Minggu, 09 Februari 2014

Solidaritas Yang Mengubah Jalan Hidup - Bagian I

Iwan Fotokopi di Jalan Pramuka 21 Kebumen

Satu sisi kemanusiaan kita adalah kecenderungan berkumpul dalam sebuah komunitas kecil, sedang maupun besar. Pakar manajemen, David Mc. Clelland, membagi kecenderungan atau dorongan perilaku manusia (need of ) menjadi tiga. Yakni berkumpul, berkuasa dan berprestasi. Seseorang yang suka berkumpul akan menunjukkan kecenderungan kurang (mampu) berkuasa atau berprestasi. Demikian halnya dengan orang yang suka berkuasa akan punya kecenderungan kurang mampu berkumpul atau berprestasi. Sebaliknya, orang yang punya kecenderungan kuat untuk berprestasi akan mengalami kesulitan dalam berkumpul atau memupuk kekuasaan. Wirausaha atau wiraswasta termasuk dalam kelompok terakhir sebagai orang yang punya kecenderungan kuat berprestasi.

Teori motivasi berprestasi Mc. Clelland banyak diadopsi oleh warga masyarakat dunia pada dasawarsa 1980-an. Bahkan, Kementerian Perindustrian RI pernah menjadikannya sebagai satu program percepatan sebaran bibit-bibit kewirausahaan melalui Program Pengembangan Motivasi Berusaha (Achievement Motivation Training - AMT). Sektor kerajinan dan industri rumah tangga adalah sasaran utamanya. Sebagai orang yang pernah merasakan pelatihan itu, saya belum mendapatkan "roh" yang dapat memacu semangat dan daya hidup ke jalan menuju puncak prestasi. Dengan kata lain, dampak dari pelatihan itu kurang mengena. Apalagi mendarah daging.

Seiring perjalanan waktu, teori motivasi David Mc. Clelland mulai ditinggalkan dan berganti dengan pendekatan yang menggali sisi yang paling peka dalam diri manusia yaitu kalbu atau nurani. Muncul teknik manajemen qolbu ala Aa Gym (Abdullah Gymnastiar), metode ESQ-nya Ary Ginanjar Agustian yang (pernah) menjadi trend setting di kalangan manajemen BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dan banyak teknik lain oleh praktisi motivasi semisal Mario Teguh, Rheinal Khasali dengan Rumah Perubahan dan sebagainya. Kini muncul trend baru yang belum banyak dikenal oleh masyarakat luas yakni kewirausahaan sosial (social-preneurship). Intinya, kewirausahaan sosial adalah kegiatan wirausaha yang mengedepankan aspek sosial. Jika Mc. Clelland beranggapan bahwa individu adalah pijakan utama berprestasi. Dalam kewirausahaan sosial, komunitas adalah kekuatan pertama dan utama. Seorang wirausaha sosial, dengan segenap kesadaran akan merasakan kebahagiaan yang sulit diukur dengan takaran apapun ketika ia mampu "berbagi" dengan banyak orang lain.  Singkat kata, kewirausahaan sosial adalah bentuk atau pola kegiatan ekonomi yang dicita-citakan oleh Bung Hatta dalam Siasat Ekonomi yang sangat terkenal itu dan sesuai dengan sifat dasar manusia Indonesia yang sejatinya suka bergotong-royong.

Dalam tulisan berjudul mengintip ruang kosong di rumah Bupati Kebumen pada dasarnya ingin memberi tahu kepada masyarakat Beriman ini bahwa visi pembangunan ekonomi Kabupaten Kebumen bertumpu pada pola pengembangan ekonomi kreatif.  Secara teoritis, kegiatan ekonomi kreatif memang bertumpu pada kekuatan individu pelaku yang bergerak di satu atau beberapa sub sektor. Pada sub sektor percetakan dan penerbitan, secara kebetulan saya menemukan sebuah fenomena unik. Yaitu hadirnya sebuah usaha jasa fotokopi yang dilakukan oleh Wawan Nur Sugiantoro atau yang lebih akrab disebut Iwan Nsca. Sulung dari 8 bersaudara asal Desa Seliling, Kecamatan Alian ini orangnya grapyak. Mudah bersahabat dengan siapapun dari segala usia dan lapis sosial. Dari siswa/i SD, guru, pegawai sampai "orang jalanan". Dengan tipologi pribadi yang familiar tadi, mungkin tak ada yang pernah menyangka ia akan jatuh mental ke titik terendah.

