Ada
dua gagasan dasar yang memiliki keserupaan dalam upaya mengembangkan potensi
ekonomi masyarakat yakni OVOP dan Ekonomi Kreatif. Beberapa tulisan sebelumnya
telah dibahas tentang OVOP. Kini giliran untuk mengupas faktor yang
mempengaruhi pilihan kebijakan pembangunan kewilayahan yaitu ekonomi kreatif
(Creative Economy) atau sering disebut juga dengan istilah Creative Industry).
Kedua istilah creative economy atau
industry saya anggap sama maknanya.
Definisi
ekonomi kreatif menurut Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekref) yaitu industri yang
berasal dari pemanfaatan kreativitas, ketrampilan serta bakat individu untuk
menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan dan
pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Berdasar batasan ini
jelas sekali orientasi ekonomi kreatif adalah individual, SDM kreatif. Mungkin
ada pertanyaan, siapakah SDM kreatif itu ? Jawaban singkat : siapapun bisa dan
mungkin melakukan aktivitas ekonomi kreatif baik karena punya latar pendidikan
maupun berbakat kreatif.
Pertanyaan
berikutnya, apakah orang yang punya latar pendidikan dan bakat kreatif mampu
menyelenggarakan ekonomi kreatif? Jawaban singkat : tidak semua atau tidak
selalu. Mengapa? Banyak orang kreatif, mampu menghadirkan karya-karya kreatif
yang bernilai ekonomi tapi enggan atau tidak mampu menangkap peluang ekonomi
yang ada dalam karya-karyanya. Berkait dengan peluang, kita akan melihat di
sisi sebaliknya : tantangan dan/atau hambatan.
Dalam
buku Pengembangan Ekonomi Kreatif 2025 yang dipublikasikan (dapat diunduh gratis) oleh Kementrian
Pariwisata dan Ekonomi disebutkan bahwa di Amerika Serikat, Richard Florida
menggolongkan SDM kreatif sebagai strata (sosial-pen) baru yang disebut creative
class. Di era ekonomi baru ketika kreatifitas telah menjadi industri,
pekerja kreatif bukan hanya dari sektor seni. Di dalamnya ada juga ilmu pengetahuan (sains), teknologi, manajemen
dan lain-lain. Ada pendidik, peneliti,
insinyur, desainer, artis, musisi dam penghibur (entertainer). Mereka adalah orang-orang yang menghadirkan
ide-ide baru, teknologi baru, konten baru serta orang-orang yang mengandalkan
daya pikir dalam mengambil keputusan dan memecahkan masalah.
Berkembangnya
kegiatan berbasis kreativitas di Amerika Serikat, Inggris dan beberapa negara Asia
berupa kegiatan sub kontrak (outsourcing) yang kian menunjukkan
kematangannya membuat India dikenal sebagai negeri penghasil film (Bollywood)
dan piranti lunak. Sementara itu Korea Selatan dan China dikenal sebagai
produsen otomotif, barang-barang elektronik dan industri konten sejajar dengan
Jepang yang telah mendului. Singkat cerita kita akan menuju satu pertanyaan:
bagaimana dengan Indonesia ? Belum berkembang maksimal karena terkendala
beberapa hal utama:
- Banyak SDM kreatif di bidang artistik yang belum memahami secara menyeluruh “isi” kreativitas di era industri kreatif. Sehingga masyarakat awam menilai dunia artistis adalah ekslusif dan tidak merakyat ( masalah orientasi dan apresiasi – pen).
- SDM kreatif di luar bidang artistik (sains dan teknologi) terlalu mikroskopik dalam melihat keprofesionalannya sehingga cenderung berpola pikir mekanistik dan kurang inovatif ( masalah orientasi dan apresiasi – pen).
- SDM kreatif sering kekurangan sarana untuk melakukan eksperimen dan berekspresi sehingga hasil karyanya sering kurang kreatif dan inovatif (masalah apresiasi-pen).
Konsep
OVOP dan Ekonomi Kreatif menempatkan pembangunan SDM sebagai faktor penting. Sasaran
yang dituju pada konsep OVOP adalah produk lokal yang berorientasi global
dengan pendekatan komunal. Sementara itu, dalam ekonomi kreatif pendekatan yang
digunakan adalah individual. OVOP mengedepankan nilai tambah atas produk
(beberapa produk) yang sudah ada, ekonomi kreatif mengharuskan pembaruan atas
produk dan/atau jasa yang telah ada atau menghadirkan produk dan jasa yang
benar-benar baru dalam suatu proses inovatif. Perbedaan keduanya bisa
dijembatani dengan kebijakan politik pemerintah yang kondusif. Tumpang tindih
dan “perebutan wewenang” menangani kedua potensi kreatif masyarakat justru akan
mematikan jalan menuju Indonesia sejahtera, adil dan makmur (mungkin masih
bersambung).
0 komentar:
Posting Komentar