Mengisi Ruang Kosong Di Rumah Bupati Kebumen - Bagian I

Dalam situs resmi Pemerintah Kabupaten Kebumen terdapat Ruang Diseminasi yang selama ini dibiarkan kosong. Ruang-ruang itu adalah 15 Sub Sektor dalam Ekonomi Kreatif,

KONSISTENSI KI ESSER KARTON

Slamet Riyanto yang biasa dipanggil Esser adalah satu seniman multi talenta yang konsisten memelihara sikap berkesenian melalui beragam karya kreatif. Satu diantaranya adalah wayang yang semua tokohnya dibuat dari kardus bekas kemasan dan limbah lainnya.

MENGINTIP RUANG KOSONG DI RUMAH BUPATI BAG..

Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan di sini.

MENGISI RUANG KOSONG DI RUMAH BUPATI KEBUMEN - BAGIAN III

OVOP Kerajinan Pandan adalah satu sub tema yang jadi Pemenang dalam lomba karya tulis ilmiah Riset Unggulan Daerah (RUD) tahun 2013. Sampai saat ini implementasi hasilnya belum jelas. Akankah nasibnya seperti Hipando yang terbengkelai ?

Tampilkan postingan dengan label Kebumen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kebumen. Tampilkan semua postingan

Jumat, 11 April 2014

Kewirausahaan Sosial Pada Kegiatan Ekonomi Berbasis Komunitas (1)


Selayang Pandang

Menyambut datangnya sang fajar baru di tengah arena Rembug Relawan PMI ke 2 yang direncanakan akan berlangsung 15-17 Agustus 2014 di Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah yang di dalamnya akan ada Seminar atau Sarasehan Kewirausahaan Sosial, saya ingin menyampaikan beberapa pokok pikiran. Tema kewirausahaan diangkat sebagai satu issue besar karena potensi kewirausahaan yang ada di dalam Komunitas SukaRelawan PMI sangat besar dan belum digarap dengan sistematis. 

Tujuan utama pembahasan adalah untuk memetakan potensi kekuatan para SukaRelawan PMI yang selama ini telah membuktikan konsistensi memelihara sikap mandiri sesuai Prinsip Dasar Kemandirian dalam Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah. Perhimpunan Nasional kepalangmerahan (PMI) adalah organisasi kemanusiaan yang berbasis kesukarelaan dan partisipasi masyarakat (volunteersm and community base). Memasuki era baru pasca Musyawarah Nasional 2014, SukaRelawan PMI harus mampu menjadi tulang punggung selain sebagai ujung tombak dan agen perubahan dalam organisasi PMI masa depan. Kewirausahaan sosial merupakan sebuah usulan terpilih karena memenuhi kriteria itu.

Tulisan ini disusun berseri dan akan menjadi satu dari beberapa bahan tulisan yang akan dipaparkan oleh pemrasaran lain dalam seminar atau sarasehan nanti. Semoga bermanfaat.

Kebumen, 11 April 2014

Komunitas Relawan PMI Sosial Media
KampoengRelawan  

Tetua Adat

Toto Karyanto


  1. Pengantar Diskusi


Kewirausahaan Sosial atau Social-preneurship adalah konsep kewirausahaan umum (entrepreneurship) yang mendapat muatan sosial di dalamnya. Selama ini, kita mengenal kewirausaha merupakan pendekatan ekonomi yang digunakan untuk mengatasi masalah pengangguran dan menggiatkan partisipasi warga masyarakat secara individual dalam menggali serta menguatkan sumber daya internalnya dalam suatu kegiatan ekonomi bernilai tambah.
Dalam pendekatan kewirausahaan sosial, warga masyarakat diharapkan berhimpun dalam kelompok-kelompok kecil (5 – 25 orang), sedang ( >25 – 50) dan besar >50 orang. Biasanya, ada satu atau beberapa orang yang bertindak sebagai pemimpin karena memiliki sumber daya memadai di bidang intelektual (gagasan, konsep, metode, sistem), dana dan akses produksi maupun pasar. Para pemimpin itu bertindak sebagai pembuka jalan, pembimbing (motivator), pelatih dan sebagainya.
Sampai saat ini konsep dasar kewirausahaan sosial masih berkembang sesuai situasi dan kondisi lingkungannya.  Pada umumnya, seorang wirausaha berperan baik secara internal maupun eksternal. Secara internal seorang wirausaha berperan dalam mengurangi tingkat kebergantungan terhadap orang lain, meningkatkan kepercayaan diri, serta meningkatkan daya beli pelakunya. Secara eksternal, seorang wirausaha berperan dalam menyediakan lapangan kerja bagi para pencari kerja. Dengan terserapnya tenaga kerja oleh kesempatan kerja yang disediakan oleh seorang wirausaha, tingkat pengangguran secara nasional menjadi berkurang.
 Pakar ekonomi Dr. Rhenald Kasali, pernah mengatakan bahwa dampak globalisasi menjadikan keanggotaan suku/ komunitas manusia tidak lagi ditandai oleh aspek regional atau kewilayahan. Namun justru oleh grup atau kelompok-kelompok di jejaring digital seperti facebook, twitter  dan semacamnya. Hal itu tentu bukan tanpa alasan. Seperti kita bisa saksikan sehari-hari, generasi masa kini, jauh lebih sering dan intens berhubungan dengan rekan-rekan di dunia maya-nya dibandingkan dengan lingkungan sosial di sekitar rumahnya. Sehingga seakan-akan suku atau anggota keluarga mereka adalah kelompok dalam jejaring sosial tersebut, yang dapat terdiri dari invididu-individu yang terpisah ratusan kilometer. Informasi mengalir dan senantiasa terbarukan (update). Potensi semakin redupnya budaya bangsa dan budaya daerah kita sendiri cenderung menguat. Dengan kata lain, generasi muda Indonesia terancam menjadi tamu bagi budayanya sendiri, karena mereka mungkin jauh lebih hafal dan fasih budaya dan gaya hidup dari negeri seberang.
Ada dua sektor kegiatan ekonomi yang berbasis budaya. Pertama, OVOP (One Village One Product). Pendekatan sistem pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan budaya yang mengesplorasi sumber-sumber daya lokal menjadi produk bernilai tambah tinggi dan berdaya jangkau global. Pendekatan ini digagas dan dikembangkan oleh Gubernur Perfektur Oita, Dr. Morihiko Hiramatsu. Berbekal pengalaman bekerja di MITI Jepang, beliau mengubah pendekatan klasikal GNP dengan GNS (Gross National Satisfaction). Inilah yang menjadi dasar semangat OVOP. Dari maksi menjadi mini. Kini, hampir semua anggota Asean telah mengaplikasikan pendekatan ini dengan cara dan metoda yang berbeda. Misalnya, Thailand yang memanfaatkan internet masuk sampai tingakat desa agar informasi kegiatan ekonomi produktif warganya senantiasa terbarukan.
Kedua, pengembangan potensi ekonomi berbasis kreativitas yang dikenal dengan nama ekonomi atau industri kreatif. Ada 15 subsektor yang tercakup di dalamnya yaitu kerajinan, musik, seni pertunjukan, arsitektur, desain, permainan kreatif, TIK, busana, fotografi-video-film, radio dan televisi, pasar barang seni, percetakan dan penerbitan, riset dan pengembangan serta kuliner.  Volume, sebaran dan kontribusi kegiatan ekonomi kreatif ini cenderung kian meningkat. Apalagi dengan hadirnya pusat-pusat (kota) kreatif dan Sentra Kreatif Rakyat yang memadukan aktivitas pariwisata dan pengembangan aktivitas ekonomi berbasis budaya lokal.
Kawasan Perdagangan Bebas Asean (AFTA) 2015 sudah ada di depan pintu rumah kita, Indonesia. Banyak pihak telah bersiap diri menyambutnya. Pemerintah menyatakan optimis kita akan mampu melalui perjalanan awalnya karena berbagai persiapan telah dilakukan. Sementara itu, dunia usaha melalui Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofjan Wanandi, justru bersikap sebaliknya. Terlepas dari kontroversi tadi, sebagai warga masyarakat umum, kita boleh bersikap apapun. Dan kondisi apapun yang akan terjadi di dalam rumah Indonesia kelak, kita harus siap dengan risikonya.
AFTA atau ada juga yang menyebut ACFTA (Asean dan China) adalah sebuah momentum yang berpeluang menggerakkan beragam potensi ekonomi kreatif masyarakat. Subsektor industri (ekonomi) kreatif itu merupakan salah satu strategi pembangunan ekonomi dan industri yang bisa diandalkan selain sektor manufaktur dan jasa. Apalagi, industri berbasis ide, teknologi, seni, dan kekayaan intelektual itu memiliki banyak sentra industri kreatif yang potensial. Misalnya, Bandung, Jakarta, Yogyakarta, Solo, Pekalongan, Bali, dan lainnya.
Dirjen Pengembangan Ekonomi Nasional Kementerian Perdagangan Hesti Indah Kresnarini mengutarakan, industri kreatif akan berkembang pesat setiap tahunnya. Pertumbuhannya dominan dikontribusi fesyen dan kerajinan. Pemerintah memiliki cetak biru pengembangan industri berbasis ide yang terbagi menjadi dua tahap. Tahap pertama, periode 2010-2015, disebut tahap penguatan ditargetkan bisa tumbuh sekitar 11%-12% setiap tahunnya. Sementara tahap kedua, periode 2016-2025, disebut tahap akselerasi diharapkan bisa tumbuh sekitar 12%-13%. [1].
Berdasarkan angka statistik, pada 2013 lalu kontribusi ekonomi kreatif terhadap perekonomian sebesar Rp 641,8 triliun atau mencapai 7% PDB nasional. Ekonomi Kreatif juga mencatat surplus perdagangan selama periode 2010 hingga 2013 dengan nilai surplus sebesar Rp 118 T. Kontribusi devisa dari sektor ekonomi kreatif mencapai 11, 89 Milyar USD, sehingga secara total sektor pariwisata dan ekonomi kreatif menyumbang devisa sebesar 21,95 Milyar USD atau berkontribusi sebesar 11,04% pada total devisa Indonesia. [2].
Bagaimana dengan perkembangan OVOP di Indonesia? Sampai saat ini masih terdapat kesulitan memperoleh data aktual yang dapat diandalkan baik dari Kementerian Koperasi dan UMKM maupun Badan Pusat Statistik. Sehingga tidak ada data pembanding yang dapat dipakai untuk membuat prediksi maupun analisis, minimal dengan pendekatan SWOT (strenght, weakness, opportunity and threath). Kalaupun ada data yang dapat digunakan, biasanya berasal dari data sekunder atau tersier yang akurasinya tidak memadai.
Meski demikian, ada keyakinan bahwa OVOP adalah satu pendekatan ekonomi yang memiliki banyak kelebihan. Terutama berkaitan dengan potensi mengangkat dan mengembangkan produk-produk lokal berbasis budaya yang mampu bersaing di pasar global. OVOP seperti halnya ekonomi kreatif, saat ini ditangani oleh sedikitnya 3 (tiga) kementerian yaitu Kementerian Koperasi dan UMKM, Kementerian Patiwisata dan Ekonomi Kreatif serta Kementerian Perindustrian dalam kordinasi kewenangan Kemenkop dan UMKM.

