Mengisi Ruang Kosong Di Rumah Bupati Kebumen - Bagian I

Dalam situs resmi Pemerintah Kabupaten Kebumen terdapat Ruang Diseminasi yang selama ini dibiarkan kosong. Ruang-ruang itu adalah 15 Sub Sektor dalam Ekonomi Kreatif,

KONSISTENSI KI ESSER KARTON

Slamet Riyanto yang biasa dipanggil Esser adalah satu seniman multi talenta yang konsisten memelihara sikap berkesenian melalui beragam karya kreatif. Satu diantaranya adalah wayang yang semua tokohnya dibuat dari kardus bekas kemasan dan limbah lainnya.

MENGINTIP RUANG KOSONG DI RUMAH BUPATI BAG..

Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan di sini.

MENGISI RUANG KOSONG DI RUMAH BUPATI KEBUMEN - BAGIAN III

OVOP Kerajinan Pandan adalah satu sub tema yang jadi Pemenang dalam lomba karya tulis ilmiah Riset Unggulan Daerah (RUD) tahun 2013. Sampai saat ini implementasi hasilnya belum jelas. Akankah nasibnya seperti Hipando yang terbengkelai ?

Tampilkan postingan dengan label Industri/ Ekonomi Kreatif. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Industri/ Ekonomi Kreatif. Tampilkan semua postingan

Minggu, 27 April 2014

Konsistensi Ki Esser Karton

Permainan Engkrek,

Selepas mengantar Kang Edie Bonggol Jagung menemui Ibu Ngatini di Desa Grenggeng Kecamatan Karanganyar Kabupaten Kebumen yang agak gelap sehabis diguyur hujan lebat sore hari menjelang maghrib, saya minta diturunkan di depan Masjid Agung Kebumen. Malam Minggu 26 April 2014 ini kebetulan di alun-alun ada pertunjukan musik oleh satu produsen sepeda motor yang tengah mengenalkan produk barunya. Dari kejauhan, sekilas nampak dua penyanyi perempuan tengah melantunkan lagu dangdut yang digemari. Entah berapa tahun tak pernah merasakan malam Minggu di alun-alun. Kaki beralaskan sendal jepit ini terus melangkah dan sesekali mata melihat suasana. Muda-mudi bercengkerama, Ada yang sambil menikmati hidangan dan... masya Allah. Di depan banyak orang, sepasang remaja berangkulan. Satu realitas malam yang hanya pernah didengar, kini ada di depan mata telanjang, Sangat jelas! Inikah sudut kecil rona wajah kotaku ???

Sambil menarik nafas panjang dan memohon ampun kepada Sang Maha Kuasa, kakiku terus menelusur jalan beton yang dibuat saat Rustriningsih jadi Bupati Kebumen. Hati ini agak bergolak. Akh...sudahlah! Bukan aku tak peduli lagi, tapi badan terasa kian bergetar. Hari ini waktu tidurku memang tak lebih dari tiga jam. Bersiap diri mengemban misi Himpunan Perajin Anyaman Indonesia (Hipando) yang ditinggalkan begitu saja oleh dua pengurus terasnya, Ketua Umum dan Sekretaris Umum. 

Tak terasa hampir empat tahun berjibaku memelihara daya hidup organisasi bagi para perajin dan pengusaha kerajinan anyaman se Indonesia ini. Risiko menerima amanat para peserta Musyawarah Nasional pertama setelah Hipando dinyatakan resmi berdiri pada 11 September 2009 di Hotel Maharani Jakarta Selatan 27-29 Juni 2010. Entah ini sebuah akal bulus sang Ketua Umum yang pernah menjadi anak didikku  dan ingin membenturkan dengan Sekretaris Umum karena terbelit masalah pribadi ? Aku bukan pengecut seperti dua orang muda yang telah banyak menikmati kemudahan dan kenikmatan pribadi lewat Hipando. 


***

Kakiku tiba-tiba berhenti tepat di depan sebuah pikulan bambu berhias jajar wayang karton dan aneka permainan anak jaman dulu. Gundahku seketika lenyap dan berganti senyum gembira. Pasti pemiliknya si dalang wayang kardus, Slamet Esser, gumam hatiku nan riang. Tak salah lagi. Dia tengah memegang satu alat/ mainan yang saat kutanyakan namanya adalah Engkrek. Permainan ini mirip sekali dengan ringen, sejenis olahraga atau olah gerak di cabang olehraga senam, Pemain menggelantung di sebuah pipa yang ditopang dua tiang. Pesenam akan melakukan gerak artistik dengan sebagian atau seluruh alat gerak tubuhnya. 

Permainan ala pesenam serba alat di arena olimpiade atau invitasi tertentu ini dilakukan dengan menekan kedua sisi serupa tiang yang dibuat dari bahan bambu tali. Ketika kuminya memeragakan semua gerakan secara perlahan agar dapat ditangkap dengan baik oleh kamera digitas mini yang senantiasa menemani perjalananku diberbagai suasana yang bernilai artistik maupun dokumentatif dalam tas selempat kecil pemberian teman kuliah di Jogja waktu itu. Inilah sebagian diantaranya yang bisa ditampilkan.







Semua peragaan dilakukan dengan mantap dan suka cita oleh Ki Dalang Wayang Kardus, Slamet Esser. Dari ekspresi wajah seniman serba bisa ini, Engkrek benar-benar hidup, Sesekali senyum simpulku mengembang seiring kepiawaian penjual mainan anak jadul (jaman dulu) yang mendapat sentuhan artistiknya. (bersambung)

Jumat, 18 April 2014

Kewirausahaan Sosial Pada Kegiatan Ekonomi Berbasis Komunitas (2)


Kewirausahaan Sosial
1.     Definisi Umum :
Kewirausahaan Sosial adalah disipllin ilmu yang menggabungkan antara kecerdasan berbisnis, inovasi dan tekad untuk maju ke depan.

