Upakarti untuk kategori kepeloporan pemuda dari Presiden RI. Sebagai mentor, saya bangga mendengarnya (meski yang bersangkutan memberitahukannya terlambat beberapa bulan). Dalam rentang waktu yang relatif pendek (sekitar 9 tahun), Yahya Mustofa melesat dalam bendera Dubexcraft jauh di depan para pegiat seperti ketiga orang yang disebut di atas dan Ibu Ngatini yang setia menemani perjalanan dirinya selama ini.

 Ibu Ngatini

Singkat cerita , ia (entah karena alasan apa) menemui dan mengajak saya agar aktif kembali dalam kegiatan pengembangan kerajinan anyaman. Kali ini tak tanggung lagi, berskala nasional di bawah nama Himpunan Perajin Anyaman Indonesia (Hipando) melalui Temu Karya Kerajinan Nasional di Hotel Maharani Jakarta 27-29 Oktober 2010. Dari sini, saya dapat lebih mengenal pribadi Ibu Ngatini sampai sekarang. Seperti biasa, saya menduga akan dijadikan trigger di arena itu. Ternyata benar, jabatan double selaku Sekretaris II di tingkat nasional dan Kordinator Provinsi Jawa Tengah. Bukan kebanggaan yang saya terima. Justru prihatin karena sampai saat ini belum mampu jadi jembatan bagi perajin anyaman di Jawa Tengah. Banyak kendala internal dan eksternal yang harus dihadapi.  Berbagai upaya telah saya lakukan secara pribadi dan dorongan semangat dari Ibu Ngatini dan kawan-kawan agar Hipando bukan sekadar papan nama seperti organisasi sejenisnya.

Terlepas dari adanya kendala yang selalu dialami oleh setiap orang dan organisasi, hal yang lebih penting adalah komitmen dan langkah nyata. Pergulatan selama lebih dari dua tahun nampaknya akan membuahkan hasil jika usulan kami (saya dan Edie “Bonggol Jagung” Juandi) kepada Kementrian Perindustrian RI tentang program Pelatihan Industri Kerajinan Ekspor Berbahan Serat Alami dapat direalisasikan segera. Kerajinan Anyaman Pandan adalah adalah satu prioritas. Semoga. 

Minggu, 24 Maret 2013

Lomba Desain Aneka Kerajinan 2013




  1. Bagi yang kesulitan download dapat menghubungi kami di email sdpidisperindag@yahoo.co.id
  2. Kunjungi grup : https://www.facebook.com/media/set/?set=a.150021728489311.33603.100004444537058&type=1



Minggu, 10 Maret 2013

Slideshow Temu Karya Kerajinan Nasional 2010 di Jakarta

Temu Karya Nasional Hipando 2010 Slideshow: Toto’s trip to Kebumen (near Wonosobo) was created with TripAdvisor TripWow!

Selasa, 03 Mei 2011

Woven Indonesian Association of Craft, A Developing Options

Pandanus

Pandan is a class of plant monocot of the genus Pandanus. Most of its members is growing on the beaches of a tropical area. Members of this plant is characterized by an elongated leaves (such as palm leaves or grass), often jagged edges. The root are large and have akar tunjang that sustain this plant. Pandanus fruit bouquet arranged in a rounded shape, such as fruit durian. This plant size varies, ranging from 50cm up to 5 meters, even in Papua many pandanus to a height of 15 meters. The leaves are always green (evergreen, evergreen ), so some of them used as ornamental plants.


There are at least 600 species of pandanus in the whole world, among which are :
§  Fragrant pandan ( Pandanus ammaryllifolius )
§  Sea pandanus ( Pandanus tectorius )
§  Papua Red Fruit ( Pandanus conoideus )
§  Twisted pandanus ( Pandanus utilis )
§  White Pandan ( Pandanus baphtisii )
§  African Pandan ( Pandanus pygmeus )
Pandan Bali , which is often used as ornamental plants, is not a member of Pandanus but Cordyline Australis .



Kebumen Regency in Central Java is one of the centers of production and development for woven pandanus in Indonesia. There are a land area about  ​​15 hectares in the vicinity of the Thousand Mountains (Pegunungan Seribu)  in the north which planted pandanus thorns as a raw material for making woven of pandanus.  Around 10 000  people,  mainly women,  worked in some center of activities to create and develop crafting for woven pandanus.


    Production Activitiy: woman domination





Beras Wutah
Bintangan








Dlereng
Es Lilin






Dlerengan
Kedelen






Kerton Warna
Kerton






Krejen
Mata Deruk
  
  





Menyan Kobar
Tampolan Besar
types of matting