Jumat, 21 Maret 2014

Mengisi Ruang Kosong Di Rumah Bupati Kebumen - Bagian III

Siluet tampilan Teater Ego Kebumen.


Episode 1 : Gelar Kreatif  Kebumen
Segmen  1 : Gelar Panggung Tetaer II 2010
Bagian   2 : Pertunjukan Hari Kedua

Pentas hari ke dua yang diharapkan sebagai malam puncaknya Gelar Panggung Teater 2010 dibuka dengan penampilan kolosal dan garapan yang cukup rapi dari Teater Spenven. Berikutnya adalah tampilnya tiga dara Tetrasa tanpa menyebut lakon tertentu. Cukup hidup untuk skala pemula. Penampilan ke tiga adalah dari Teater Didik STAIN Purwokerto dalam alur cerita yang mengalir. Diawali perubahan setting lampu, salah satu pemain membawakan sinopsis. Nampaknya, mereka sangat apresiatif atas acara GPT 2010. Dengan membawa pemain dan crew panggung sekitar 40 orang, apresiasi penonton sangat baik. Saya tidak memiliki kesempatan yang cukup untuk mengikuti seluruh jalannya pentas teater ini karena harus menggantikan posisi tugas kepanitiaan yang sebagian besar anggotanya akan mementaskan lakon Kalijaga karya Kang Kaji Habeb setelah pentas Teater Didik. Ketidak-fokusan itu membuat saya sangat banyak kehilangan referensi untuk melengkapi catatan ini. Meski demikian, dilihat dari apresiasi penonton dan komentar teman-teman yang sempat saya hubungi, tampilan para mahasiswa/i STAIN Purwokerto ini pantas diberi acungan jempol.

Di tengah rasa lelah sebagai anggota panitia, Teater Ego Kebumen menutup pentas GPT 2010 dengan lakon Kalijaga. Putut AS yang berperan sebagai Kalijaga mengawali dengan tarian yang dibawakan secara lentur. Melambangkan kehalusan perilaku sang wali ke 9 dari deretan Walisanga di antara arogansi Abdul Jalil yang diperankan Ucok HaeR. Dialog antara Kalijaga dan Abdul Jalil ini sungguh hidup. Blocking panggung nampak sempurna dan sangat menghidupkan suasana. Vocal Ucok yang nge-bass mendukung intonasi nada-nada lembut yang keluar dari mulut Putut AS. Tak kalah menariknya adalah penampilan aktor dan sekaligus Sutradara Anto Batossae. Dengan penguasaan dialog dan kelincahan gerakan pemeran Gatoloco ini seolah menutup celah seluruh sisi panggung atas maupun bawah yang berbatasan langsung dengan penonton dalam format lesehan. Sementara itu, Raja Brawijaya yang diperankan Theodeka memberi kesan hidup dalam panggung seluas atas 60m2 (6 x 10m). Tata lampu yang berkekuatan 1500 watt sedikit menghambat optimalisasi penampilan mereka. Diakhiri dengan siluet, Teater Ego Kebumen memang pantas mendatangkan decak kagum penonton yang datang dari beragam kalangan. Sekitar 250 penonton seolah tersihir oleh penampilan “anak-anak zaman Kebumen”. Sebutan yang diberikan oleh Anto Batossae kepada teman-teman komunitasnya.

Slamet Esser.


Catatan Khusus

Sebagai wahana ekspresi dan apresiasi budaya kontemporer, GPT 2010 telah memenuhi sasaran utamanya. Sedikit dihantui rasa cemas akan masuknya nuansa politik menjelang Pilkadal Bupati/ Wakil, seluruh mata acara yang direncanakan dapat mengalir cukup lancar. Memang ada sampah yang mengikuti aliran itu, tetapi dapat disingkirkan dengan semangat kebersamaan dan edukatif. Kendala klasikal dana disiasati dengan dedikasi oleh Panitia dengan memaksimalkan potensi yang ada saat itu. Sanggar Ilir Ikatan Mahasiswa Kebumen di Yogyakarta (Imakta) pantas mendapat apresiasi terbesar selain respon positif dari semua Komunitas Teater di Kebumen yang telah berkontribusi dalam persiapan dan pelaksanaan acara. Juga para donatur perorangan yang mendukung acara ini.


