Mengisi Ruang Kosong Di Rumah Bupati Kebumen - Bagian I

Dalam situs resmi Pemerintah Kabupaten Kebumen terdapat Ruang Diseminasi yang selama ini dibiarkan kosong. Ruang-ruang itu adalah 15 Sub Sektor dalam Ekonomi Kreatif,

KONSISTENSI KI ESSER KARTON

Slamet Riyanto yang biasa dipanggil Esser adalah satu seniman multi talenta yang konsisten memelihara sikap berkesenian melalui beragam karya kreatif. Satu diantaranya adalah wayang yang semua tokohnya dibuat dari kardus bekas kemasan dan limbah lainnya.

MENGINTIP RUANG KOSONG DI RUMAH BUPATI BAG..

Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan di sini.

MENGISI RUANG KOSONG DI RUMAH BUPATI KEBUMEN - BAGIAN III

OVOP Kerajinan Pandan adalah satu sub tema yang jadi Pemenang dalam lomba karya tulis ilmiah Riset Unggulan Daerah (RUD) tahun 2013. Sampai saat ini implementasi hasilnya belum jelas. Akankah nasibnya seperti Hipando yang terbengkelai ?

Tampilkan postingan dengan label media sosial. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label media sosial. Tampilkan semua postingan

Jumat, 18 April 2014

Kewirausahaan Sosial Pada Kegiatan Ekonomi Berbasis Komunitas (2)


Kewirausahaan Sosial
1.     Definisi Umum :
Kewirausahaan Sosial adalah disipllin ilmu yang menggabungkan antara kecerdasan berbisnis, inovasi dan tekad untuk maju ke depan.

2.     Paul C. Light:
Kewirausahaan Sosial adalah individu, kelompok, organisasi, jejaring atau aliansi yang berupaya secara berkelanjutan dengan cara berbeda dalam mengatasi masalah sosial signifikan.

Kegiatan Ekonomi Berbasis Budaya/ Komunitas:

1.     OVOP (One Village One Product)

Dicetuskan oleh mantan Gubernur Perfektur Oita Jepang berdasarkan hasil pengalaman di MITI (Kementerian Industri dan Perdagangan Jepang) dan kondisi faktual setempat yang tidak memungkinkan dikembangkan dengan pendekatan industri berteknologi tinggi. Pilihannya, memanfaatkan potensi lokal yang dapat diangkat sebagai produk/ jasa bernilai tambah tinggi untuk pasar lokal dan khususnya global.

Langkah pertama adalah mengubah pendekatan pembangunan ekonomi konvensional yang berbasis GNP (Gross National Product) menjadi GNS (Gross National Satisfactory)  dan menyodorkan tiga formula tentang OVOP yang harus memenuhi kriteria dasar:
  • Local yet global (kekuatan lokal yang berpotensi global) àproduk/jasa yang mengandung kearifan lokal namun dapat dikembangkan sampai pasar global
  • Self Reliance and Creativity (penghargaan tinggi atas kearifan budaya lokal yan mengandung nilai-nilai kreativitas;
  • Pengembangan Sumber Daya Manusia


Kunci Sukses OVOP
Ø  Local residents’ awareness for their own potential and  their region’s resources
Ø  Recognition of treasures in the area
Ø  Continuity is Power  
Ø  High-value-added Products
Ø  Secured sales route
Ø  Human Resources Development.
  
2.    Ekonomi Kreatif

Ekonomi Kreatif merupakan sebuah konsep ekonomi di era ekonomi baru yang mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan  stock of knowledge dari Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya.

Ekonomi kreatif sering disebut sebagai revolusi industri gelombang ke 4. Ada 15 jenis (sub sektor) di dalamnya yaitu:
  1. Kerajinan
  2. Kuliner
  3. Seni pertunjukan
  4. Musik
  5. Permainan kreatif
  6. Busana/ fesyen
  7. Teknologi Informasi dan Komunikasi
  8. Periklanan
  9. Radio  dan Televisi
  10. Fotografi – Video dan Film
  11. Desain
  12.  Arsitektur
  13. Penerbitan dan percetakan
  14. Pasar barang seni
  15. Riset dan pengembangan.


 Pelaku Ekonomi  Kreatif:

1.      Artis – Seniman  dan perajin
2.     Guru – Dosen – Peneliti
3.     Advokat – Akuntan – Penasihat Investasi
4.     Teknisi dan para perekayasa
5.     Para profesional
6.     Manajer Rumah Tangga
7.     Sukarelawan PMI
8.     Dan lain lain.

