Sabtu, 08 Maret 2014

Mengisi Ruang Kosong di Rumah Bupati Kebumen - Bagian II

Sanggar Ilir - Imakta.

Episode 1: Giat Kreatif Teater
Segmen 1 : Gelar Panggung Teater II - 2010

Saat membuka berkas di sebuah cakram magnetik (CD) yang mulai sulit dibaca, tanpa sengaja saya menemukan sebuah jejak perjalanan obsesif satu komunitas pekerja seni teater yang ingin membuat satu titik dalam peta budaya nasional. Awalnya, di tengah upaya menyiapkan diri melanjutkan rencana menyelenggarakan Gelar Panggung Teater 2010 sebagai rangkaian giat serupa tahun sebelumnya, kami berkenalan dengan Achamd Marzoeki yang akrab dipanggil Kang Juki yang beberapa saat kemudian kami tahu ingin "pulang kampung". 

Dalam suasana antusiasme tinggi untuk menggelar giat budaya yang terbilang tidak popular, satu istilah untuk menyebut hal tak sesuai dengan selera pejabat yang menafsirkan seni budaya identik dengan jingkrak dan rancak semacam kuda lumping, kami terus berupaya menggali potensi lokal. Khususnya di bidang pendanaan. Kehadiran Kang Juki yang mengaku pernah ditolak oleh sebuah komunitas budaya yang telah bernama, seperti angin segar yang memang sangat dinantikan kehadirannya saat itu. Akhirnya memang terjadi, dana segar untuk sekadar melengkapi properti panggung diperoleh juga. Tak banyak, tapi cukup membantu.

Teater Didik - STAIN Purwokerto.
Teater Gerak - STAINU Kebumen.
Komunitas SRMB Kebumen.


Gelar Panggung Teater (GPT) 2 pada 15 - 16 Januari 2010 adalah kelanjutan dari acara sama (GPT1) yang diselenggarakan 9 - 10 Januari 2009 di tempat dan oleh pemrakarsa yang sama pula yakni FoPSet (Forum Pekerja Seni Teater Kebumen).  Sementara itu, FoPSet dibentuk sebagai wujud kegelisahan para aktivis Sanggar Ilir Imakta ( Ikatan Mahasiswa Kebumen di Jogja) atas kelanjutan proses berkesenian terutama seni teater di Kebumen. Dimotori Bandit, Anto Batossae dan Putut AS, prakarsa itu dikomunikasikan dengan Sahid El Kobar yang selama ini diketahui cukup aktif dalam perteateran Kebumen bersama Teater Gerak STAINU. Singkat cerita, mereka sepakat membentuk FoPSeT sebagai ajang silaturahmi dan proses pembelajaran bersama. Agenda utama adalah menjembatani proses kreatif bagi komunitas-komunitas teater di Kebumen. Wujud nyatanya ialah adanya acara pagelaran seni teater pada sebuah panggung besar yang kemudian diberi nama Gelar Panggung Teater 2009. GPT 2009 juga merupakan buah kompromi dan pengorbanan Komunitas Seni Kreatif Guyub Larak Kebumen yang dikomando oleh pekerja seni lukis dan teater, Ki Slamet eSeR, atas agenda “Geser Tahun”.


Pertemuan FoPSeT dengan saya selaku kurator adalah sebuah jalinan benang merah antara acara Silaturahmi Komunistas Seni dan Sastra (Sikosas) Kebumen tahun 1997 yang menghadirkan Kang To (Achmad Tohari, penulis novel: Ronggeng Dukuh Paruk ), Badjoeri Doelah Joesro (Penyair dan dosen UII Yogyakarta, asal desa Tersobo Prembun), Masdoeki Attamimi (Kantor Berita Nasional Antara, penyair asal desa Panjer Kebumen), Imam Setyanto (Peneliti Pertanian di Malang, asal Kauman Kebumen). Dan peran Eko Sadjarwo (MGMP Bahasa Indonesia, PGRI dan penyair) serta Aris Panji dan Pekik Sasinilo dari komunitas seni Tritisan. Kemudian berlanjut dengan eksperimen Ngamen Puisi bertajuk Aku, Rakyat, Gerilya dalam komunitas Sekolah Rakyat Melubae (2003). Ngamen pertama di SMPN 7 Kebumen, Ruang Paripurna Gedung DPRD Kabupaten Kebumen dan SMA N Klirong. Pertemuan dengan Putut AS dan kawan-kawan yang penuh semangat berproses kreatif dan memiliki jam terbang sangat memadai lewat Sanggar Ilir Imakta Jogja dan Komunitas Seni – Wayang 3D Mika – el Kaji Habeb adalah suatu anugerah khusus (blessing in disguised) atas kekeringan proses dan ajang kratifitas seni kontemporer di Kebumen. 