Pada sesi evaluasi, saya sengaja mengemukakan wacana untuk menghentikan seri kegiatan GPT agar berganti wajah dan penampilan. Juga memberi kesempatan bagi Komunitas lain untuk menggelar acara yang lebih dalam segala hal dari pada acara GPT yang hanya mampu diselenggarakan setahun sekali. Sayang sekali, sebagaimana telah diprediksi, tidak ada jawaban pasti atas wacana itu. Bahkan muncul beberapa hal yang menggelikan ketika tawaran ini disambut dengan bahasa nostalgis. Apapun respon dan risikonya, wacana ini akan terus dikumandangkan sampai ada jawaban pasti bahwa proses pembelajaran lewat kemasan acara Gelar Panggung Teater sudah saatnya diputuskan efektivitasnya.

Sabtu, 08 Maret 2014

Mengisi Ruang Kosong di Rumah Bupati Kebumen - Bagian II

Sanggar Ilir - Imakta.

Episode 1: Giat Kreatif Teater
Segmen 1 : Gelar Panggung Teater II - 2010

Saat membuka berkas di sebuah cakram magnetik (CD) yang mulai sulit dibaca, tanpa sengaja saya menemukan sebuah jejak perjalanan obsesif satu komunitas pekerja seni teater yang ingin membuat satu titik dalam peta budaya nasional. Awalnya, di tengah upaya menyiapkan diri melanjutkan rencana menyelenggarakan Gelar Panggung Teater 2010 sebagai rangkaian giat serupa tahun sebelumnya, kami berkenalan dengan Achamd Marzoeki yang akrab dipanggil Kang Juki yang beberapa saat kemudian kami tahu ingin "pulang kampung". 

Dalam suasana antusiasme tinggi untuk menggelar giat budaya yang terbilang tidak popular, satu istilah untuk menyebut hal tak sesuai dengan selera pejabat yang menafsirkan seni budaya identik dengan jingkrak dan rancak semacam kuda lumping, kami terus berupaya menggali potensi lokal. Khususnya di bidang pendanaan. Kehadiran Kang Juki yang mengaku pernah ditolak oleh sebuah komunitas budaya yang telah bernama, seperti angin segar yang memang sangat dinantikan kehadirannya saat itu. Akhirnya memang terjadi, dana segar untuk sekadar melengkapi properti panggung diperoleh juga. Tak banyak, tapi cukup membantu.

Teater Didik - STAIN Purwokerto.
Teater Gerak - STAINU Kebumen.
Komunitas SRMB Kebumen.


Gelar Panggung Teater (GPT) 2 pada 15 - 16 Januari 2010 adalah kelanjutan dari acara sama (GPT1) yang diselenggarakan 9 - 10 Januari 2009 di tempat dan oleh pemrakarsa yang sama pula yakni FoPSet (Forum Pekerja Seni Teater Kebumen).  Sementara itu, FoPSet dibentuk sebagai wujud kegelisahan para aktivis Sanggar Ilir Imakta ( Ikatan Mahasiswa Kebumen di Jogja) atas kelanjutan proses berkesenian terutama seni teater di Kebumen. Dimotori Bandit, Anto Batossae dan Putut AS, prakarsa itu dikomunikasikan dengan Sahid El Kobar yang selama ini diketahui cukup aktif dalam perteateran Kebumen bersama Teater Gerak STAINU. Singkat cerita, mereka sepakat membentuk FoPSeT sebagai ajang silaturahmi dan proses pembelajaran bersama. Agenda utama adalah menjembatani proses kreatif bagi komunitas-komunitas teater di Kebumen. Wujud nyatanya ialah adanya acara pagelaran seni teater pada sebuah panggung besar yang kemudian diberi nama Gelar Panggung Teater 2009. GPT 2009 juga merupakan buah kompromi dan pengorbanan Komunitas Seni Kreatif Guyub Larak Kebumen yang dikomando oleh pekerja seni lukis dan teater, Ki Slamet eSeR, atas agenda “Geser Tahun”.


Pertemuan FoPSeT dengan saya selaku kurator adalah sebuah jalinan benang merah antara acara Silaturahmi Komunistas Seni dan Sastra (Sikosas) Kebumen tahun 1997 yang menghadirkan Kang To (Achmad Tohari, penulis novel: Ronggeng Dukuh Paruk ), Badjoeri Doelah Joesro (Penyair dan dosen UII Yogyakarta, asal desa Tersobo Prembun), Masdoeki Attamimi (Kantor Berita Nasional Antara, penyair asal desa Panjer Kebumen), Imam Setyanto (Peneliti Pertanian di Malang, asal Kauman Kebumen). Dan peran Eko Sadjarwo (MGMP Bahasa Indonesia, PGRI dan penyair) serta Aris Panji dan Pekik Sasinilo dari komunitas seni Tritisan. Kemudian berlanjut dengan eksperimen Ngamen Puisi bertajuk Aku, Rakyat, Gerilya dalam komunitas Sekolah Rakyat Melubae (2003). Ngamen pertama di SMPN 7 Kebumen, Ruang Paripurna Gedung DPRD Kabupaten Kebumen dan SMA N Klirong. Pertemuan dengan Putut AS dan kawan-kawan yang penuh semangat berproses kreatif dan memiliki jam terbang sangat memadai lewat Sanggar Ilir Imakta Jogja dan Komunitas Seni – Wayang 3D Mika – el Kaji Habeb adalah suatu anugerah khusus (blessing in disguised) atas kekeringan proses dan ajang kratifitas seni kontemporer di Kebumen. 

Perhelatan akbar GPT2 direncanakan sejak Oktober 2009. Format awal adalah festival teater pelajar dan parade teater umum. Wacana ini kemudian dilontarkan di grup jejaring sosial Facebook dengan nama sama. Demikian juga kontak personal di antara anggota panitia dan semua komunitas teater yang ada di Kebumen. Upaya itu direspon cukup positif tidak hanya di Kebumen. Beberapa komunitas di sekitar eks Karesidenan Kedu (Purworejo, Magelang, Temanggung dan Wonosobo) serta Banyumas (Purwokerto dan Cilacap) bahkan menyatakan minat berpartisipasi. Hal ini tak lepas dari peran Mas Kaji Habeb yang sekarang berproses di lembah Tidar Magelang.

Berbekal informasi antar personal dan dukungan moral dari Eko Sadjarwo (PGRI) yang memastikan bahwa aula milik organisasi guru ini bisa digunakan sebagai ajang apresiasi seni teater dan lukis secara cuma-cuma, maka disusun kepanitiaan yang diawaki Komunitas Ego dan Gerak. Nama FoPSeT tetap disertakan sebagai wujud konsistensi. Dan menempatkan sang Ketua, Syahid El Kobar,  selaku Penanggung-jawab acara. Posisi Ketua Panitia masih dipegang Putut AS yang pada penyelenggaraan acara GPT tahun lalu harus sering berjibaku dan bertindak ala "superman" demi kelancaran acara dan tujuan pembelajaran.