Jumat, 11 April 2014

Kewirausahaan Sosial Pada Kegiatan Ekonomi Berbasis Komunitas (1)


Selayang Pandang

Menyambut datangnya sang fajar baru di tengah arena Rembug Relawan PMI ke 2 yang direncanakan akan berlangsung 15-17 Agustus 2014 di Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah yang di dalamnya akan ada Seminar atau Sarasehan Kewirausahaan Sosial, saya ingin menyampaikan beberapa pokok pikiran. Tema kewirausahaan diangkat sebagai satu issue besar karena potensi kewirausahaan yang ada di dalam Komunitas SukaRelawan PMI sangat besar dan belum digarap dengan sistematis. 

Tujuan utama pembahasan adalah untuk memetakan potensi kekuatan para SukaRelawan PMI yang selama ini telah membuktikan konsistensi memelihara sikap mandiri sesuai Prinsip Dasar Kemandirian dalam Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah. Perhimpunan Nasional kepalangmerahan (PMI) adalah organisasi kemanusiaan yang berbasis kesukarelaan dan partisipasi masyarakat (volunteersm and community base). Memasuki era baru pasca Musyawarah Nasional 2014, SukaRelawan PMI harus mampu menjadi tulang punggung selain sebagai ujung tombak dan agen perubahan dalam organisasi PMI masa depan. Kewirausahaan sosial merupakan sebuah usulan terpilih karena memenuhi kriteria itu.

Tulisan ini disusun berseri dan akan menjadi satu dari beberapa bahan tulisan yang akan dipaparkan oleh pemrasaran lain dalam seminar atau sarasehan nanti. Semoga bermanfaat.