2.     Paul C. Light:
Kewirausahaan Sosial adalah individu, kelompok, organisasi, jejaring atau aliansi yang berupaya secara berkelanjutan dengan cara berbeda dalam mengatasi masalah sosial signifikan.

Kegiatan Ekonomi Berbasis Budaya/ Komunitas:

1.     OVOP (One Village One Product)

Dicetuskan oleh mantan Gubernur Perfektur Oita Jepang berdasarkan hasil pengalaman di MITI (Kementerian Industri dan Perdagangan Jepang) dan kondisi faktual setempat yang tidak memungkinkan dikembangkan dengan pendekatan industri berteknologi tinggi. Pilihannya, memanfaatkan potensi lokal yang dapat diangkat sebagai produk/ jasa bernilai tambah tinggi untuk pasar lokal dan khususnya global.

Langkah pertama adalah mengubah pendekatan pembangunan ekonomi konvensional yang berbasis GNP (Gross National Product) menjadi GNS (Gross National Satisfactory)  dan menyodorkan tiga formula tentang OVOP yang harus memenuhi kriteria dasar:
  • Local yet global (kekuatan lokal yang berpotensi global) àproduk/jasa yang mengandung kearifan lokal namun dapat dikembangkan sampai pasar global
  • Self Reliance and Creativity (penghargaan tinggi atas kearifan budaya lokal yan mengandung nilai-nilai kreativitas;
  • Pengembangan Sumber Daya Manusia


Kunci Sukses OVOP
Ø  Local residents’ awareness for their own potential and  their region’s resources
Ø  Recognition of treasures in the area
Ø  Continuity is Power  
Ø  High-value-added Products
Ø  Secured sales route
Ø  Human Resources Development.
  
2.    Ekonomi Kreatif

Ekonomi Kreatif merupakan sebuah konsep ekonomi di era ekonomi baru yang mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan  stock of knowledge dari Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya.

Ekonomi kreatif sering disebut sebagai revolusi industri gelombang ke 4. Ada 15 jenis (sub sektor) di dalamnya yaitu:
  1. Kerajinan
  2. Kuliner
  3. Seni pertunjukan
  4. Musik
  5. Permainan kreatif
  6. Busana/ fesyen
  7. Teknologi Informasi dan Komunikasi
  8. Periklanan
  9. Radio  dan Televisi
  10. Fotografi – Video dan Film
  11. Desain
  12.  Arsitektur
  13. Penerbitan dan percetakan
  14. Pasar barang seni
  15. Riset dan pengembangan.


 Pelaku Ekonomi  Kreatif:

1.      Artis – Seniman  dan perajin
2.     Guru – Dosen – Peneliti
3.     Advokat – Akuntan – Penasihat Investasi
4.     Teknisi dan para perekayasa
5.     Para profesional
6.     Manajer Rumah Tangga
7.     Sukarelawan PMI
8.     Dan lain lain.

Kamis, 20 Februari 2014

Mengisi Ruang Kosong di Rumah Bupati Kebumen – Bagian I

Ilustrasi: saat pengambilan gambar film indi Pelukan Sang Pelangi di akun-alun Kebumen.

Dalam tulisan mengintip ruang kosong di rumah Bupati Kebumen, dari 15 sub sektor ekonomi kreatif baru ada dua yang hadir di sana. Sub sektor TV & Radio yang diwakili Ratih TV dan In FM yang kondisinya disebut merana dan merintih oleh PakBos-nya. Dan kerajinan yang diwakili oleh kegiatan produksi kerajinan bambu dan bedug. Sementara itu, ke 13 sub sektor lain belum ada isinya alias kosong. Ke 13 sub sektor itu adalah musik- seni pertunjukan- desain- arsitektur- pasar barang seni- permainan kreatif- IT- busana- riset dan pengembangan- fotografi,  video dan film- kuliner- periklanan serta percetakan dan penerbitan. Dan dari dua sub sektor yang telah terisi tadi, dunia kerajinan masih terbuka lebar dengan beragam potensi.

Pada bagian ini, ada satu hal yang mungkin dianggap biasa karena telah menjadi rutin. Yaitu car free day yang telah menjadi agenda tetap pemerintah maupun masyarakat di setiap hari Minggu jika alun-alun kota tak dipakai untuk kepentingan lain. Acara rutin yang diagendakan oleh Pemerintah Kabupaten Kebumen melalui kordinasi Kasi Olahraga Disdikpora sementara waktu ini tentu lebih banyak diisi dengan hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan olahraga seperti senam, jogging dan sebagainya. Meski demikian, seperti biasa, di setiap pusat keramaian, selalu muncul pedagang aneka kuliner dan kaki lima lainnya. Sejauh yang diketahui, potensi ekonominya kurang dioptimalkan secara terencana sebagai upaya pengembangan/ pembangungan sistem perekonomian lokal.

Di beberapa kota lain, banyak aktivitas kreatif diikutsertakan dalam mengelola agenda rutin hari bebas kendaraan bermotor ini. Di Jakarta yang selama ini (seolah) menjadi cermin Kebumen, minggu lalu diselenggarakan pesta busana jalanan yang diberi judul Sunday Dress Up (SDU) dengan catwalk terpanjang di dunia dari Bundaran HI sampai Monas pada 16 Pebruari 2014. Di sepanjang jalan yang dilalui, para peraga busana jalanan ini menampilkan aneka busana dan asesori dengan cara dan gaya masing-masing. Yang menarik adalah dominasi kain batik aneka rupa muncul di sana. Acara ini memang disiapkan sebagai pembuka bagi sebuah hajatan besar Pekan Busana Indonesia (Indonesia Fashion Week/ IFW) 2014 yang akan diselenggarkan 20 – 23 Pebruari 2014 di Jakarta Convention Center.