Antusiasme komunitas nampak nyata dari respon teater sekolah. Terutama Teater Spenven SMPN 7 yang mengapresiasi undangan Panitia penyikapan luar biasa. Sukses GPT 2009 dan Workshop Teater 24 Mei 2009 menghadirkan kegairahan bagi satu-satunya SMP di Kabupaten Kebumen yang memiliki kegiatan ekstra kurikuler teater sejak satu dasawarsa terakhir. Hal ini tak lepas dari peran Bu Tari yang sangat konsisten memelihara kegiatan itu dengan segala risikonya. Tak jarang beliau merogoh kocek pribadinya agar anak-anak asuhnya dapat tampil pada acara bergensi semacam GPT ini. Dengan dukungan Kepala Sekolah, Teater Spenven tampil lebih prima dari pada tahun lalu. Meski masih mengangkat tema yang sama dengan tahun lalu yakni "kehidupan di alam lain". Pada penampilan di GPT 2010 kali ini, ada kemajuan besar dalam sisi kostum dan koreografinya. Nampaknya terjadi kompromi antara sang pelatih, Syahid El Kobar dan Bu Tari selaku Pembina.
Kondisi serupa terjadi pada Teater Kelir SMAN Klirong yang hanya sempat berlatih seminggu sebelum penampilan. Di sela waktu sempitnya sebagai Ketua Panitia, Putut AS selaku pelatih coba memaksimalkan potensi "warga baru" di lingkungan teater itu. Ada tanggung-jawab besar melestarikan tradisi berteater di lingkungan sekolah yang berada jauh dari pusat kota. Bagaimanapun juga, keberadaan mas Aji yang kini menjabat sebagai Kepala Sekolah adalah tokoh penting di dunia sastra dan teater Kabupaten Kebumen.

Teater Kelir-SMAN Klirong asuhan Putut AS

Teater Spenven - SMPN 7 Kebumen asuhan Bu Tari.


Keberadaan teater kampus kian semarak dengan lahirnya Teater Putra Bangsa (Tetrasa). Benih yang pernah disemai oleh mBak Retno, Slamet eSeR dan Theodeka sejak beberapa tahun yang lalu baru tumbuh sebagai kecambah yang bernyali jati. Penampilan perdana tiga mahasiswi STIE Putra Bangsa Kebumen di pentas GPT 2010 ini memang masih biasa saja. Jika mereka berproses lebih serius dan mendapat dukungan dari manajemen kampus tidak tertutup kemungkinan Tetrasa akan menjadi pilar utama dunia perteateran di Kabupaten Kebumen. Terbukti, satu diantara anggotanya yakni Nana Khasanah terpilih dalam jajaran pemain untuk film indie " Pelukan Sang Pelangi" yang akan diproduksi bersama antara Hanito Kreasindo dan Masjid Raya (Majelis Kajian Peradaban dan Budaya) Kebumen.

Potensi lain dalam perteateran Kebumen muncul dalam Sanggar Basatu SMK Batik Sakti I yang diasuh oleh Kharis JS, alumni Komunitas Teater Purworejo (KTP) yang difasilitasi oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan setempat. Anggota Sanggar Basatu yang kesemuanya perempuan ini muncul perdana di depan publik pada pentas GPT 2010. Meski cukup kompak, gaya penampilannya masih seperti di catwalk. Unsur teatrikalnya lemah. Dan dilemahkan lagi ketika mereka menyuarakan nada promotif di akhir penampilannya. Kemasan " Perempuan Dalam Ruang" sebenarnya sudah mengundang rasa ingin tahun yang cukup besar. Sayangnya, ruang yang dimaksud adalah sebuah "banner". Jika dikemas dalam alur cerita hasilnya pasti akan mengundang decak kagum. Bukan cemooh seperti yang dilontarkan oleh banyak apresian dengan teriakan" hooooo... iklan....". Atas hal ini, saya sebut sebagai insiden kecil pentas hari pertama. Insiden lainnya adalah sikap penanggung jawab acara yang tidak bertanggung jawab sehingga memaksa saya selaku penasihat mengambil alih peran itu agar semua berjalan lancar.

Dua komunitas lokal Kebumen lainnya  yang pentas pada hari pertama yaitu Sanggar Pandu Wisata di bawah naungan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kebumen serta Teater Sinoman Mandiri Desa Depokrejo adalah gambaran keliru tentang posisi GPT 2010. Sebagai anak asuh lembaga pemerintah yang paling berkompeten atas aktivitas kebudayaan masyarakatnya, Disparbud telah menetapkan kriteria aktivitas budaya masyarakat tanpa dukugan pemahaman yang memadai atas arti dan makna kebudayaan itu sendiri. Selaku Kabid Kebudayaan, Slamet JT, tidak sepantasnya membuat "garis demarkasi" artefak budaya lokal adalah yang bernuansa rancak dan jingkrak-jingkrak. Simplifikasi semacam ini jelas merugikan mereka sendiri. Potensi budaya masyarakat yang tidak termasuk dalam kategori itu jadi mengambil "jarak aman" dengan cara dan respon masing-masing. Terbukti, pada GPT 2010 muncul reaksi keras untuk tidak melibatkan institusi itu dalam segala hal. Panitia memberi toleransi kepada Sanggar Pandu Wisata karena faktor personal sang pelatih, Theodeka Wardana dan gairah berapresiasi budaya bagi para anggotanya.

Hal yang menarik untuk bahan evaluasi adalah penampilan Teater Sinoman Mandiri. Sejak awal kontak, Pak Lurah Hanif selaku pimpinan selalu menyakinkan Ketua Panitia bahwa mereka akan membawakan salah satu karya Kaji Habeb (tanpa menyebut judul karya itu). Lebih menarik lagi, tersebar berita bahwa garapan itu akan dikemas dalam Bahasa Jawa dengan melibatkan seorang aktivis teater Unes Semarang yang baru menyelesaikan studi S1nya dan menjadi PNS, mas Priyo Kutho. Tambahan lagi, Pak Lurah Hanif adalah penghubung Panitia dengan Teater Didik STAIN Purwokerto. Dengan referensi yang sangat meyakinkan tersebut, Panitia menempatkan komunitas Sinoman Mandiri pada posisi terhormat sebagai " gong hari pertama". Sayangnya, menjelang waktu pentas terjadi banyak keganjilan. Pak Lurah Hanif tidak mendampingi "anak asuhnya" dan memilih nongkrong di warung angkringan merasakan kehangatan susu jahe di malam yang cukup dingin waktu itu. Tampil dalam format bertutur cerita, dua remaja perempuan anggota Komunitas membacakan cerita pendek dalam "garapan asal tampil". Di bawah teriakan riuh penonton yang memintanya turun panggung, inilah bagian dari insiden kecil pentas hari pertama.

Catatan penting dalam pentas hari pertama adalah kehadiran Teater Banyu Wonosobo asuhan M. Amin. Meski mengaku berproses dalam waktu pendek sekitar dua minggu, penampilan mereka sebenarnya adalah " gong ". Dari informasi Panitia dan obrolan di rumah saya, muncul kesan membanggakan. Aris Panji bahkan memberi pujian khusus atas garapan sutradara yang mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Al Qur'an Wonosobo itu. Kemasan kolosal yang diselingi beberapa adegan komedi ala Srimulat memang menghidupkan suasana pentas malam itu. Blocking panggung cukup sempurna dalam hiasan tata lampu yang dikendalikan Rahmat eSKa dan kawan-kawan dari UIN Jogja.

Kamis, 20 Februari 2014

Mengisi Ruang Kosong di Rumah Bupati Kebumen – Bagian I

Ilustrasi: saat pengambilan gambar film indi Pelukan Sang Pelangi di akun-alun Kebumen.