Kebumen, 11 April 2014

Komunitas Relawan PMI Sosial Media
KampoengRelawan  

Tetua Adat

Toto Karyanto


  1. Pengantar Diskusi


Kewirausahaan Sosial atau Social-preneurship adalah konsep kewirausahaan umum (entrepreneurship) yang mendapat muatan sosial di dalamnya. Selama ini, kita mengenal kewirausaha merupakan pendekatan ekonomi yang digunakan untuk mengatasi masalah pengangguran dan menggiatkan partisipasi warga masyarakat secara individual dalam menggali serta menguatkan sumber daya internalnya dalam suatu kegiatan ekonomi bernilai tambah.
Dalam pendekatan kewirausahaan sosial, warga masyarakat diharapkan berhimpun dalam kelompok-kelompok kecil (5 – 25 orang), sedang ( >25 – 50) dan besar >50 orang. Biasanya, ada satu atau beberapa orang yang bertindak sebagai pemimpin karena memiliki sumber daya memadai di bidang intelektual (gagasan, konsep, metode, sistem), dana dan akses produksi maupun pasar. Para pemimpin itu bertindak sebagai pembuka jalan, pembimbing (motivator), pelatih dan sebagainya.
Sampai saat ini konsep dasar kewirausahaan sosial masih berkembang sesuai situasi dan kondisi lingkungannya.  Pada umumnya, seorang wirausaha berperan baik secara internal maupun eksternal. Secara internal seorang wirausaha berperan dalam mengurangi tingkat kebergantungan terhadap orang lain, meningkatkan kepercayaan diri, serta meningkatkan daya beli pelakunya. Secara eksternal, seorang wirausaha berperan dalam menyediakan lapangan kerja bagi para pencari kerja. Dengan terserapnya tenaga kerja oleh kesempatan kerja yang disediakan oleh seorang wirausaha, tingkat pengangguran secara nasional menjadi berkurang.
 Pakar ekonomi Dr. Rhenald Kasali, pernah mengatakan bahwa dampak globalisasi menjadikan keanggotaan suku/ komunitas manusia tidak lagi ditandai oleh aspek regional atau kewilayahan. Namun justru oleh grup atau kelompok-kelompok di jejaring digital seperti facebook, twitter  dan semacamnya. Hal itu tentu bukan tanpa alasan. Seperti kita bisa saksikan sehari-hari, generasi masa kini, jauh lebih sering dan intens berhubungan dengan rekan-rekan di dunia maya-nya dibandingkan dengan lingkungan sosial di sekitar rumahnya. Sehingga seakan-akan suku atau anggota keluarga mereka adalah kelompok dalam jejaring sosial tersebut, yang dapat terdiri dari invididu-individu yang terpisah ratusan kilometer. Informasi mengalir dan senantiasa terbarukan (update). Potensi semakin redupnya budaya bangsa dan budaya daerah kita sendiri cenderung menguat. Dengan kata lain, generasi muda Indonesia terancam menjadi tamu bagi budayanya sendiri, karena mereka mungkin jauh lebih hafal dan fasih budaya dan gaya hidup dari negeri seberang.
Ada dua sektor kegiatan ekonomi yang berbasis budaya. Pertama, OVOP (One Village One Product). Pendekatan sistem pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan budaya yang mengesplorasi sumber-sumber daya lokal menjadi produk bernilai tambah tinggi dan berdaya jangkau global. Pendekatan ini digagas dan dikembangkan oleh Gubernur Perfektur Oita, Dr. Morihiko Hiramatsu. Berbekal pengalaman bekerja di MITI Jepang, beliau mengubah pendekatan klasikal GNP dengan GNS (Gross National Satisfaction). Inilah yang menjadi dasar semangat OVOP. Dari maksi menjadi mini. Kini, hampir semua anggota Asean telah mengaplikasikan pendekatan ini dengan cara dan metoda yang berbeda. Misalnya, Thailand yang memanfaatkan internet masuk sampai tingakat desa agar informasi kegiatan ekonomi produktif warganya senantiasa terbarukan.
Kedua, pengembangan potensi ekonomi berbasis kreativitas yang dikenal dengan nama ekonomi atau industri kreatif. Ada 15 subsektor yang tercakup di dalamnya yaitu kerajinan, musik, seni pertunjukan, arsitektur, desain, permainan kreatif, TIK, busana, fotografi-video-film, radio dan televisi, pasar barang seni, percetakan dan penerbitan, riset dan pengembangan serta kuliner.  Volume, sebaran dan kontribusi kegiatan ekonomi kreatif ini cenderung kian meningkat. Apalagi dengan hadirnya pusat-pusat (kota) kreatif dan Sentra Kreatif Rakyat yang memadukan aktivitas pariwisata dan pengembangan aktivitas ekonomi berbasis budaya lokal.
Kawasan Perdagangan Bebas Asean (AFTA) 2015 sudah ada di depan pintu rumah kita, Indonesia. Banyak pihak telah bersiap diri menyambutnya. Pemerintah menyatakan optimis kita akan mampu melalui perjalanan awalnya karena berbagai persiapan telah dilakukan. Sementara itu, dunia usaha melalui Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofjan Wanandi, justru bersikap sebaliknya. Terlepas dari kontroversi tadi, sebagai warga masyarakat umum, kita boleh bersikap apapun. Dan kondisi apapun yang akan terjadi di dalam rumah Indonesia kelak, kita harus siap dengan risikonya.
AFTA atau ada juga yang menyebut ACFTA (Asean dan China) adalah sebuah momentum yang berpeluang menggerakkan beragam potensi ekonomi kreatif masyarakat. Subsektor industri (ekonomi) kreatif itu merupakan salah satu strategi pembangunan ekonomi dan industri yang bisa diandalkan selain sektor manufaktur dan jasa. Apalagi, industri berbasis ide, teknologi, seni, dan kekayaan intelektual itu memiliki banyak sentra industri kreatif yang potensial. Misalnya, Bandung, Jakarta, Yogyakarta, Solo, Pekalongan, Bali, dan lainnya.
Dirjen Pengembangan Ekonomi Nasional Kementerian Perdagangan Hesti Indah Kresnarini mengutarakan, industri kreatif akan berkembang pesat setiap tahunnya. Pertumbuhannya dominan dikontribusi fesyen dan kerajinan. Pemerintah memiliki cetak biru pengembangan industri berbasis ide yang terbagi menjadi dua tahap. Tahap pertama, periode 2010-2015, disebut tahap penguatan ditargetkan bisa tumbuh sekitar 11%-12% setiap tahunnya. Sementara tahap kedua, periode 2016-2025, disebut tahap akselerasi diharapkan bisa tumbuh sekitar 12%-13%. [1].
Berdasarkan angka statistik, pada 2013 lalu kontribusi ekonomi kreatif terhadap perekonomian sebesar Rp 641,8 triliun atau mencapai 7% PDB nasional. Ekonomi Kreatif juga mencatat surplus perdagangan selama periode 2010 hingga 2013 dengan nilai surplus sebesar Rp 118 T. Kontribusi devisa dari sektor ekonomi kreatif mencapai 11, 89 Milyar USD, sehingga secara total sektor pariwisata dan ekonomi kreatif menyumbang devisa sebesar 21,95 Milyar USD atau berkontribusi sebesar 11,04% pada total devisa Indonesia. [2].
Bagaimana dengan perkembangan OVOP di Indonesia? Sampai saat ini masih terdapat kesulitan memperoleh data aktual yang dapat diandalkan baik dari Kementerian Koperasi dan UMKM maupun Badan Pusat Statistik. Sehingga tidak ada data pembanding yang dapat dipakai untuk membuat prediksi maupun analisis, minimal dengan pendekatan SWOT (strenght, weakness, opportunity and threath). Kalaupun ada data yang dapat digunakan, biasanya berasal dari data sekunder atau tersier yang akurasinya tidak memadai.
Meski demikian, ada keyakinan bahwa OVOP adalah satu pendekatan ekonomi yang memiliki banyak kelebihan. Terutama berkaitan dengan potensi mengangkat dan mengembangkan produk-produk lokal berbasis budaya yang mampu bersaing di pasar global. OVOP seperti halnya ekonomi kreatif, saat ini ditangani oleh sedikitnya 3 (tiga) kementerian yaitu Kementerian Koperasi dan UMKM, Kementerian Patiwisata dan Ekonomi Kreatif serta Kementerian Perindustrian dalam kordinasi kewenangan Kemenkop dan UMKM.