Perhelatan akbar GPT2 direncanakan sejak Oktober 2009. Format awal adalah festival teater pelajar dan parade teater umum. Wacana ini kemudian dilontarkan di grup jejaring sosial Facebook dengan nama sama. Demikian juga kontak personal di antara anggota panitia dan semua komunitas teater yang ada di Kebumen. Upaya itu direspon cukup positif tidak hanya di Kebumen. Beberapa komunitas di sekitar eks Karesidenan Kedu (Purworejo, Magelang, Temanggung dan Wonosobo) serta Banyumas (Purwokerto dan Cilacap) bahkan menyatakan minat berpartisipasi. Hal ini tak lepas dari peran Mas Kaji Habeb yang sekarang berproses di lembah Tidar Magelang.

Berbekal informasi antar personal dan dukungan moral dari Eko Sadjarwo (PGRI) yang memastikan bahwa aula milik organisasi guru ini bisa digunakan sebagai ajang apresiasi seni teater dan lukis secara cuma-cuma, maka disusun kepanitiaan yang diawaki Komunitas Ego dan Gerak. Nama FoPSeT tetap disertakan sebagai wujud konsistensi. Dan menempatkan sang Ketua, Syahid El Kobar,  selaku Penanggung-jawab acara. Posisi Ketua Panitia masih dipegang Putut AS yang pada penyelenggaraan acara GPT tahun lalu harus sering berjibaku dan bertindak ala "superman" demi kelancaran acara dan tujuan pembelajaran.

Antusiasme komunitas nampak nyata dari respon teater sekolah. Terutama Teater Spenven SMPN 7 yang mengapresiasi undangan Panitia penyikapan luar biasa. Sukses GPT 2009 dan Workshop Teater 24 Mei 2009 menghadirkan kegairahan bagi satu-satunya SMP di Kabupaten Kebumen yang memiliki kegiatan ekstra kurikuler teater sejak satu dasawarsa terakhir. Hal ini tak lepas dari peran Bu Tari yang sangat konsisten memelihara kegiatan itu dengan segala risikonya. Tak jarang beliau merogoh kocek pribadinya agar anak-anak asuhnya dapat tampil pada acara bergensi semacam GPT ini. Dengan dukungan Kepala Sekolah, Teater Spenven tampil lebih prima dari pada tahun lalu. Meski masih mengangkat tema yang sama dengan tahun lalu yakni "kehidupan di alam lain". Pada penampilan di GPT 2010 kali ini, ada kemajuan besar dalam sisi kostum dan koreografinya. Nampaknya terjadi kompromi antara sang pelatih, Syahid El Kobar dan Bu Tari selaku Pembina.
Kondisi serupa terjadi pada Teater Kelir SMAN Klirong yang hanya sempat berlatih seminggu sebelum penampilan. Di sela waktu sempitnya sebagai Ketua Panitia, Putut AS selaku pelatih coba memaksimalkan potensi "warga baru" di lingkungan teater itu. Ada tanggung-jawab besar melestarikan tradisi berteater di lingkungan sekolah yang berada jauh dari pusat kota. Bagaimanapun juga, keberadaan mas Aji yang kini menjabat sebagai Kepala Sekolah adalah tokoh penting di dunia sastra dan teater Kabupaten Kebumen.

Teater Kelir-SMAN Klirong asuhan Putut AS

Teater Spenven - SMPN 7 Kebumen asuhan Bu Tari.


Keberadaan teater kampus kian semarak dengan lahirnya Teater Putra Bangsa (Tetrasa). Benih yang pernah disemai oleh mBak Retno, Slamet eSeR dan Theodeka sejak beberapa tahun yang lalu baru tumbuh sebagai kecambah yang bernyali jati. Penampilan perdana tiga mahasiswi STIE Putra Bangsa Kebumen di pentas GPT 2010 ini memang masih biasa saja. Jika mereka berproses lebih serius dan mendapat dukungan dari manajemen kampus tidak tertutup kemungkinan Tetrasa akan menjadi pilar utama dunia perteateran di Kabupaten Kebumen. Terbukti, satu diantara anggotanya yakni Nana Khasanah terpilih dalam jajaran pemain untuk film indie " Pelukan Sang Pelangi" yang akan diproduksi bersama antara Hanito Kreasindo dan Masjid Raya (Majelis Kajian Peradaban dan Budaya) Kebumen.