Dalam tulisan mengintip ruang kosong di rumah Bupati Kebumen, dari 15 sub sektor ekonomi kreatif baru ada dua yang hadir di sana. Sub sektor TV & Radio yang diwakili Ratih TV dan In FM yang kondisinya disebut merana dan merintih oleh PakBos-nya. Dan kerajinan yang diwakili oleh kegiatan produksi kerajinan bambu dan bedug. Sementara itu, ke 13 sub sektor lain belum ada isinya alias kosong. Ke 13 sub sektor itu adalah musik- seni pertunjukan- desain- arsitektur- pasar barang seni- permainan kreatif- IT- busana- riset dan pengembangan- fotografi,  video dan film- kuliner- periklanan serta percetakan dan penerbitan. Dan dari dua sub sektor yang telah terisi tadi, dunia kerajinan masih terbuka lebar dengan beragam potensi.

Pada bagian ini, ada satu hal yang mungkin dianggap biasa karena telah menjadi rutin. Yaitu car free day yang telah menjadi agenda tetap pemerintah maupun masyarakat di setiap hari Minggu jika alun-alun kota tak dipakai untuk kepentingan lain. Acara rutin yang diagendakan oleh Pemerintah Kabupaten Kebumen melalui kordinasi Kasi Olahraga Disdikpora sementara waktu ini tentu lebih banyak diisi dengan hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan olahraga seperti senam, jogging dan sebagainya. Meski demikian, seperti biasa, di setiap pusat keramaian, selalu muncul pedagang aneka kuliner dan kaki lima lainnya. Sejauh yang diketahui, potensi ekonominya kurang dioptimalkan secara terencana sebagai upaya pengembangan/ pembangungan sistem perekonomian lokal.

Di beberapa kota lain, banyak aktivitas kreatif diikutsertakan dalam mengelola agenda rutin hari bebas kendaraan bermotor ini. Di Jakarta yang selama ini (seolah) menjadi cermin Kebumen, minggu lalu diselenggarakan pesta busana jalanan yang diberi judul Sunday Dress Up (SDU) dengan catwalk terpanjang di dunia dari Bundaran HI sampai Monas pada 16 Pebruari 2014. Di sepanjang jalan yang dilalui, para peraga busana jalanan ini menampilkan aneka busana dan asesori dengan cara dan gaya masing-masing. Yang menarik adalah dominasi kain batik aneka rupa muncul di sana. Acara ini memang disiapkan sebagai pembuka bagi sebuah hajatan besar Pekan Busana Indonesia (Indonesia Fashion Week/ IFW) 2014 yang akan diselenggarkan 20 – 23 Pebruari 2014 di Jakarta Convention Center.

Sunday Dress Up - road to IFW 2014-1
Sunday Dress Up - road to IFW 2014- 2


Melakukan copas (copy-paste) secara keseluruhan untuk event sebesar itu tentu akan sulit dilakukan. Tetapi ada hal yang  bisa diwujudkan dalam skala lokal untuk memberi nilai lebih dalam mengisi aktivitas car free day yang dapat merangsang perkembangan beragam aktivitas ekonomi kreatif di Kabupaten Kebumen dengan pelibatan sejumlah komunitas yang telah ada. Misalnya yang  dilakukan oleh komunitas seni pertunjukan teater yang bisa dikombinasikan dengan pentas musik dan peragaan busana serta bazar produk-produk kerajinan. Untuk sementara waktu, kolaborasi beberapa sub sektor ekonomi kreatif itu dilakukan sebulan sekali atau dua kali. Dan yang terpenting adalah menanggalkan pola pikir lama yang formalistik dan senantiasa mengaitkan dengan kapasitas anggaran pemerintah yang memang selalu dibatasi. Serta menumbuhkan suasana yang  terbarukan yang merangsang tumbuh dan berkembangnya beragam aktivitas kreatif warga masyarakat.

Pilihan lokasi catwalk - 1 membujur Barat-Timur di sisi Utara
Pilihan lokasi catwalk - 1 membujur Barat-Timur di sisi Selatan


Jika acara khusus seperti di atas telah menjadi agenda tetap, perlahan dan pasti, dampak ekonominya akan mengikuti. Pada awal waktu, mungkin saja kuantitas dan kualitas kegiatan tak sesuai harapan untuk menjadikannya sebagai pemicu aktivitas pengembangan skala perekonomian daerah. Tetapi, seiring perjalanan waktu, agenda yang sebaiknya diprogram ini akan meningkatkan daya tarik masyarakat dan pihak-pihak tertentu yang selama ini belum nampak sebagai sumber kekuatan baru dalam pola pembangunan ekonomi kewilayahan berbasis kreativitas. Karena, pada hakikatnya, setiap orang punya potensi kreatif dan banyak diantaranya tidak menyadari sebagai potensi ekonomi. Pendekatan ekonomi kreatif membuka peluang munculnya para pelaku wirausaha baru dibanding pendekatan konvensional.

Pengisian agenda khusus pada acara rutin car free day tak harus mengeluarkan dana tambahan jika pemerintah mau menggandeng pihak swasta lokal maupun nasional untuk memfasilitasi beragam aktivitas kreatif tadi.

Di sisi lain, banyak potensi ekonomi yang akan terdorong maju semisal Batik Tanuraksan dan sejumlah perajin konveksi di desa Karangsari yang berada di sekitar kota untuk urusan peragaan dan transaksi busana. Yang diperlukan adalah komitmen dan kerjasama lintas sektor. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan diwajibkan menyediakan tema utama agar selaras dengan program yang tengah dikembangkan pada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif melalui program Sentra Kreatif Rakyat-nya. Sementara itu, Dinas Koperasi dan UMKM juga diwajibkan untuk segera mewujudkan hasil lomba Riset Unggulan Daerah 2013. Yaitu OVOP bagi kerajinan anyaman pandan. (bersambung).  

Minggu, 09 Februari 2014

Solidaritas Yang Mengubah Jalan Hidup - Bagian I

Iwan Fotokopi di Jalan Pramuka 21 Kebumen

Satu sisi kemanusiaan kita adalah kecenderungan berkumpul dalam sebuah komunitas kecil, sedang maupun besar. Pakar manajemen, David Mc. Clelland, membagi kecenderungan atau dorongan perilaku manusia (need of ) menjadi tiga. Yakni berkumpul, berkuasa dan berprestasi. Seseorang yang suka berkumpul akan menunjukkan kecenderungan kurang (mampu) berkuasa atau berprestasi. Demikian halnya dengan orang yang suka berkuasa akan punya kecenderungan kurang mampu berkumpul atau berprestasi. Sebaliknya, orang yang punya kecenderungan kuat untuk berprestasi akan mengalami kesulitan dalam berkumpul atau memupuk kekuasaan. Wirausaha atau wiraswasta termasuk dalam kelompok terakhir sebagai orang yang punya kecenderungan kuat berprestasi.

Teori motivasi berprestasi Mc. Clelland banyak diadopsi oleh warga masyarakat dunia pada dasawarsa 1980-an. Bahkan, Kementerian Perindustrian RI pernah menjadikannya sebagai satu program percepatan sebaran bibit-bibit kewirausahaan melalui Program Pengembangan Motivasi Berusaha (Achievement Motivation Training - AMT). Sektor kerajinan dan industri rumah tangga adalah sasaran utamanya. Sebagai orang yang pernah merasakan pelatihan itu, saya belum mendapatkan "roh" yang dapat memacu semangat dan daya hidup ke jalan menuju puncak prestasi. Dengan kata lain, dampak dari pelatihan itu kurang mengena. Apalagi mendarah daging.