Rabu, 08 Mei 2013

Hipando: Potensi Nasional Yang Terbengkelai ?



Membaca judul di atas, mungkin akan muncul pertanyaan: apa itu Hipando? Jenis makanan, nama perusahaan atau … ??? Tak kenal maka tak sayang. Peribahasa itulah yang mestinya jadi pegangan bagi Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Perajin Anyaman Indonesia (Hipando) untuk mengenalkan kepada masyarakat luas tentang diri, kegiatan, pengurus dan seterusnya.

Yah…betul sekali, bahwa Hipando adalah satu nama lembaga atau organisasi yang didirikan sebagai wadah para perajin anyaman yang berada di setiap daerah di Indonesia yang mempunyai karakter seni kreatif dan inovatif (visi) dengan melaksanakan pembinaan, pelatihan dan penanaman modal kerajinan anyaman yang selaras dengan kulturisasi dan berwawasan seni budaya (misi). Menghasilkan produk-produk kreatif, inovatif dan produktif sebagai perajin anyaman Indonesia yang mendunia, memiliki kematangan jiwa dan tanggap terhadap aspirasi masyarakat dan perkembangan seni kerajinan untuk mensejahterakan masyarakat perajin (tujuan).

Hipando dideklarasikan kelahirannya pada 11 September 2009 di Hotel Bumi Karsa Bidakara Jakarta oleh sejumlah orang yang nama2nya tertera di Akta (Notaris) Pendirian Organisasi Hipando. Dua orang muda, Yahya Mustofa pemilik Dubexcraft (Kebumen) bersanding dengan Cornelia Lina Meiliasari sang pemilik YL Production (Yogyakarta) selaku Ketua Umum dan Sekretaris I BPP Hipando. Keduanya energik dan punya gaya khas. Bahkan, perjalanan Yahya Mustofa di sektor aneka kerajinan melejit bak meteor dalam jangka waktu kurang dari satu dasawarsa. Ia pernah mendapat Danamon Award untuk kategori UMKM dan Upakarti bagi kepeloporan pemuda. Sementara itu, Lina (sebutan akrab Cornelia LM) pernah ke Korsel dan beragam aktivitas yang membawa bendera Hipando.

Sekitar satu tahun berjalan, Hipando menyelenggarakan Temu Karya Kerajinan Nasional yang difasilitasi oleh Kementerian Koperasi dan UKM RI yang diwakili oleh Deputy IV Bidang Pemasaran dan Jaringan Usaha di Hotel Maharani, Jakarta 27-29 Oktober 2010 yang diikuti oleh seratusan utusan dari berbagai provinsi di Indonesia. Saya diundang oleh Ketua Umum selaku perajin bambu yang akhirnya didaulat oleh para peserta sebagai Sekretaris Eksekutif yang mengelola kesekretariatan dengan bekal sangat minimal. Yakni hasil yang sempat saya dokumentasikan selama mengikuti Temu Karya itu ditambah proses komunikasi informal melalui ponsel dan internet.  Selain itu, oleh semua utusan yang mewakili Provinsi Jawa Tengah (Cilacap, Kebumen, Purworejo dan Ambarawa) ditambah pekerjaan menjadi Kordinator Provinsi Jawa Tengah. Proses yang sangat cepat ini sempat membuat bingung dan ragu. Sebagai pendatang baru di lingkungan Hipando, tugas segunung telah berada di depan mata tanpa kejelasan seberapa besar rentang tugas yang menjadi wewenang seorang sekretaris eksekutif.