Potensi lain dalam perteateran Kebumen muncul dalam Sanggar Basatu SMK Batik Sakti I yang diasuh oleh Kharis JS, alumni Komunitas Teater Purworejo (KTP) yang difasilitasi oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan setempat. Anggota Sanggar Basatu yang kesemuanya perempuan ini muncul perdana di depan publik pada pentas GPT 2010. Meski cukup kompak, gaya penampilannya masih seperti di catwalk. Unsur teatrikalnya lemah. Dan dilemahkan lagi ketika mereka menyuarakan nada promotif di akhir penampilannya. Kemasan " Perempuan Dalam Ruang" sebenarnya sudah mengundang rasa ingin tahun yang cukup besar. Sayangnya, ruang yang dimaksud adalah sebuah "banner". Jika dikemas dalam alur cerita hasilnya pasti akan mengundang decak kagum. Bukan cemooh seperti yang dilontarkan oleh banyak apresian dengan teriakan" hooooo... iklan....". Atas hal ini, saya sebut sebagai insiden kecil pentas hari pertama. Insiden lainnya adalah sikap penanggung jawab acara yang tidak bertanggung jawab sehingga memaksa saya selaku penasihat mengambil alih peran itu agar semua berjalan lancar.

Dua komunitas lokal Kebumen lainnya  yang pentas pada hari pertama yaitu Sanggar Pandu Wisata di bawah naungan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kebumen serta Teater Sinoman Mandiri Desa Depokrejo adalah gambaran keliru tentang posisi GPT 2010. Sebagai anak asuh lembaga pemerintah yang paling berkompeten atas aktivitas kebudayaan masyarakatnya, Disparbud telah menetapkan kriteria aktivitas budaya masyarakat tanpa dukugan pemahaman yang memadai atas arti dan makna kebudayaan itu sendiri. Selaku Kabid Kebudayaan, Slamet JT, tidak sepantasnya membuat "garis demarkasi" artefak budaya lokal adalah yang bernuansa rancak dan jingkrak-jingkrak. Simplifikasi semacam ini jelas merugikan mereka sendiri. Potensi budaya masyarakat yang tidak termasuk dalam kategori itu jadi mengambil "jarak aman" dengan cara dan respon masing-masing. Terbukti, pada GPT 2010 muncul reaksi keras untuk tidak melibatkan institusi itu dalam segala hal. Panitia memberi toleransi kepada Sanggar Pandu Wisata karena faktor personal sang pelatih, Theodeka Wardana dan gairah berapresiasi budaya bagi para anggotanya.

Hal yang menarik untuk bahan evaluasi adalah penampilan Teater Sinoman Mandiri. Sejak awal kontak, Pak Lurah Hanif selaku pimpinan selalu menyakinkan Ketua Panitia bahwa mereka akan membawakan salah satu karya Kaji Habeb (tanpa menyebut judul karya itu). Lebih menarik lagi, tersebar berita bahwa garapan itu akan dikemas dalam Bahasa Jawa dengan melibatkan seorang aktivis teater Unes Semarang yang baru menyelesaikan studi S1nya dan menjadi PNS, mas Priyo Kutho. Tambahan lagi, Pak Lurah Hanif adalah penghubung Panitia dengan Teater Didik STAIN Purwokerto. Dengan referensi yang sangat meyakinkan tersebut, Panitia menempatkan komunitas Sinoman Mandiri pada posisi terhormat sebagai " gong hari pertama". Sayangnya, menjelang waktu pentas terjadi banyak keganjilan. Pak Lurah Hanif tidak mendampingi "anak asuhnya" dan memilih nongkrong di warung angkringan merasakan kehangatan susu jahe di malam yang cukup dingin waktu itu. Tampil dalam format bertutur cerita, dua remaja perempuan anggota Komunitas membacakan cerita pendek dalam "garapan asal tampil". Di bawah teriakan riuh penonton yang memintanya turun panggung, inilah bagian dari insiden kecil pentas hari pertama.

Catatan penting dalam pentas hari pertama adalah kehadiran Teater Banyu Wonosobo asuhan M. Amin. Meski mengaku berproses dalam waktu pendek sekitar dua minggu, penampilan mereka sebenarnya adalah " gong ". Dari informasi Panitia dan obrolan di rumah saya, muncul kesan membanggakan. Aris Panji bahkan memberi pujian khusus atas garapan sutradara yang mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Al Qur'an Wonosobo itu. Kemasan kolosal yang diselingi beberapa adegan komedi ala Srimulat memang menghidupkan suasana pentas malam itu. Blocking panggung cukup sempurna dalam hiasan tata lampu yang dikendalikan Rahmat eSKa dan kawan-kawan dari UIN Jogja.

0 komentar:

Posting Komentar