Seiring perjalanan waktu, teori motivasi David Mc. Clelland mulai ditinggalkan dan berganti dengan pendekatan yang menggali sisi yang paling peka dalam diri manusia yaitu kalbu atau nurani. Muncul teknik manajemen qolbu ala Aa Gym (Abdullah Gymnastiar), metode ESQ-nya Ary Ginanjar Agustian yang (pernah) menjadi trend setting di kalangan manajemen BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dan banyak teknik lain oleh praktisi motivasi semisal Mario Teguh, Rheinal Khasali dengan Rumah Perubahan dan sebagainya. Kini muncul trend baru yang belum banyak dikenal oleh masyarakat luas yakni kewirausahaan sosial (social-preneurship). Intinya, kewirausahaan sosial adalah kegiatan wirausaha yang mengedepankan aspek sosial. Jika Mc. Clelland beranggapan bahwa individu adalah pijakan utama berprestasi. Dalam kewirausahaan sosial, komunitas adalah kekuatan pertama dan utama. Seorang wirausaha sosial, dengan segenap kesadaran akan merasakan kebahagiaan yang sulit diukur dengan takaran apapun ketika ia mampu "berbagi" dengan banyak orang lain.  Singkat kata, kewirausahaan sosial adalah bentuk atau pola kegiatan ekonomi yang dicita-citakan oleh Bung Hatta dalam Siasat Ekonomi yang sangat terkenal itu dan sesuai dengan sifat dasar manusia Indonesia yang sejatinya suka bergotong-royong.

Dalam tulisan berjudul mengintip ruang kosong di rumah Bupati Kebumen pada dasarnya ingin memberi tahu kepada masyarakat Beriman ini bahwa visi pembangunan ekonomi Kabupaten Kebumen bertumpu pada pola pengembangan ekonomi kreatif.  Secara teoritis, kegiatan ekonomi kreatif memang bertumpu pada kekuatan individu pelaku yang bergerak di satu atau beberapa sub sektor. Pada sub sektor percetakan dan penerbitan, secara kebetulan saya menemukan sebuah fenomena unik. Yaitu hadirnya sebuah usaha jasa fotokopi yang dilakukan oleh Wawan Nur Sugiantoro atau yang lebih akrab disebut Iwan Nsca. Sulung dari 8 bersaudara asal Desa Seliling, Kecamatan Alian ini orangnya grapyak. Mudah bersahabat dengan siapapun dari segala usia dan lapis sosial. Dari siswa/i SD, guru, pegawai sampai "orang jalanan". Dengan tipologi pribadi yang familiar tadi, mungkin tak ada yang pernah menyangka ia akan jatuh mental ke titik terendah.

Potensi diri Iwan
Layanan prima sang wirausahawan sosial

Jenuh dengan suasana yang dijalani dalam pekerjaan sebelumnya membuat pria 27 tahun, berputra satu yang diberi nama Naufal Putra Syah Irawan (18 bulan) dari pernikahannya dengan Ida Rohyani , memutuskan untuk "beristirahat".  Ada resah dan gelisah yang begitu kuat menggelantung angannya di masa depan. Dalam benak yang berkecamuk antara keinginan berusaha mandiri, menjalani kehidupan sosial selaku kepala rumah tangga dan cermin bagi ke 7 saudara sekandung, ia merasakan kegelisahan itu semakin dalam di hari-hari awal sebagai "pengangguran". Seorang sahabat karibnya, Ari Kuwatno, menangkap kegelisahan ini dan terus memberi motivasi agar segera bangun - bangkit dan lari.  Suara-suara sang sohib akhirnya mampu ditangkap oleh sensor-sensor sel syaraf di otak kanan Iwan. Begitu bangun, Iwan langsung bersujud syukur kepada Sang Maha Pencipta. Bahwa dirinya masih diberi kesempatan menikmati hangatnya sinar mentari pagi bersama para sohib yang selama ini dipandang sebelah mata oleh banyak orang pongah yang duduk di pemerintahan dan DPRD. Mereka yang menyebut diri komunitas  Solidaritas Berbagi Rejeki (KSBR) adalah sebuah komunitas dari beragam profesi yang sekarang dikatuai Yani nDeng, seorang tukang kunci yang mangkal di depan Apotik Pemuda. Dan siapa sangka bahwa komunitas "orang jalanan" ini telah banyak berbagai kebahagiaan kepada para fakir miskin, anak-anak yatim piatu dan terakhir mengulurkan bantuan bagi korban tanah longsor di Desa Kaligending beberapa waktu lalu ?

Foto sampul  Fb.Iwan Nsca 
KSBR berbagi kebahagiaan dengan tukang becak
KSBR berbagi kebahagiaan dengan anak yatim piatu di PA Aisyiyah Hj Alfiatun Kebumen 1
  
KSBR berbagi kebahagiaan dengan anak yatim piatu di PA Aisyiyah Hj Alfiatun Kebumen 2

Anggota KSBR berbagi kebahagiaan dengan anak yatim piatu di PA Aisyiyah Hj Alfiatun Kebumen 3

KSBR berbagi kebahagiaan dengan anak yatim piatu di PA Aisyiyah Hj Alfiatun Kebumen 1


Kiprah  KSBR mengingatkan saya dengan Sky Doors,  sekelompok relawan kemanusiaan dari lingkungan Pasar Kretek Wonosobo  yang sebagian besar anggotanya beraktivitas di sekitar pasar kecamatan itu. Ketika bekerjasama dalam kegiatan kemanusiaan di Tempat Pengungsian Aman (TPA) Desa Jumoyo, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah tahun 2004 bagi penduduk lereng Gunung Merapi dan dilanjutkan dalam fase Operasi Tanggap Darurat Gempa DIY - Jateng 2006 di sekitar Markas PMI Kabupaten Bantul, mereka secara berseloroh sering mengungkapkan jargon kelompoknya "muka gali tapi berhati nabi". Memang, dilihat dari fisik dan penampilan mereka, orang awam akan menilai Sky Doors sebagai gali (gabungan anak liar, istilah popular sekarang adalah kumpulan preman). Tapi soal ketrampilan menolong korban bencana alam dan kecepatan gerak mereka tak diragukan sedikitpun. Seolah tak ada kata lelah dan menyerah.

Iwan dan KSBR seperti dua sisi mata uang. Paling tidak untuk saat ini. Di situ ada Iwan, di sana KSBR berada. Mencari keberadaan pos KSBR cukup mendatangi lapak Fotokopi Iwan di Jalan Pramuka 21. Berdampingan dengan kantor perusahaan plastik Naga Semut. Bermodal semangat terbangkitkan dari anggota KSBR, dorongan keluarga dan tekad diri menjadi "juragan buat diri sendiri" mengantar Iwan menapaki kehidupan baru di dunia usaha mandiri. Ketrampilan pribadinya mengelola jasa fotokopi, penjilidan, laminating dan aneka usaha jasa yang bermodal dasar sekitar Rp 22 juta, rona Iwan berbinar saat ditanya rencana ke depan. 
  
Sepekan lebih ia menjalani kegiatan yang suatu saat akan diarahkan menuju usaha percetakan dan penerbitan sebagai sub sektor ekonomi kreatif yang menjanjikan harapan cerah di masa depan. Jika hari-hari terakhir ini tiras fotokopinya baru mencapai kisaran angka 500 lembar/hari dengan satu unit mesin Canon IR5000 yang memang sudah berteknologi digital dan bertajuk image runner. Sangat boleh jadi, jumlah itu akan terus bertambah seiring dengan semakin luasnya jaringan kewirausahaan sosial yang dibangun bersama KSBR-nya. Apalagi jika ia mampu memaksimalkan potensi diri dan komunitasnya. Mengutip-lekatkan (copy paste) julukan buat Sky Doors, jangan pernah ada kata lelah dan menyerah untuk menjadi diri sendiri dan berbagi kebahagiaan dengan orang-orang di sekeliling kita. Di sanalah kekuatan wirausahawan sosial sejati. Dan sinyal jernih itulah yang akan ditangkap oleh sensor-sensor sosial masyarakat Kebumen di pekan, bulan dan tahun-tahun mendatang. 