Sunday Dress Up - road to IFW 2014-1
Sunday Dress Up - road to IFW 2014- 2


Melakukan copas (copy-paste) secara keseluruhan untuk event sebesar itu tentu akan sulit dilakukan. Tetapi ada hal yang  bisa diwujudkan dalam skala lokal untuk memberi nilai lebih dalam mengisi aktivitas car free day yang dapat merangsang perkembangan beragam aktivitas ekonomi kreatif di Kabupaten Kebumen dengan pelibatan sejumlah komunitas yang telah ada. Misalnya yang  dilakukan oleh komunitas seni pertunjukan teater yang bisa dikombinasikan dengan pentas musik dan peragaan busana serta bazar produk-produk kerajinan. Untuk sementara waktu, kolaborasi beberapa sub sektor ekonomi kreatif itu dilakukan sebulan sekali atau dua kali. Dan yang terpenting adalah menanggalkan pola pikir lama yang formalistik dan senantiasa mengaitkan dengan kapasitas anggaran pemerintah yang memang selalu dibatasi. Serta menumbuhkan suasana yang  terbarukan yang merangsang tumbuh dan berkembangnya beragam aktivitas kreatif warga masyarakat.

Pilihan lokasi catwalk - 1 membujur Barat-Timur di sisi Utara
Pilihan lokasi catwalk - 1 membujur Barat-Timur di sisi Selatan


Jika acara khusus seperti di atas telah menjadi agenda tetap, perlahan dan pasti, dampak ekonominya akan mengikuti. Pada awal waktu, mungkin saja kuantitas dan kualitas kegiatan tak sesuai harapan untuk menjadikannya sebagai pemicu aktivitas pengembangan skala perekonomian daerah. Tetapi, seiring perjalanan waktu, agenda yang sebaiknya diprogram ini akan meningkatkan daya tarik masyarakat dan pihak-pihak tertentu yang selama ini belum nampak sebagai sumber kekuatan baru dalam pola pembangunan ekonomi kewilayahan berbasis kreativitas. Karena, pada hakikatnya, setiap orang punya potensi kreatif dan banyak diantaranya tidak menyadari sebagai potensi ekonomi. Pendekatan ekonomi kreatif membuka peluang munculnya para pelaku wirausaha baru dibanding pendekatan konvensional.

Pengisian agenda khusus pada acara rutin car free day tak harus mengeluarkan dana tambahan jika pemerintah mau menggandeng pihak swasta lokal maupun nasional untuk memfasilitasi beragam aktivitas kreatif tadi.

Di sisi lain, banyak potensi ekonomi yang akan terdorong maju semisal Batik Tanuraksan dan sejumlah perajin konveksi di desa Karangsari yang berada di sekitar kota untuk urusan peragaan dan transaksi busana. Yang diperlukan adalah komitmen dan kerjasama lintas sektor. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan diwajibkan menyediakan tema utama agar selaras dengan program yang tengah dikembangkan pada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif melalui program Sentra Kreatif Rakyat-nya. Sementara itu, Dinas Koperasi dan UMKM juga diwajibkan untuk segera mewujudkan hasil lomba Riset Unggulan Daerah 2013. Yaitu OVOP bagi kerajinan anyaman pandan. (bersambung).  

Rabu, 19 Februari 2014

Ketika Jakarta Ingin Seperti Harajuku


Harajuku adalah satu pusat busana jalanan yang kini telah terkenal di seluruh penjuru jagad raya ini. Di lokasi ini ada beragam butik, mal-mal yang memajang beragam busana serta semua hal yang berkait dengan dunia busana. Harajuku adalah sebuah kampung kecil yang berubah menjadi pusat busana dan budaya kaum muda pasca Perang Dunia II. Adanya barak militer tentara Amerika Serikat di Bukit Washington membawa dampak yang cukup besar bagi kaum muda setempat dalam berbudaya Barat. Apalagi setelah penyelenggaraan Olimpiade 1964 yang menjadikan Harajuku sebagai lokasi perkampungan atlet, proses asimilasi budaya semakin kuat. Sejak berdirinya mal khusus busana pada 1978, Harajuku seolah memantapkan posisinya sebagai pusat bisnis busana dunia dengan konsep jalanan-nya.





Indonesia Fashion Week (Pekan Busana Indonesia) yang akan diselenggarakan di jakarta Convention Center 20 – 23 Pebruari 2014 adalah sebuah ajang kreatif yang melibatkan semua pemangku kepentingan. Sebagai motor penggerak adalah Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang didukung oleh tiga kementerian terkait yaitu Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UMKM serta Kementerian Perindustrian yang mengusung tema besar Green and Local Movement. Tema yang intinya mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk mencintai produk-produk lokal (buatan dalam negeri) dan yang ramah lingkungan.

Indonesia Fashion Week  mengajak warga Jakarta untuk ramai-ramai memamerkan gaya lokal terbaiknya pada tanggal 16 Februari 2014 lalu melalui event Sunday Dress Up. Aksi yang didukung oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif ini telah berlangsung pada saat Car Free Day di bundaran HI hingga area Monas. Ratusan partisipan dari berbagai komunitas umum melebur bersama desainer, model, pelaku media hingga murid sekolah mode. Mereka memakai busana bernuansa konten lokal dan melakukan "demo" dengan membawa slogan-slogan seputar local movement.





Dengan Local MovementLocal Movement, Indonesia Fashion Week akan semakin memperkuat rasa cinta dan bangga pada negeri sendiri beserta produknya. Berbagai rangkaian pra-event yang seru dan penuh energi segar seperti Sunday Dress Up ini diharapkan dapat memperkenalkan "gaya Indonesia" kepada dunia. Sudah saatnya kita bangga memakai produk yang menunjukan identitas diri kita. Indonesia yang kaya akan material, detail hingga styling, punya ciri fashion tersendiri yang berbeda dibandingkan dengan ciri fashion yang sudah ada di dunia.

