Mengisi Ruang Kosong Di Rumah Bupati Kebumen - Bagian I

Dalam situs resmi Pemerintah Kabupaten Kebumen terdapat Ruang Diseminasi yang selama ini dibiarkan kosong. Ruang-ruang itu adalah 15 Sub Sektor dalam Ekonomi Kreatif,

KONSISTENSI KI ESSER KARTON

Slamet Riyanto yang biasa dipanggil Esser adalah satu seniman multi talenta yang konsisten memelihara sikap berkesenian melalui beragam karya kreatif. Satu diantaranya adalah wayang yang semua tokohnya dibuat dari kardus bekas kemasan dan limbah lainnya.

MENGINTIP RUANG KOSONG DI RUMAH BUPATI BAG..

Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan di sini.

MENGISI RUANG KOSONG DI RUMAH BUPATI KEBUMEN - BAGIAN III

OVOP Kerajinan Pandan adalah satu sub tema yang jadi Pemenang dalam lomba karya tulis ilmiah Riset Unggulan Daerah (RUD) tahun 2013. Sampai saat ini implementasi hasilnya belum jelas. Akankah nasibnya seperti Hipando yang terbengkelai ?

Tampilkan postingan dengan label Profil. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Profil. Tampilkan semua postingan

Kamis, 18 April 2013

Wayang Kardus Ki Slamet Esser


Wayang sebagai ekspresi budaya masyarakat, memiliki beragam penampilan. Dari yang tertua (wayang purwa)  yang direkayasa oleh Sunan Kalijaga dari mitos Hindustan sampai Wayang Mikael karya seniman lukis dan teater Kaji Habeb (UIN Jogja) pada dasarnya berfungsi sebagai media komunikasi,  pencerahan (dakwah) dan hiburan. Banyak cara dilakukan oleh sang dalang dalam mengoptimalkan fungsi wayang. Misalnya dengan memasukkan unsur pentatonik, tata lampu, komedi dan sebagainya.

Wayang Kartun

Seperti dalam  wayang improvisasi pada umumnya, Wayang Kartun kreasi Ki Slamet Eser memiliki ide cerita yang bersumber pada realitas kehidupan di lingkungan sekitarnya. Mengambil bentuk kartun, ia memunculkan dua tokoh sentral : Panjul dan Prentul. Panjul adalah sosok manusia kudisan, bodoh dan selalu menjadi bahan cemooh orang-orang di sekelilingnya.  Punya semangat juang tinggi tapi hidup dalam himpitan kemiskinan ekonomi. Singkatnya, Panjul adalah personifikasi pribadi Ki Slamet Eser.
Tokoh Utama: Panjul, Prenthul dan Sri Nyolowadi

Panembrama

 Gaya mendalang

Sosok lain yang menjadi tokoh sentral Prentul. Ada dua versi pendapat yang dimunculkan sang dalang. Pertama, menggambarkan sosok birokrat di lingkungan kebudayaan yang perlente, berpenampilan ala seniman tapi selalu berbicara layaknya pejabat yang selalu mengaitkan kegiatan apresiasi budaya dengan keterbatasan anggaran dan segala fasilitas pemerintah. Dalam hal ini, sosok Prentul diposisikan sebagai tokoh antagonis. Versi kedua, Prentul selaku kurator. Pada pentas perdana di ajang Gelar Panggung Teater I – 9 Januari 2009 di Gedung PGRI Kebumen Jawa Tengah, kedua sosok ditampilkan secara bergantian tanpa batasan yang jelas.
Satu lagi bentuk energi besar Ki Slamet Eser adalah kegigihan membangun komunitas budaya   “Guyub Larak” yang hampir setiap saat akan tampil di suatu event kesenian selalu berganti personal. Entah bagaimana caranya, ia selalu mendapatkan darah baru dari beragam kalangan. Pelukis, pengamen jalanan dan tukang parkir. Ada juga sosok mahasiswi yang kemudian diangkat sebagai tokoh Sri Nyolowadi, pendendang lagu-lagu campursari yang digandrungi oleh komunitas lokal.
Sebagai seniman potensial, energi berkesenian Ki Slamet Eser sangat luar biasa. Karena keluar-biasaannya, banyak orang yang menghindar darinya karena beragam alasan. Ada yang menilai ide-idenya sangat “ liar “. Karena itu sangat sulit diikuti arah tujuannya. Ada juga yang melihat penampilan keseharian yang kumuh, suka memaksakan kehendak di balik “sosok memelas” dan beragam penolakan yang menyebabkan dirinya sering terjerembab dalam kesendirian.
Apapaun penilaian orang, Ki Slamet Eser tetap berjalan dengan langkah dan logika yang dipahaminya. Seperti kebanyakan seniman eksentrik, ia terus mengeksplorasi energi berkesenian dalam tubuhnya. Seolah tak peduli dengan sikap dan omongan orang di sekitarnya, apapun yang terjadi, the show must go on.   

Kolaborasi    

 Pernah dimuat  di sini

Senin, 25 Maret 2013

OBSESI(KU) UNTUK PERAJIN ANYAMAN PANDAN DI KEBUMEN


Mewujudkan cita-cita adalah wajib bagi manusia. 
Karena cita-cita itu merupakan motivasi untuk maju dan berkembang. Tetapi proses pencapaiannya dapat berbeda antara satu dan lain orang. Ada yang mulus, tersendat atau macet.