Kamis, 09 Mei 2013

Mengapa OVOP ?

Sumbang pikir untuk Tema OVOP Kerajinan Pandan
 pada Lomba Riset Unggulan Daerah 2013



OVOP mengacu pada pendekatan GNS (Gross National Satisfaction) yang menitikberatkan kualitas atau “isi mengungguli bentuk”. Yang dimaksud isi adalah sumber-sumber daya potensial setempat yang dapat mengangkat harkat dan martabat masyarakat lokal atas upaya-upaya riil yang telah mereka usahakan untuk memenuhi hajat hidupnya. Inilah yang menjadi alasan utama munculnya gerakan OVOP. Penghargaan yang memadai atas hasil karya cipta yang memberi kepuasan ekonomi dan spiritual. Pola penghargaan serupa ini adalah pendekatan kultural dalam menggali dan mengembangkan nilai-nilai ekonomi suatu komunitas (desa, distrik dan seterusnya).
Pendekatan kultural  dalam bahasa yang paling sederhana adalah memanusiakan manusia. Dalam hal ini, budaya masyarakat komunal akan berbeda dibanding  yang individual. Pada umumnya, pola budaya masyarakat Indonesia adalah komunal dan paternalistik. Peran para pemuka atau tokoh sangat dominan dalam mewarnai pola kehidupan mereka. Demikian pula dengan simbol-simbol sosial. Seorang pemuka tanpa ada simbol sosial tertentu hanya akan menghasilkan artefak instan yang berdurasi pendek dan cenderung transaksional. Pertukaran nilai antara pemuka dan pengikut biasanya sebatas pemenuhan kebutuhan ekonomi dan kurang menjangkau nilai-nilai spiritual. Sehingga, proses pertukaran nilai relatif tidak diiringi dengan keterikatan batin yang membuat pemuka dalam waktu singkat akan ditinggalkan oleh pengikutnya.
     
 
Konsep OVOP dari penggagasnya menyaratkan ketentuan:
  • Local yet global (kekuatan lokal yang berpotensi global). Banyak sumber daya lokal yang berpotensi global. Revolusi teknologi informasi yang terjadi sangat cepat akhir-akhir ini menempatkan posisi media sosial semisal Facebook, Twitter, LinkedIn dll menjadi ajang pertukaran informasi global yang sering berujung dengan kesepakatan bertransaksi. Kemudahan mengakses internet dari ponsel semakin memperpendek jarak ruang dan waktu yang dalam teori ekonomi klasik bernilai tinggi. Bahkan, lapak pencarian terpopular saat ini yaitu Goggle telah mengembangkan program-program unggulan secara cuma-cuma  bagi para blogger. Karena itu, menghadirkan produk lokal bernuansa global saat ini relatif lebih mudah. Persoalannya, mampukah produk itu menghadirkan brand image sebagai produk unggulan secara kualitatif dan terpelihara kontinuitasnya ?  
  • Self reliance and creativity (kemandirian dan daya cipta). Masalah klasik dalam menggali potensi produk lokal yang bernuansa global adalah budaya kerja yang mampu mengimbangi atau menjawab tantangan  pasar kekinian. Pada umumnya, budaya kerja masyarakat Indonesia relatif lemah kecuali bagi pribadi-pribadi yang memiliki kemandirian sikap dan berpola-pikir terbuka (outward looking). Gerakan masyarakat madani (civil society) di era keterbukaan saat ini mestinya mampu mendorong lebih banyak lagi pribadi-pribadi mandiri, kritis dan bekerja sesuai perkembangan daya cipta (creativity) pribadinya. Lingkungan, terutama pemerintah memberikan apresiasi memadai kepada mereka. Dan insentif agar kreativitas yang ada pada pribadi-pribadi tadi membawa dampak positif bagi lingkungan sekitarnya. Di sinilah letak peran pemerintah selaku penentu kebijakan publik. Intervensi sebatas hal-hal regulatif dan penyediaan fasilitas publik semisal jalan berhotmix, pembangkit listrik dsb; akan memacu pertumbuhan dan perkembangan aktivitas produktif masyarakat lokal tsb.
  • Human resource development (pembangunan Sumber Daya Manusia). Berkait dengan penentuan kebijakan publik, badan-badan usaha yang mampu memberikan kontribusi positif bagi pembangunan sumber daya manusia lokal semisal melalui program CSR terarah layak diberi insentif. Demikian juga dengan perguruan tinggi yang konsisten melakukan kegiatan penelitian ilmiah dan pengabdian kepada masyarakat berkait dengan pengembangan sumber daya manusia lokal seperti yang dilakukan FSRD dan Sekolah Bisnis ITB yang merangsang tumbuh dan berkembangnya kampung-kampung kreatif di sekitar kota Bandung layak dipertimbangkan secara saksama sebagai mitra kerja jangka panjang pemerintah setempat. Apalagi jika ada Sekolah Menengah Kejuruan setempat yang membuka jurusan atau minimal program ekstra kurikuler khusus pengembangan produk unggulan lokal tsb.
Aplikasi program CSR terarah lebih menguntungkan tanpa disertai keharusan perusahaan ybs menjadi bapak angkat komunitas produktif lokal tsb. Pengalaman yang terjadi selama ini banyak membuktikan bahwa pola anak-bapak angkat tidak efektif dan hanya menguntungkan sebagian kecil orang baik yang ada di dalam komunitas, terutama orang-orang atau lembaga yang “merasa memiliki” tapi tak pernah atau tak mampu memelihara kontribusi positifnya bagai pengembangan sumber daya manusia lokal.   

Kunci sukses aplikasi OVOP:
  1. Local residents’ awareness for their own potential and their region’s resources. Kesadaran masyarakat setempat atas potensi diri dan sumber-sumber daya yang ada di lingkungannya.
  2. Recognition of treasures in the area. Pengakuan sebagai kekayaan (budaya dan ekonomi lokal)
  3. Continuity is Power (kontinuitas sebagai kekuatan utama)
  4. High-value-added Products (produk-produk yang dihasilkan bernilai tambah tinggi).
  5. Secured sales route (ada jaminan atas ketersediaan produk yang siap jual).
  6. Human resources development (pembangunan sumber daya manusia)
Ke 6 kunci sukses di atas cukup jelas.

Think globally, Act Locally
(berpikir secara global, bertindak dengan cara lokal)

Berpola pikir global atau terbuka (outward looking) pada dasarnya adalah cara berpikir  keluar dari kerangka yang biasanya terjadi (out of box) dan tidak gaptek / gagap teknologi (as sound of  IT update). Itulah yang terjadi dalam OTOP di Thailand. Program internet masuk desa untuk memacu perkembangan aktivitas produktif dan inovatif masyarakat desa. Sehingga aliran informasi dari dan ke setiap desa yang memproduksi barang-barang berkualitas tinggi dan layak jual secara global berlangsung lancar.  Dan transaksi dapat dilakukan dengan lancar juga.
Bertindak dengan cara lokal pada intinya adalah penghormatan atas tradisi dan kearifan lokal. Keberhasilan OTOP di Thailand adalah kepiawaian pemerintah setempat menginspirasi, bukan mengintervensi, perubahan pola pikir  yang kemudian berdampak positif dalam pola tindak masyarakat setempat dengan tetap mengapresiasi tradisi dan kearifan lokal secara proporsional.