Potensi diri Iwan
Layanan prima sang wirausahawan sosial

Jenuh dengan suasana yang dijalani dalam pekerjaan sebelumnya membuat pria 27 tahun, berputra satu yang diberi nama Naufal Putra Syah Irawan (18 bulan) dari pernikahannya dengan Ida Rohyani , memutuskan untuk "beristirahat".  Ada resah dan gelisah yang begitu kuat menggelantung angannya di masa depan. Dalam benak yang berkecamuk antara keinginan berusaha mandiri, menjalani kehidupan sosial selaku kepala rumah tangga dan cermin bagi ke 7 saudara sekandung, ia merasakan kegelisahan itu semakin dalam di hari-hari awal sebagai "pengangguran". Seorang sahabat karibnya, Ari Kuwatno, menangkap kegelisahan ini dan terus memberi motivasi agar segera bangun - bangkit dan lari.  Suara-suara sang sohib akhirnya mampu ditangkap oleh sensor-sensor sel syaraf di otak kanan Iwan. Begitu bangun, Iwan langsung bersujud syukur kepada Sang Maha Pencipta. Bahwa dirinya masih diberi kesempatan menikmati hangatnya sinar mentari pagi bersama para sohib yang selama ini dipandang sebelah mata oleh banyak orang pongah yang duduk di pemerintahan dan DPRD. Mereka yang menyebut diri komunitas  Solidaritas Berbagi Rejeki (KSBR) adalah sebuah komunitas dari beragam profesi yang sekarang dikatuai Yani nDeng, seorang tukang kunci yang mangkal di depan Apotik Pemuda. Dan siapa sangka bahwa komunitas "orang jalanan" ini telah banyak berbagai kebahagiaan kepada para fakir miskin, anak-anak yatim piatu dan terakhir mengulurkan bantuan bagi korban tanah longsor di Desa Kaligending beberapa waktu lalu ?

Foto sampul  Fb.Iwan Nsca 
KSBR berbagi kebahagiaan dengan tukang becak
KSBR berbagi kebahagiaan dengan anak yatim piatu di PA Aisyiyah Hj Alfiatun Kebumen 1
  
KSBR berbagi kebahagiaan dengan anak yatim piatu di PA Aisyiyah Hj Alfiatun Kebumen 2

Anggota KSBR berbagi kebahagiaan dengan anak yatim piatu di PA Aisyiyah Hj Alfiatun Kebumen 3

KSBR berbagi kebahagiaan dengan anak yatim piatu di PA Aisyiyah Hj Alfiatun Kebumen 1


Kiprah  KSBR mengingatkan saya dengan Sky Doors,  sekelompok relawan kemanusiaan dari lingkungan Pasar Kretek Wonosobo  yang sebagian besar anggotanya beraktivitas di sekitar pasar kecamatan itu. Ketika bekerjasama dalam kegiatan kemanusiaan di Tempat Pengungsian Aman (TPA) Desa Jumoyo, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah tahun 2004 bagi penduduk lereng Gunung Merapi dan dilanjutkan dalam fase Operasi Tanggap Darurat Gempa DIY - Jateng 2006 di sekitar Markas PMI Kabupaten Bantul, mereka secara berseloroh sering mengungkapkan jargon kelompoknya "muka gali tapi berhati nabi". Memang, dilihat dari fisik dan penampilan mereka, orang awam akan menilai Sky Doors sebagai gali (gabungan anak liar, istilah popular sekarang adalah kumpulan preman). Tapi soal ketrampilan menolong korban bencana alam dan kecepatan gerak mereka tak diragukan sedikitpun. Seolah tak ada kata lelah dan menyerah.

Iwan dan KSBR seperti dua sisi mata uang. Paling tidak untuk saat ini. Di situ ada Iwan, di sana KSBR berada. Mencari keberadaan pos KSBR cukup mendatangi lapak Fotokopi Iwan di Jalan Pramuka 21. Berdampingan dengan kantor perusahaan plastik Naga Semut. Bermodal semangat terbangkitkan dari anggota KSBR, dorongan keluarga dan tekad diri menjadi "juragan buat diri sendiri" mengantar Iwan menapaki kehidupan baru di dunia usaha mandiri. Ketrampilan pribadinya mengelola jasa fotokopi, penjilidan, laminating dan aneka usaha jasa yang bermodal dasar sekitar Rp 22 juta, rona Iwan berbinar saat ditanya rencana ke depan. 
  
Sepekan lebih ia menjalani kegiatan yang suatu saat akan diarahkan menuju usaha percetakan dan penerbitan sebagai sub sektor ekonomi kreatif yang menjanjikan harapan cerah di masa depan. Jika hari-hari terakhir ini tiras fotokopinya baru mencapai kisaran angka 500 lembar/hari dengan satu unit mesin Canon IR5000 yang memang sudah berteknologi digital dan bertajuk image runner. Sangat boleh jadi, jumlah itu akan terus bertambah seiring dengan semakin luasnya jaringan kewirausahaan sosial yang dibangun bersama KSBR-nya. Apalagi jika ia mampu memaksimalkan potensi diri dan komunitasnya. Mengutip-lekatkan (copy paste) julukan buat Sky Doors, jangan pernah ada kata lelah dan menyerah untuk menjadi diri sendiri dan berbagi kebahagiaan dengan orang-orang di sekeliling kita. Di sanalah kekuatan wirausahawan sosial sejati. Dan sinyal jernih itulah yang akan ditangkap oleh sensor-sensor sosial masyarakat Kebumen di pekan, bulan dan tahun-tahun mendatang. 

0 komentar:

Posting Komentar