Kerajinan anyaman pandan di Desa Grenggeng Kecamatan Karanganyar sudah saya kenal sejak tahun 1990. Saat saya dikenalkan oleh almarhum Bapak Abdurrahman selaku petugas lapangan pada kantor Dinas Perindustrian Kabupaten Kebumen. Secara garis besar, visi kami serupa yakni mengembangkan industri rumah tangga ini sejajar dengan Tasikmalaya (Rajapolah) yang selama ini merupakan konsumen terbesar complong (hasil anyaman berbentuk silindrik)  produksi perajin anyaman Grenggeng melalui pengembangan desain dan pasar. Dari mas Rahman, kemudian saya mengenal nama-nama pemuka di komunitas perajin yang saat itu bergabung dalam wadah KUB (Kelompok Usaha Bersama) Pandansari. Yaitu Ibu Djumarnah, Ibu Djamhari dan Ibu Maryani. Nama terakhir adalah orang yang sering berkomunikasi dan saya ajak mengikuti pameran di beberapa tempat seperti Balai Kerajinan Provinsi DKI Jakarta dan Jakarta Design Center.


Sebenarnya jalur saya berbeda dengan pandan. Sejak ikut pelatihan manajemen dan desain kerajinan bambu yang diselenggarkan oleh Yayasan Pengembangan Desain Kerajinan Indonesia (YPDKI) 1991, tentunya saya lebih fokus di lingkungan kegiatan kerajinan bambu. Khususnya untuk furnitur. Setelah melakukan kaderisasi, saya meninggalkan Kebumen untuk urusan pribadi dan kembali akhir 1995. Tentu saja masih tetap memantau dan melakukan kunjungan lapangan saat pulang kampung. Masa-masa itu masih sangat berat untuk menggantungkan “nasib” pada kegiatan kerajinan (mungkin tidak berlaku untuk yang lain).

Ketertarikan pada perkembangan kegiatan kerajinan pandan di desa Grenggeng dan sekitarnya sebenarnya tidak pernah pudar. Karena itu, ketika melihat ada potensi besar pada pribadi Yahya Mustofa yang saya kenal saat melakukan aktivitas bersama pada program pengembangan Lembaga Ekonomi Produktif Masyarakat Mandiri (LEPMM) di tengah tahun 1999 (salah satu pemicu perkembangan BMT di Kabupaten Kebumen), saya dorong dia agar lebih fokus  pada “nasib” industri kerajinan pandan meski posisi formalnya lebih tinggi dari saya. Hampir semua pengetahuan dan pengalaman saya berikan untuk menambah bekal dirinya. Dia bisa melakukan dan selanjutnya mengangkat dirinya sebagai “tokoh” penting dalam industri kerajinan di Kabupaten Kebumen. Bahkan tak tanggung, setelah menerima Danamon Award, ia raih Upakarti untuk kategori kepeloporan pemuda dari Presiden RI. Sebagai mentor, saya bangga mendengarnya (meski yang bersangkutan memberitahukannya terlambat beberapa bulan). Dalam rentang waktu yang relatif pendek (sekitar 9 tahun), Yahya Mustofa melesat dalam bendera Dubexcraft jauh di depan para pegiat seperti ketiga orang yang disebut di atas dan Ibu Ngatini yang setia menemani perjalanan dirinya selama ini.

 Ibu Ngatini

Singkat cerita , ia (entah karena alasan apa) menemui dan mengajak saya agar aktif kembali dalam kegiatan pengembangan kerajinan anyaman. Kali ini tak tanggung lagi, berskala nasional di bawah nama Himpunan Perajin Anyaman Indonesia (Hipando) melalui Temu Karya Kerajinan Nasional di Hotel Maharani Jakarta 27-29 Oktober 2010. Dari sini, saya dapat lebih mengenal pribadi Ibu Ngatini sampai sekarang. Seperti biasa, saya menduga akan dijadikan trigger di arena itu. Ternyata benar, jabatan double selaku Sekretaris II di tingkat nasional dan Kordinator Provinsi Jawa Tengah. Bukan kebanggaan yang saya terima. Justru prihatin karena sampai saat ini belum mampu jadi jembatan bagi perajin anyaman di Jawa Tengah. Banyak kendala internal dan eksternal yang harus dihadapi.  Berbagai upaya telah saya lakukan secara pribadi dan dorongan semangat dari Ibu Ngatini dan kawan-kawan agar Hipando bukan sekadar papan nama seperti organisasi sejenisnya.

Terlepas dari adanya kendala yang selalu dialami oleh setiap orang dan organisasi, hal yang lebih penting adalah komitmen dan langkah nyata. Pergulatan selama lebih dari dua tahun nampaknya akan membuahkan hasil jika usulan kami (saya dan Edie “Bonggol Jagung” Juandi) kepada Kementrian Perindustrian RI tentang program Pelatihan Industri Kerajinan Ekspor Berbahan Serat Alami dapat direalisasikan segera. Kerajinan Anyaman Pandan adalah adalah satu prioritas. Semoga.