Senin, 25 Maret 2013

OBSESI(KU) UNTUK PERAJIN ANYAMAN PANDAN DI KEBUMEN


Mewujudkan cita-cita adalah wajib bagi manusia. 
Karena cita-cita itu merupakan motivasi untuk maju dan berkembang. Tetapi proses pencapaiannya dapat berbeda antara satu dan lain orang. Ada yang mulus, tersendat atau macet.

Kerajinan anyaman pandan di Desa Grenggeng Kecamatan Karanganyar sudah saya kenal sejak tahun 1990. Saat saya dikenalkan oleh almarhum Bapak Abdurrahman selaku petugas lapangan pada kantor Dinas Perindustrian Kabupaten Kebumen. Secara garis besar, visi kami serupa yakni mengembangkan industri rumah tangga ini sejajar dengan Tasikmalaya (Rajapolah) yang selama ini merupakan konsumen terbesar complong (hasil anyaman berbentuk silindrik)  produksi perajin anyaman Grenggeng melalui pengembangan desain dan pasar. Dari mas Rahman, kemudian saya mengenal nama-nama pemuka di komunitas perajin yang saat itu bergabung dalam wadah KUB (Kelompok Usaha Bersama) Pandansari. Yaitu Ibu Djumarnah, Ibu Djamhari dan Ibu Maryani. Nama terakhir adalah orang yang sering berkomunikasi dan saya ajak mengikuti pameran di beberapa tempat seperti Balai Kerajinan Provinsi DKI Jakarta dan Jakarta Design Center.


Sebenarnya jalur saya berbeda dengan pandan. Sejak ikut pelatihan manajemen dan desain kerajinan bambu yang diselenggarkan oleh Yayasan Pengembangan Desain Kerajinan Indonesia (YPDKI) 1991, tentunya saya lebih fokus di lingkungan kegiatan kerajinan bambu. Khususnya untuk furnitur. Setelah melakukan kaderisasi, saya meninggalkan Kebumen untuk urusan pribadi dan kembali akhir 1995. Tentu saja masih tetap memantau dan melakukan kunjungan lapangan saat pulang kampung. Masa-masa itu masih sangat berat untuk menggantungkan “nasib” pada kegiatan kerajinan (mungkin tidak berlaku untuk yang lain).

Ketertarikan pada perkembangan kegiatan kerajinan pandan di desa Grenggeng dan sekitarnya sebenarnya tidak pernah pudar. Karena itu, ketika melihat ada potensi besar pada pribadi Yahya Mustofa yang saya kenal saat melakukan aktivitas bersama pada program pengembangan Lembaga Ekonomi Produktif Masyarakat Mandiri (LEPMM) di tengah tahun 1999 (salah satu pemicu perkembangan BMT di Kabupaten Kebumen), saya dorong dia agar lebih fokus  pada “nasib” industri kerajinan pandan meski posisi formalnya lebih tinggi dari saya. Hampir semua pengetahuan dan pengalaman saya berikan untuk menambah bekal dirinya. Dia bisa melakukan dan selanjutnya mengangkat dirinya sebagai “tokoh” penting dalam industri kerajinan di Kabupaten Kebumen. Bahkan tak tanggung, setelah menerima Danamon Award, ia raih Upakarti untuk kategori kepeloporan pemuda dari Presiden RI. Sebagai mentor, saya bangga mendengarnya (meski yang bersangkutan memberitahukannya terlambat beberapa bulan). Dalam rentang waktu yang relatif pendek (sekitar 9 tahun), Yahya Mustofa melesat dalam bendera Dubexcraft jauh di depan para pegiat seperti ketiga orang yang disebut di atas dan Ibu Ngatini yang setia menemani perjalanan dirinya selama ini.

 Ibu Ngatini

Singkat cerita , ia (entah karena alasan apa) menemui dan mengajak saya agar aktif kembali dalam kegiatan pengembangan kerajinan anyaman. Kali ini tak tanggung lagi, berskala nasional di bawah nama Himpunan Perajin Anyaman Indonesia (Hipando) melalui Temu Karya Kerajinan Nasional di Hotel Maharani Jakarta 27-29 Oktober 2010. Dari sini, saya dapat lebih mengenal pribadi Ibu Ngatini sampai sekarang. Seperti biasa, saya menduga akan dijadikan trigger di arena itu. Ternyata benar, jabatan double selaku Sekretaris II di tingkat nasional dan Kordinator Provinsi Jawa Tengah. Bukan kebanggaan yang saya terima. Justru prihatin karena sampai saat ini belum mampu jadi jembatan bagi perajin anyaman di Jawa Tengah. Banyak kendala internal dan eksternal yang harus dihadapi.  Berbagai upaya telah saya lakukan secara pribadi dan dorongan semangat dari Ibu Ngatini dan kawan-kawan agar Hipando bukan sekadar papan nama seperti organisasi sejenisnya.

Terlepas dari adanya kendala yang selalu dialami oleh setiap orang dan organisasi, hal yang lebih penting adalah komitmen dan langkah nyata. Pergulatan selama lebih dari dua tahun nampaknya akan membuahkan hasil jika usulan kami (saya dan Edie “Bonggol Jagung” Juandi) kepada Kementrian Perindustrian RI tentang program Pelatihan Industri Kerajinan Ekspor Berbahan Serat Alami dapat direalisasikan segera. Kerajinan Anyaman Pandan adalah adalah satu prioritas. Semoga. 

3 komentar:

  1. coba cek penerima upakarti pada jaman bapak soeharto menjabat sebagai presiden, yg menerima upakarti kerajinan anyaman pandan asal desa grenggeng itu djumarnah, dia mengajarkan kerajinan anyaman pandan ini sampai ke pelosok pulau pada masanya.

    BalasHapus
  2. coba cek penerima upakarti pada jaman bapak soeharto menjabat sebagai presiden, yg menerima upakarti kerajinan anyaman pandan asal desa grenggeng itu djumarnah, dia mengajarkan kerajinan anyaman pandan ini sampai ke pelosok pulau pada masanya.

    BalasHapus
  3. Ada beberapa orang yang mendapatkan penghargaan itu. Selain Bu Djumarnah yang sangat saya kenal, juga Yahya untuk kategori pemuda pelopor. Bu Djumarnah masih aktif, meski tak sekuat dulu. Terakhir ketemu 2017 saat mendampingi peneliti dari Undip, Bu Ida yang saya titipkan kepada beliau dan Bu Ngatini. Bahkan saya sempat berkomunikasi dengan Bu Maryani yang saat saya aktif mendampingi KUB Pandansari Grenggeng jadi Ketua. Sampai sekarang saya masih memantau kegiatan pengembangan anyaman pandan di Karanggayam dan Gombong, selain Grenggeng tentunya. Terima kasih atas info dan atensinya.

    BalasHapus