Berbagai upaya yang telah saya lakukan untuk menghidupkan Hipando, terutama melalui media sosial : Sukai Halaman facebookGrup Facebook HipandoTwitter Hipanpo PusatYahoo Grup Hipando Pusat dan beberapa media sosial lain terus berlanjut sampai beberapa minggu lalu seorang peserta Temu Karya Nasional dari Bogor, Edie Juandi Bonggol Jagung Bogor mulai meramaikan lapak grup Hipando di Facebook. Harapan menautkan para peserta melalui media sosial ini yang relatif ekonomis ini belum efektif sampai tiga bulan menjelang berakhirnya masa bakti BPP Hipando 2009 – 2013.
Dalam “kesendirian”, saya berusaha maksimal agar tujuan mulia Hipando menyejahterakan masyarakat perajin anyaman di Indonesia dapat dipelihara kehidupannya. Berbagai upaya persuasif semisal mengingatkan dua orang muda petinggi BPP Hipando tak pernah mengendor meski harus menanggung segala biaya yang menyertai upaya itu. Satu diantaranya ialah menghidupkan internet lebih dari 12 jam setiap hari agar dapat mengakses grup-grup Hipando yang ada di berbagai media sosial. Juga menyediakan informasi tentang Profil Pelatih Anyaman Pandan yang menjadi satu-satunya jenis kegiatan untuk memelihara kehidupan sebuah organisasi profesi. Yakni bagian yang menjalankan tujuan pelatihan dan pembinaan ketrampilan teknis. Sementara itu, tujuan utama penempatan modal kerajinan dan pembinaan organisasi belum mampu dijalankan ketidak-jelasan sikap para petinggi di BPP Hipando.

Meski demikian, ada satu hal yang “menghibur” yakni tentang informasi Profil Pelatih Anyaman Pandan yang saya letakkan di folder file dalam folder files di Yahoogroup telah diunduh sekurang-kurangnya 40 x. Artinya, kehadiran Hipando sebenarnya memang dibutuhkan oleh masyarakat luas meski dengan cara tersembunyi. Itulah satu-satunya daya hidup yang masih dan akan terus dipelihara sampai para anggota Badan Pengurus Pusat Hipando melakukan fungsi dan tanggung-jawabnya sesuai AD dan ART yang telah diketahui para peserta Temu Karya Kerajinan Nasional yang telah menjadi anggota Hipando dengan bukti penyetoran iuran anggota.






Melalui tulisan ini, kami (saya, Ngatini, Edie Juandi dan Sadek Mutaram) ingin mengingatkan semua anggota, khususnya BPP Hipando agar konsekuen menjalankan kewajibannya untuk segera menyiapkan agenda Musyawarah Nasional yang seharusnya telah disosialisasikan. Haruskah potensi besar nasional ini terus dibiarkan terbengkelai dan dibebankan kepada seorang Sekretaris Eksekutif yang tak pernah menerima limpahan wewenang dari Sekretaris I (utama) serta Ketua Umum yang begitu sangat menyakinkan semua peserta dalam Temu Karya Kerajinan Nasional dan Musyawarah Kerja Nasional I 2010 di Jakarta akan terus ada (eksis) dan bermanfaat itu ?

Kepada Kementrian Koperasi dan UKM RI yang menjadi mitra utama Hipando, dengan hormat,  sangat diharapkan partisipasi dan dorongannya agar keberadaan Hipando menjadi jelas dan tegas. Khususnya Deputi Bidang Pemasaran dan Jaringan Usaha, Drs. Nedy Refinaldi Halim, MS serta Victoria Sipayung yang menjadi wakil resmi Menteri Koperasi dan UKM dalam kegiatan Temu Karya Kerajinan Nasional 2010 tsb. Semoga diketahui dan ditindaklanjuti sebagaimana mestinya. 

Tulisan ini ada juga di rubrik Ekonomi dan Bisnis Kompasiana.