Mungkin suatu hari nanti di Jakarta akan ada area khusus seperti di Harajuku-Jepang, dimana semua orang dapat "memamerkan" gaya lokalnya masing-masing. Lalu perlahan tapi pasti, warga dunia akan menoleh pada "gaya lokal" Indonesia. Dan kita pun dapat berkata dengan bangga,"Gaya ini adalah gaya lokal Indonesia!".  Mimpi itu dimulai dari sekarang, dan kita semua ikut andil dalam mewujudkannya!

Itulah obsesi Jakarta yang selama ini telah menjadi barometer kehidupan di tanah air. Selain merupakan ibukota negara dan pusat pemerintahan, Jakarta juga menjadi pusat beragam aktivitas bisnis. Di bidang busana, selain Tanah Abang yang telah menjadi pusat bisnis busana kelas menengah-bawah, banyak pusat busana yang ada di berbagai mal dan pusat belanja kelas menengah-atas yang tersebar di seantero Jakarta. Rumah-rumah mode dan toko-toko online yang menyediakan busana beragam keperluan dan harga terus bertumbuh. Belum lagi sejumlah konveksi, modiste dan tailor. Semua itu merupakan faktor pendukung yang sangat kuat bagi tumbuh dan berkembangnya bisnis busana.


Dengan pengakuan Unesco bagi batik tulis Indonesia sebagai warisan budaya dunia (world herritage) semakin menambah rasa percaya diri para perancang dan pebisnis busana untuk terus memantapkan diri dan industri kreatif ini ke posisi puncak. Pekan Busana Indonesia memang layak diapresiasi sebagai satu jalan utama untuk menggapai asa Jakarta setara dengan atau lebih tinggi dari Harajuku di Jepang. Diperluat dengan gerakan lokal dan ramah lingkungan (local and green movement) serta upaya serius menumbuh-kembangkan Sentra-Sentra Kreatif Rakyat di berbagai daerah tujuan wisata unggulan, bukan satu hal yang mustahil jika tak lama lagi ada Harajuku ala Jakarta. Tentunya dengan satu harapan besar lain, situasi politik dalam negeri cukup kondusif. Semoga.

Jumat, 14 Februari 2014

Sentra Kreatif Rakyat : Ekonomi Kreatif vs OVOP?

Batik Tanuraksan di Kabupaten Kebumen: minim pengembangan dan kepedulian pemerintah lokal.

Tidak mudah memahami pola kebijakan pembangunan ekonomi pemerintah saat ini karena terlalu banyaknya kepentingan politik sektarian yang ada di dalamnya. Menurut mantan Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution di sini, masalah industrialisasi di tanah Air tidak berubah sejak 40 tahun lalu yaitu ketidakmampuan melahirkan industri bahan baku yang tangguh. Akibatnya, Indonesia selalu menghadapi masalah defisit transaksi berjalan akibat melonjaknya impor bahan baku dan bahan antara. Tekanan terhadap akun lancar akan semakin berat mengingat pertumbuhan industri manufaktur hampir selalu lebih rendah daripada pertumbuhan ekonomi. Akibatnya, peranan industri manufaktur dalam produk domestik bruto melorot secara konsisten, dari titik tertingginya 29 persen pada 2001 menjadi hanya 23,7 persen tahun 2013 di sini.

Sentra Kreatif Rakyat adalah sebuah program implementatif dalam pola pembangunan ekonomi kreatif pada sub sektor kerajinan, khususnya batik, yang dikelola oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Dari beberapa tulisan yang dapat saya kumpulan di sini,  di portal berita ekonomi ini,  dan di portal Indonesia Kreatif serta hasil diskusi singkat dengan penanggung-jawab program pada tulisan ini , saya berpikir keras untuk menolak prediksi orang kampung yang sok tahu. Tumpang tindih kebijakan atau kegamangan atas target waktu yang akan mengikuti masa akhir pemerintahan saat ini ?

Memang disebutkan bahwa tujuan program Sentra Kreatif Rakyat (SKR) adalah pelaku ekonomi kreatif yang dengan cukup mudah dapat ditafsirkan sebagai individunya sesuai karakter dasar ekonomi kreatif. Tetapi batasan ini jadi mengambang ketika menjadikan kearifan lokal sebagai dasar pijakannya. Sementara itu, kita juga harus menyadari bahwa kearifan lokal adalah produk budaya yang dapat berwujud artefak semacam batik. Per definisi, Sentra Kreatif Rakyat adalah implementasi OVOP (One Village One Product). 

Masih dengan pengandaian orang kampung yang sok tahu, menilik beragam kriteria yang harus dipenuhi oleh Kordinator Wilayah SKR selaku penanggung-jawab program. Sistem yang akan dibangun menjadi semakin kabur jika hanya berdasarkan pemikiran bahwa di setiap wilayah pengembangannya telah ada atau akan diadakan kegiatan ekonomi kreatif berdasar asumsi tentang sebaran wilayah artefak budaya tadi sebagai upaya memperkuat pengakuan dunia bahwa batik tulis Indonesia adalah warisan dunia (world heritage). Bagaimanapun kuatnya idealisme yang melatarbelakangi munculnya program SKR. banyak tantangan yang harus mampu dijawab dengan benar baik. Diantaranya adalah:
  1. Apakah Ekonomi Kreatif merupakan pilihan utama strategi pembangunan ekonomi nasional yang tercantum dalam MP3EI (Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia) 2025? 
  2. Apakah Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif tetap dipertahankan pada pemerintahan hasil pemilu 2014 ?
  3. Apakah SKR tetap berlangsung dengan rerangka berpikir yang ada saat ini ?
  4. Atau, akankah program SKR  lebih menarik perhatian pemerintah dan para politisi di DPR ketimbang program lain semisal OVOP?
  5. Jika program SKR tetap dipertahankan, bagaimana konsekuensinya bagi pemerintah daerah yang lebih memilih program alternatif ?
  6. Dan lain-lain pertanyaan yang bermuara pada satu kegelisahan publik. Bagaimana situasi politik pasca pemilu 2014 ?
Dalam banyak hal, secara pribadi saya dapat memahami rerangka berpikir Program Sentra Kreatif Rakyat yang ada saat ini. Namun, sejarah politik kita yang masih bernuansa Ken Arok-isme sedikit banyak menumbuhkan sejumlah pertanyaan besar di atas. Kecuali ini dirancang dalam pola gerakan nasional yang mandiri dan berkelanjutan. Karena itu, implementasi Program SKR memang harus ditulang-punggungi oleh para militan yang berpikir cerdas dan nasionalis. Tanpa hal itu, jargon "ganti menteri, ganti kebijakan" akan menjadi sangat nyata.         