Demikian sumbang pikir saya secara garus besar sebagai dukungan pribadi bagi upaya Pemkab Kebumen mengintensifkan kualitas material dalam Lomba Riset Unggulan Daerah 2013 yang bertema OVOP Kerajinan Pandan ini. Semoga yang sedikit ini bermanfaat. 

Minggu, 05 Mei 2013

Yang Cantik Dari Indah (Sambungan)


Bagaimanapun, keputusan telah diambil dengan segala risikonya. Dan kedua orangtua Wiwid ternyata mendukung keputusan itu. Dengan sisa tabungan selama ia bekerja di pasar swalayan dan keuntungan yang disisihkan untuk modal mengembangan bisnis produk kemasan di Kebumen, ia terpaksa pulang-pergi Kebumen-Purwokerto dengan kereta api atau bis jarak pendek. Restu dan keterlibatan sang bunda dalam memproduksi kotak-kotak kemasan yang ia tekuni mulai mendapatkan pasar di tanah kelahiran. 

Keuletan dirinya melobi pemilik Jadi Baru Swalayan yang baru dua tahun beroperasi di Kebumen akhirnya membuahkan hasil. Ia mendapat sepetak ruang di lantai atas yang kemudian bertambah seiring dengan volume penjualan produk-produknya. Menurut penuturan Wiwid yang dikuatkan sang bunda, toko swalayan ini menerapkan sistem bagi hasil yang saling menguntungkan. Meski belum semua barang yang dititipkan laku terjual, pihak manajemen toko membayar penuh secara periodik. Kemudahan inilah yang medorong Wiwid berani mengutarakan niatnya untuk segera berumah tangga dan ikut suami hidup di Kota Kembang, Bandung.

Sepeninggal Wiwid, usahanya diteruskan sang bunda bersama suami dan adiknya yang masih siswa kelas 1 SMP. Bu Sapto mengambil alih semua, dari membeli bahan, produksi sampai pemasarannya. Ketika saya tahu hasil produksi mereka unik dan berkualitas, tanpa ragu ikut mendorong Indah untuk mengaplikasikan pelajar matematika yang didapat di  sekolah. Tak sampai sebulan, Indah (Vicky) mampu menghadirkan model baru berupa kemasan segi delapan yang selama ini baru berbentuk kotak atau persegi panjang.

Indah dan kedua orangtuanya telah membuat dan memasarkan 27 jenis (varian), Dengan tambahan satu dari segi delapan, Indah bermaksud membuat model-model baru yang lebih aplikatif. Semisal berbentuk hati atau silindrik (bulat). Kedua model ini memang masih diuji-coba produksi. Bahkan ketika saya sarankan ia membuat berbagai model produk kombinasi dengan limbah batang pisang (gedebog) kering serta pandan, ia sangat antusias. 


Mendorong semangat wirausaha untuk remaja seusia Indah memang memerlukan kiat khusus: 
  1. Harus mampu menyelami dunia remaja kekinian;
  2. Mengajak dengan cara dan gaya bahasa mereka;
  3. Memberi contoh sesuai logika yang ia miliki;
  4. Mendorong kreatifitas tanpa penekanan target volume dan nilai transaksi;
  5. Tetap mengutamakan kegiatan belajar mengajar (sekolah)

Vicky Indah adalah potensi sumber daya manusia masa depan bagi diri, lingkungan dan masyarakatnya. Peran utama orang-orang dewasa di sekitarnya adalah  menyediakan ruang dan suasana kondusif. Jika di lingkungan itu ada beberapa orang seperti Indah, jangan biarkan mereka berkembang tanpa arah dan tujuan yang jelas. Merekalah tunas-tunas muda yang akan menentukan masa depan bangsa Indonesia. Semoga      

Rabu, 01 Mei 2013

Mengintip Ruang Kosong di Rumah Bupati


Rumah Bupati Kebumen ada dua. Pertama bernama rumah dinas bupati yang ada di depan alun-alun kota. Kedua, ada  di alam maya ini bertajuk diseminasi, satu istilah lain dari penularan atau penyebar luasan informasi terprogram. Dari ke 14 ruang yang ada, hanya dua ruang atau kategori yang terisi. Yaitu ruang kerajinan dan ruang Televisi dan Radio. Semua ruang yang ada di bagian diseminasi adalah sub-sub sektor ekonomi kreatif. Dengan logika sederhana, Kabupaten Kebumen punya keinginan menjadikan ekonomi kreatif yang limabelas sub sektor itu (termasuk periklanan yang belum punya ruang di rumah Bupati) sebagai rencana atau program pembangunan ekonomi di wilayah kerjanya.

Barangkali, pengelola rumah Bupati Kebumen di alam maya itu terlalu disibukkan oleh banyak hal lain yang lebih penting dari pada bagian diseminasi. Apapun istilahnya, rasa ingin tahu saya sudah cukup lama. Ruang-ruang kosong itu adalah potensi besar yang dapat menjadi kekuatan besar pula untuk menggerakkan roda perekonomian daerah yang berkesan jalan di tempat atau tanpa arah yang jelas. Dalam bahasa “orang pintar” itu quo vadis perekonomian Kab. Kebumen?

Jika dilihat dari visi menuju Kabupaten Kebumen yang modern, berkepribadian demi memakmurkan dan mensejahterakan masyarakat. Serta dengan misi (4) memaksimalkan potensi daerah untuk kemakmuran rakyat dan (5) memperluas jaringan sosial – ekonomi secara nasional maupun internasional demi kesejahteraan rakyat. Maka sangat jelas jawaban atas pertanyaan di atas yaitu menuju kemakmuran dan kesejahteraan rakyat melalui pengembangan secara maksimal potensi daerah dan memperluas jaringan sosial-ekonomi. Caranya ? Isi dan maksimalkan ruang-ruang kosong di rumah Bupati itu dengan hal-hal nyata dan dapat dirasakan kehadiran serta manfaatnya bagi segala upaya menuju misi Kabupaten Kebumen tsb.
Kabupaten Kebumen punya potensi luar biasa di ruang kerajinan. Selain anyaman pandan yang tahun ini menjadi tema Riset Unggulan Daerah 2013 yang ada di Kecamatan Karanganyar, Karanggayam, Sempor dan Gombong. Juga ada beberapa sentra kerajinan tradisional yang masih aktif semisal anyaman bambu di Kecamatan Petanahan (tudung, besek dll), sabut kelapa di Kecamatan Buluspesantren dan sekitarnya serta beberapa aktivitas produktif kerajinan lain. Jika dipetakan dengan jelas dan terkini, maka ruang kerajinan akan berisi penuh informasi bermanfaat selain yang terpampang di sana. Ada Kerajinan Kain Perca Irma Suryati dkk , kerajinan akik dan batu mulia Luk Ula dsb.


Dengan adanya niatan Pemerintah Kabupaten Kebumen untuk menyelenggarakan Lomba Riset Unggulan Daerah 2013 yang bertujuan memajukan wilayah ini memang patut diapresiasi. Apalagi jika pesertanya berasal dari mahasiswa dan/atau lembaga riset perguruan tinggi yang ada di Kabupaten Kebumen nampaknya akan menjadi nilai tambah tersendiri. Kalaupun tidak bisa, mungkin dengan cara mengundang peneliti luar yang didampingi oleh kalangan internal pendidikan tinggi di Kebumen. Dan selaku warga masyarakat yang punya perhatian khusus pada pengembangan OVOP maupun Ekonomi Kreatif, saya siap membantu sebatas kemampuan.