Wayang sebagai
ekspresi budaya masyarakat, memiliki beragam penampilan. Dari yang tertua
(wayang purwa) yang direkayasa oleh
Sunan Kalijaga dari mitos Hindustan sampai Wayang Mikael karya seniman lukis
dan teater Kaji Habeb (UIN Jogja) pada dasarnya berfungsi sebagai media
komunikasi, pencerahan (dakwah) dan
hiburan. Banyak cara dilakukan oleh sang dalang dalam mengoptimalkan fungsi
wayang. Misalnya dengan memasukkan unsur pentatonik, tata lampu, komedi dan
sebagainya.
Wayang Kartun
Seperti
dalam wayang improvisasi pada umumnya, Wayang Kartun kreasi Ki Slamet Eser memiliki ide cerita yang
bersumber pada realitas kehidupan di lingkungan sekitarnya. Mengambil bentuk
kartun, ia memunculkan dua tokoh sentral : Panjul
dan Prentul. Panjul adalah sosok manusia kudisan, bodoh dan selalu menjadi
bahan cemooh orang-orang di sekelilingnya.
Punya semangat juang tinggi tapi hidup dalam himpitan kemiskinan
ekonomi. Singkatnya, Panjul adalah personifikasi pribadi Ki Slamet Eser.
Tokoh Utama: Panjul, Prenthul dan Sri Nyolowadi
Panembrama
Gaya mendalang
Sosok lain yang
menjadi tokoh sentral Prentul. Ada dua versi pendapat yang dimunculkan sang
dalang. Pertama, menggambarkan sosok birokrat di lingkungan kebudayaan yang
perlente, berpenampilan ala seniman tapi selalu berbicara layaknya pejabat yang
selalu mengaitkan kegiatan apresiasi budaya dengan keterbatasan anggaran dan
segala fasilitas pemerintah. Dalam hal ini, sosok Prentul diposisikan sebagai
tokoh antagonis. Versi kedua, Prentul selaku kurator. Pada pentas perdana di
ajang Gelar Panggung Teater I – 9 Januari 2009 di Gedung PGRI Kebumen Jawa
Tengah, kedua sosok ditampilkan secara bergantian tanpa batasan yang jelas.
Satu lagi bentuk
energi besar Ki Slamet Eser adalah kegigihan membangun komunitas budaya “Guyub Larak” yang hampir setiap saat akan
tampil di suatu event kesenian selalu berganti personal. Entah bagaimana
caranya, ia selalu mendapatkan darah baru dari beragam kalangan. Pelukis, pengamen
jalanan dan tukang parkir. Ada juga sosok mahasiswi yang kemudian diangkat
sebagai tokoh Sri Nyolowadi, pendendang lagu-lagu campursari yang digandrungi
oleh komunitas lokal.
Sebagai seniman
potensial, energi berkesenian Ki Slamet Eser sangat luar biasa. Karena
keluar-biasaannya, banyak orang yang menghindar darinya karena beragam alasan.
Ada yang menilai ide-idenya sangat “ liar “. Karena itu sangat sulit diikuti
arah tujuannya. Ada juga yang melihat penampilan keseharian yang kumuh, suka
memaksakan kehendak di balik “sosok memelas” dan beragam penolakan yang
menyebabkan dirinya sering terjerembab dalam kesendirian.
Apapaun
penilaian orang, Ki Slamet Eser tetap berjalan dengan langkah dan logika yang
dipahaminya. Seperti kebanyakan seniman eksentrik, ia terus mengeksplorasi
energi berkesenian dalam tubuhnya. Seolah tak peduli dengan sikap dan omongan
orang di sekitarnya, apapun yang terjadi, the
show must go on.
Kolaborasi
Pernah dimuat di sini
0 komentar:
Posting Komentar