Rabu, 12 Februari 2014

Kunjungan singkat di Basecamp Indonesia Kreatif

Ilustrasi: dialog budaya pada Gelar Panggung Teater Kebumen 2009.

Sejak awal saya sudah memperkirakan bahwa pertemuan singkat sekitar satu jam yang semula bersifat formal akan berubah jadi diskusi dengan sejumlah "masalah besar". Bertemu dan berbicara dengan orang-orang muda hebat di basecamp Indonesia Kreatif jauh lebih menarik perhatian ketimbang "panas"-nya Jakarta.  

Seperti biasa, sebelum memutuskan berangkat ke tempat yang belum dikenal, saya akan berusaha sekuat tenaga agar ada informasi awal sekaligus menguji teman-teman yang dimintai bantuan tentang aplikasi prosedur TMS (tracing and mailing service), sebuah teknik mencari dan menemukan anggota keluarga yang hilang dalam peristiwa bencana alam atau konflik bersenjata. Prosedur standar yang kini disebut RFL (refugee family linkage) . Entah apa penyebabnya, cara ini gagal dilaksanakan. Akhirnya saya putuskan untuk melakukan sendiri dan alhamdulillah berhasil. Termasuk menjejak informasi dari sebuah warung kopi tak jauh dari lokasi pencarian.

Basecamp Indonesia Kreatif menempati sebuah bangunan mini berlantai tiga di sekitar Kalibata Jakarta Selatan. Begitu masuk ruang berukuran sekitar 30m2, saya merasakan suasana yang sangat berbeda. Tata letak ruang di lantai pertama yang berfungsi ganda sebagai ruang tamu, ada satu meja resepsionis tergolong mini dan sederhana. Dua perempuan muda yang menerima kedatangan saya cukup ramah dan cekatan. Yang menarik dari layout kantor manajemen Indonesia Kreatif adalah latar belakang meja resepsionis yang berfungsi ganda sebagai rak perpustakaan mini, interior ruang dan penyekat ruang. Tanpa kesulitan, tamu dapat melihat seorang pria tengah asyik bekerja dari sela-sela buku di rak perpustakaan mini ini.  

Sementara itu, di sebelah kanan ada dua ruang yang juga disekat sederhana tanpa kesan sebagai kantor yang banyak berhubungan dengan birokrasi pemerintah. Persis di depan meja tamu yang juga sederhana, empat orang muda tengah memelototi laptop masing-masing. Dua diantaranya sambil menyantap makan siang mereka, dengan rona tengah berpikir serius. Seolah tak terganggu dengan suara diskusi yang cukup keras dari ruang sebelahnya. 

Setelah disilakan naik ke lantai kedua, sekilas nampak ada suasana lain. Ada satu ruang terbuka yang diisi meja panjang berisi tak kurang dari 8 orang. Semua tengah menatap layar monitor yang disusun mirip ruang pengolahan data di sebuat perusahaan pialang saham. Tentu tanpa layar monitor besar yang biasa dipakai untuk menampilkan pergerakan transaksi. Suasananya familiar dan cukup serius. 

Dari ruang yang ditunjuk resepsionis sebagai tempat tujuan kunjungan utama, saya melihat dua orang tengah berbincang. Satu berperawakan tinggi besar mengenakan baju lengan panjang bergaris dan memakai celana jins biru muda. Satu lagi adalah orang yang kemudian saya tahu sebagai penanggung jawab beragam pekerjaan kreatif yang dilakukan di Indonesia Kreatif. Namanya Agung Pasca Suseno (tahu dari email konfirmasi). Masih muda, sekitar 30-an tahun, cerdas dan berwawasan luas. 




Sekitar sejam kami berbincang banyak hal. Mulai dari lokus Sentra Kreatif Rakyat sampai perubahan lembaga internasional yang menangani masalah ekonomi kreatif. Dari urusan batik sampai keinginannya melibatkan "para militan". Saya sebut perbincangan karena suasana yang terasa memang begitu. Intinya, Indonesia Kreatif adalah sebuah program berbasis kebudayaan (terutama mengangkat kearifan lokal) yang saat ini masih dikelola oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekref) RI yang prospektif dan banyak mengandung nilai idealisme kebangsaan di balik potensi besar ekonominya.

Dari suasana yang dihadirkan dan pengamatan sempit/ sekilas, saya sangat terkesan dengan mereka yang ada tengah bekerja di bidang pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia. Menyitir istilah akuntansi: "isi mengungguli bentuk", itulah sketsa yang nampak di depan mata kasat dan hati. Semoga suasana semacam ini tetap terpelihara dalam mengupayakan kemajuan bangsa Indonesia lewat beragam kegiatan ekonomi kreatif. Siapapun pemegang otoritas.  

Minggu, 09 Februari 2014

Solidaritas Yang Mengubah Jalan Hidup - Bagian I

Iwan Fotokopi di Jalan Pramuka 21 Kebumen

Satu sisi kemanusiaan kita adalah kecenderungan berkumpul dalam sebuah komunitas kecil, sedang maupun besar. Pakar manajemen, David Mc. Clelland, membagi kecenderungan atau dorongan perilaku manusia (need of ) menjadi tiga. Yakni berkumpul, berkuasa dan berprestasi. Seseorang yang suka berkumpul akan menunjukkan kecenderungan kurang (mampu) berkuasa atau berprestasi. Demikian halnya dengan orang yang suka berkuasa akan punya kecenderungan kurang mampu berkumpul atau berprestasi. Sebaliknya, orang yang punya kecenderungan kuat untuk berprestasi akan mengalami kesulitan dalam berkumpul atau memupuk kekuasaan. Wirausaha atau wiraswasta termasuk dalam kelompok terakhir sebagai orang yang punya kecenderungan kuat berprestasi.

Teori motivasi berprestasi Mc. Clelland banyak diadopsi oleh warga masyarakat dunia pada dasawarsa 1980-an. Bahkan, Kementerian Perindustrian RI pernah menjadikannya sebagai satu program percepatan sebaran bibit-bibit kewirausahaan melalui Program Pengembangan Motivasi Berusaha (Achievement Motivation Training - AMT). Sektor kerajinan dan industri rumah tangga adalah sasaran utamanya. Sebagai orang yang pernah merasakan pelatihan itu, saya belum mendapatkan "roh" yang dapat memacu semangat dan daya hidup ke jalan menuju puncak prestasi. Dengan kata lain, dampak dari pelatihan itu kurang mengena. Apalagi mendarah daging.

Seiring perjalanan waktu, teori motivasi David Mc. Clelland mulai ditinggalkan dan berganti dengan pendekatan yang menggali sisi yang paling peka dalam diri manusia yaitu kalbu atau nurani. Muncul teknik manajemen qolbu ala Aa Gym (Abdullah Gymnastiar), metode ESQ-nya Ary Ginanjar Agustian yang (pernah) menjadi trend setting di kalangan manajemen BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dan banyak teknik lain oleh praktisi motivasi semisal Mario Teguh, Rheinal Khasali dengan Rumah Perubahan dan sebagainya. Kini muncul trend baru yang belum banyak dikenal oleh masyarakat luas yakni kewirausahaan sosial (social-preneurship). Intinya, kewirausahaan sosial adalah kegiatan wirausaha yang mengedepankan aspek sosial. Jika Mc. Clelland beranggapan bahwa individu adalah pijakan utama berprestasi. Dalam kewirausahaan sosial, komunitas adalah kekuatan pertama dan utama. Seorang wirausaha sosial, dengan segenap kesadaran akan merasakan kebahagiaan yang sulit diukur dengan takaran apapun ketika ia mampu "berbagi" dengan banyak orang lain.  Singkat kata, kewirausahaan sosial adalah bentuk atau pola kegiatan ekonomi yang dicita-citakan oleh Bung Hatta dalam Siasat Ekonomi yang sangat terkenal itu dan sesuai dengan sifat dasar manusia Indonesia yang sejatinya suka bergotong-royong.

Dalam tulisan berjudul mengintip ruang kosong di rumah Bupati Kebumen pada dasarnya ingin memberi tahu kepada masyarakat Beriman ini bahwa visi pembangunan ekonomi Kabupaten Kebumen bertumpu pada pola pengembangan ekonomi kreatif.  Secara teoritis, kegiatan ekonomi kreatif memang bertumpu pada kekuatan individu pelaku yang bergerak di satu atau beberapa sub sektor. Pada sub sektor percetakan dan penerbitan, secara kebetulan saya menemukan sebuah fenomena unik. Yaitu hadirnya sebuah usaha jasa fotokopi yang dilakukan oleh Wawan Nur Sugiantoro atau yang lebih akrab disebut Iwan Nsca. Sulung dari 8 bersaudara asal Desa Seliling, Kecamatan Alian ini orangnya grapyak. Mudah bersahabat dengan siapapun dari segala usia dan lapis sosial. Dari siswa/i SD, guru, pegawai sampai "orang jalanan". Dengan tipologi pribadi yang familiar tadi, mungkin tak ada yang pernah menyangka ia akan jatuh mental ke titik terendah.

Potensi diri Iwan
Layanan prima sang wirausahawan sosial

Jenuh dengan suasana yang dijalani dalam pekerjaan sebelumnya membuat pria 27 tahun, berputra satu yang diberi nama Naufal Putra Syah Irawan (18 bulan) dari pernikahannya dengan Ida Rohyani , memutuskan untuk "beristirahat".  Ada resah dan gelisah yang begitu kuat menggelantung angannya di masa depan. Dalam benak yang berkecamuk antara keinginan berusaha mandiri, menjalani kehidupan sosial selaku kepala rumah tangga dan cermin bagi ke 7 saudara sekandung, ia merasakan kegelisahan itu semakin dalam di hari-hari awal sebagai "pengangguran". Seorang sahabat karibnya, Ari Kuwatno, menangkap kegelisahan ini dan terus memberi motivasi agar segera bangun - bangkit dan lari.  Suara-suara sang sohib akhirnya mampu ditangkap oleh sensor-sensor sel syaraf di otak kanan Iwan. Begitu bangun, Iwan langsung bersujud syukur kepada Sang Maha Pencipta. Bahwa dirinya masih diberi kesempatan menikmati hangatnya sinar mentari pagi bersama para sohib yang selama ini dipandang sebelah mata oleh banyak orang pongah yang duduk di pemerintahan dan DPRD. Mereka yang menyebut diri komunitas  Solidaritas Berbagi Rejeki (KSBR) adalah sebuah komunitas dari beragam profesi yang sekarang dikatuai Yani nDeng, seorang tukang kunci yang mangkal di depan Apotik Pemuda. Dan siapa sangka bahwa komunitas "orang jalanan" ini telah banyak berbagai kebahagiaan kepada para fakir miskin, anak-anak yatim piatu dan terakhir mengulurkan bantuan bagi korban tanah longsor di Desa Kaligending beberapa waktu lalu ?

Foto sampul  Fb.Iwan Nsca 
KSBR berbagi kebahagiaan dengan tukang becak
KSBR berbagi kebahagiaan dengan anak yatim piatu di PA Aisyiyah Hj Alfiatun Kebumen 1
  
KSBR berbagi kebahagiaan dengan anak yatim piatu di PA Aisyiyah Hj Alfiatun Kebumen 2

Anggota KSBR berbagi kebahagiaan dengan anak yatim piatu di PA Aisyiyah Hj Alfiatun Kebumen 3

KSBR berbagi kebahagiaan dengan anak yatim piatu di PA Aisyiyah Hj Alfiatun Kebumen 1


Kiprah  KSBR mengingatkan saya dengan Sky Doors,  sekelompok relawan kemanusiaan dari lingkungan Pasar Kretek Wonosobo  yang sebagian besar anggotanya beraktivitas di sekitar pasar kecamatan itu. Ketika bekerjasama dalam kegiatan kemanusiaan di Tempat Pengungsian Aman (TPA) Desa Jumoyo, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah tahun 2004 bagi penduduk lereng Gunung Merapi dan dilanjutkan dalam fase Operasi Tanggap Darurat Gempa DIY - Jateng 2006 di sekitar Markas PMI Kabupaten Bantul, mereka secara berseloroh sering mengungkapkan jargon kelompoknya "muka gali tapi berhati nabi". Memang, dilihat dari fisik dan penampilan mereka, orang awam akan menilai Sky Doors sebagai gali (gabungan anak liar, istilah popular sekarang adalah kumpulan preman). Tapi soal ketrampilan menolong korban bencana alam dan kecepatan gerak mereka tak diragukan sedikitpun. Seolah tak ada kata lelah dan menyerah.

Iwan dan KSBR seperti dua sisi mata uang. Paling tidak untuk saat ini. Di situ ada Iwan, di sana KSBR berada. Mencari keberadaan pos KSBR cukup mendatangi lapak Fotokopi Iwan di Jalan Pramuka 21. Berdampingan dengan kantor perusahaan plastik Naga Semut. Bermodal semangat terbangkitkan dari anggota KSBR, dorongan keluarga dan tekad diri menjadi "juragan buat diri sendiri" mengantar Iwan menapaki kehidupan baru di dunia usaha mandiri. Ketrampilan pribadinya mengelola jasa fotokopi, penjilidan, laminating dan aneka usaha jasa yang bermodal dasar sekitar Rp 22 juta, rona Iwan berbinar saat ditanya rencana ke depan. 
  
Sepekan lebih ia menjalani kegiatan yang suatu saat akan diarahkan menuju usaha percetakan dan penerbitan sebagai sub sektor ekonomi kreatif yang menjanjikan harapan cerah di masa depan. Jika hari-hari terakhir ini tiras fotokopinya baru mencapai kisaran angka 500 lembar/hari dengan satu unit mesin Canon IR5000 yang memang sudah berteknologi digital dan bertajuk image runner. Sangat boleh jadi, jumlah itu akan terus bertambah seiring dengan semakin luasnya jaringan kewirausahaan sosial yang dibangun bersama KSBR-nya. Apalagi jika ia mampu memaksimalkan potensi diri dan komunitasnya. Mengutip-lekatkan (copy paste) julukan buat Sky Doors, jangan pernah ada kata lelah dan menyerah untuk menjadi diri sendiri dan berbagi kebahagiaan dengan orang-orang di sekeliling kita. Di sanalah kekuatan wirausahawan sosial sejati. Dan sinyal jernih itulah yang akan ditangkap oleh sensor-sensor sosial masyarakat Kebumen di pekan, bulan dan tahun-tahun mendatang. 

Senin, 22 Juli 2013

Kehidupan di Kampoeng Relawan


Bagi peserta, peninjau, penggembira dan beberapa pihak yang mendukung kegiatan Temu Karya Nasional ke 5 Relawan Palang Merah Indonesia (PMI) 2013 atau biasa disingkat TKN V 2013 Relawan PMI di lingkungan Obyek Wisata Waduk Selorejo, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur 23 -30 Juni 2013 lalu, nama ini mungkin tidak terlalu asing. Karena merupakan nama lokasi utama yang digunakan oleh 31 Kontingen Provinsi, 16 Tim perwakilan Perhimpunan Nasional Palang Merah atau Bulan Sabit Merah negara-negara Sahabat (PNS), Sekretariat Umum dan beberapa bagian penting dari Kepanitiaan Pusat maupun lokal berada di dalamnya. Lalu, apa istimewanya nama itu ?

Kegiatan akbar berkelompok di alam terbuka (lapangan) di manapun tempatnya: tanah lapang, pinggir atau di dalam hutan, danau, pantai dan lain-lain yang dilakukan oleh pramuka, kelompok pecinta alam dan masyarakat umum biasanya  memakai istilah perkampungan untuk menyebut lokasi atau arena kegiatan itu. Begitu juga dengan relawan PMI. Dengan kata lain, sebutan kampung adalah hal biasa untuk satu lokasi kegiatan perkemahan di alam terbuka.

Di arena TKN V 2013 ini, nama Kampoeng Relawan boleh disebut cukup istimewa karena merupakan bentuk penghargaan khusus dari Panitia Pusat yang dikordinasi oleh Ketua Bidang Relawan PMI Pusat, Bapak H.M. Muas, SH kepada komunitas sosial media relawan PMI dengan nama dan ejaan sama persis. Yakni Kampoeng Relawan sebagaimana dijelaskan oleh para pegiat utama (serupa dengan sebutan tokoh masyarakat di dunia nyata), dokter Seno Suharyo dari Surabaya, Tri Sugiarto (Semarang), Hafiludin (Banjarmasin) dan beberapa nama lain yang aktif berkomunikasi di BBM (backbarry massager). Termasuk beberapa relawan yang kini berada di jajaran staf PMI Pusat semisal Dheny Prasetyo, Dody Al Fitra dan Rahmad Arif. Ketiga nama terakhir adalah bagian dari Prakarsa Bantul.

Prakarsa Bantul sebenarnya diharapkan dapat mengangkat nama Voltage (Volunteer of the New Age), satu komunitas sosial media yang aktif berdiskusi tentang masa depan relawan dan organisasi PMI yang lebih baik. Tetapi di tengah perjalanan menuju puncaknya, ada sebagian orang yang meniru sikap manusia terjajah. Menggunting dalam lipatan dengan mengatasnamakan sejarah (masih diragukan otensitasnya) dan menggalang potensi kontroversial yang kontra produktif tentunya. Dengan pertimbangan taktis dan sedikit strategis, saya mengajak para inisiator Bantul untuk melanjutkan aktivitasnya di komunitas yang sekarang bernama Kampoeng Relawan.

Barangkali terbiasa menghadapi situasi darurat, terutama di saat terjadi bencana, maka pola penanganan daruratpun berjalan. Pertama, respon tepat dengan reaksi cepat. Dalam merespon bencana, relawan PMI berpengalaman senantiasa melakukan langkah-langkah assesment sambil berjalan. Melakukan tindakan apapun yang mampu dilakukan untuk menangani situasi yang ada di hadapannya dan mencatat (minimal dalam ingatan) dampak bencana.  Tindakan simultan ini dilakukan sambil menunggu bantuan datang. Setelah itu, melakukan positioning.

Mengamankan Prakarsa Bantul senada dengan respon darurat atas upaya pengambil-alihan paksa “roh” oleh orang-orang yang merasa dirinya berjasa.  Cara (pengambilalihan paksa)  ini jelas bertolak-belakang dengan tujuan pokok PMI (yang mestinya juga menjadi tujuan para relawannya) yakni mengantar jasaBukan meminta jasa. Dan itulah makna kesukarelaan (Gerakan memberi bantuan atas dasar sukarela tanpa unsur keinginan untuk mencari keuntungan apapun). Jadi sangat jelas, bahwa jasa yang diantarkan kepada masyarakat (dalam hal ini, korban bencana) adalah bersifat suka rela alias ihlas. Lillahi ta’ala (hanya berharap balasan dari Tuhan Yang Maha Kaya dan Maha Kuasa atas seluruh alam semesta beserta isinya).
Kesadaran atas tujuan utama Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah inilah yang akhirnya tetap harus jadi pegangan utama setiap langkah dan upaya relawan PMI agar roh Prakarsa Bantul tetap dapat dipelihara. Meski awalnya agak berat meninggalkan jejak sejarah yang dibangun untuk menggapai kesamaan, disertai rasa sesal yang cukup mendalam,  kehidupan harus berjalan dan kesaksian harus ditegakkan (meminjam penggalan puisi Rendra). Kami melangkah menuju Kampoeng Relawan yang semula masih bernama Reuni Relawan Gempa Bantul. Di kampung inilah, harapan untuk mewujudkan Prakarsa Bantul kemudian bergulir dan mulai menampakkan titik terangnya di arena TKN V 2013 Selorejo.

Sebagaimana layaknya sebuah kampung yang setiap warganya saling mengenal, bertegur sapa, gotong royong dan menjunjung tinggi adab. Saling menghargai sesama atas segala perbedaan yang ada. Karena Kampoeng Relawan adalah rumah tinggal, bukan rumah singgah, para relawan yang senantiasa memahami  jati dirinya sebagai manusia biasa dan pengantar jasa kemanusiaan dengan ihlas. Berekspresi dengan segala potensi pribadi dan bersama warga lainnya untuk berupaya secara nyata, terus menerus dan sistematis mewujudkan Prakarsa Bantul serta bercita-cita selalu ada yang lebih baik dari waktu ke waktu. Dari satu ke lain titik tuju. Maju, maju dan terus maju.
Selaku manusia, mahluk yang berderajat lebih tinggi dari mahluk lain ciptaanNya, warga Kampoeng Relawan menyadari pentingnya mandiri secara ekonomi agar dalam menjalankan peran diri selaku relawan kemanusiaan dapat diselenggarakan secara maksimal. Pilihan terbaik adalah mengelola potensi kreativitas dan inovatif masing-masing pribadi dengan pendekatan kewirausahaan sosial (socio/ socialpreneurship), kewirausahaan berbasis teknologi (techno-preneurship) atau kewirausahaan umum (entrepeneurship). Pilihan ini dapat bersifat pribadi atau dalam satu kelompok sesuai minat, talenta dan potensi masing-masing warga. Ke depan, setiap sumber daya akan dikordinasi oleh satu atau beberapa orang yang mirip dengan kelembagaan sebuah desa modern.


Kampoeng Relawan memang diarahkan sebagai model pemberdayaan ekonomi kreatif di lingkungan relawan PMI di masa depan. Ekonomi kreatif yang terdiri dari 15 jenis yaitu: periklanan; arsitektur; pasar barang seni; kerajinan; desain; fesyen; video, film dan fotografi; permainan interaktif; musik; seni pertunjukan; penerbitan dan percetakan; layanan komputer dan peranti lunak; televisi dan radio; serta riset dan pengembangan serta kuliner ada di Kampoeng Relawan. Investasi awal telah ditanamkan di Kedai Kawan dalam arena TKN V 2013. Karena bersifat jangka panjang, hasilnya baru dapat dirasakan paling cepat setahun setelah organisasi Kampoeng Relawan tertata rapi. Semoga.