Senin, 22 Juli 2013

Kehidupan di Kampoeng Relawan


Bagi peserta, peninjau, penggembira dan beberapa pihak yang mendukung kegiatan Temu Karya Nasional ke 5 Relawan Palang Merah Indonesia (PMI) 2013 atau biasa disingkat TKN V 2013 Relawan PMI di lingkungan Obyek Wisata Waduk Selorejo, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur 23 -30 Juni 2013 lalu, nama ini mungkin tidak terlalu asing. Karena merupakan nama lokasi utama yang digunakan oleh 31 Kontingen Provinsi, 16 Tim perwakilan Perhimpunan Nasional Palang Merah atau Bulan Sabit Merah negara-negara Sahabat (PNS), Sekretariat Umum dan beberapa bagian penting dari Kepanitiaan Pusat maupun lokal berada di dalamnya. Lalu, apa istimewanya nama itu ?

Kegiatan akbar berkelompok di alam terbuka (lapangan) di manapun tempatnya: tanah lapang, pinggir atau di dalam hutan, danau, pantai dan lain-lain yang dilakukan oleh pramuka, kelompok pecinta alam dan masyarakat umum biasanya  memakai istilah perkampungan untuk menyebut lokasi atau arena kegiatan itu. Begitu juga dengan relawan PMI. Dengan kata lain, sebutan kampung adalah hal biasa untuk satu lokasi kegiatan perkemahan di alam terbuka.

Di arena TKN V 2013 ini, nama Kampoeng Relawan boleh disebut cukup istimewa karena merupakan bentuk penghargaan khusus dari Panitia Pusat yang dikordinasi oleh Ketua Bidang Relawan PMI Pusat, Bapak H.M. Muas, SH kepada komunitas sosial media relawan PMI dengan nama dan ejaan sama persis. Yakni Kampoeng Relawan sebagaimana dijelaskan oleh para pegiat utama (serupa dengan sebutan tokoh masyarakat di dunia nyata), dokter Seno Suharyo dari Surabaya, Tri Sugiarto (Semarang), Hafiludin (Banjarmasin) dan beberapa nama lain yang aktif berkomunikasi di BBM (backbarry massager). Termasuk beberapa relawan yang kini berada di jajaran staf PMI Pusat semisal Dheny Prasetyo, Dody Al Fitra dan Rahmad Arif. Ketiga nama terakhir adalah bagian dari Prakarsa Bantul.

Prakarsa Bantul sebenarnya diharapkan dapat mengangkat nama Voltage (Volunteer of the New Age), satu komunitas sosial media yang aktif berdiskusi tentang masa depan relawan dan organisasi PMI yang lebih baik. Tetapi di tengah perjalanan menuju puncaknya, ada sebagian orang yang meniru sikap manusia terjajah. Menggunting dalam lipatan dengan mengatasnamakan sejarah (masih diragukan otensitasnya) dan menggalang potensi kontroversial yang kontra produktif tentunya. Dengan pertimbangan taktis dan sedikit strategis, saya mengajak para inisiator Bantul untuk melanjutkan aktivitasnya di komunitas yang sekarang bernama Kampoeng Relawan.

Barangkali terbiasa menghadapi situasi darurat, terutama di saat terjadi bencana, maka pola penanganan daruratpun berjalan. Pertama, respon tepat dengan reaksi cepat. Dalam merespon bencana, relawan PMI berpengalaman senantiasa melakukan langkah-langkah assesment sambil berjalan. Melakukan tindakan apapun yang mampu dilakukan untuk menangani situasi yang ada di hadapannya dan mencatat (minimal dalam ingatan) dampak bencana.  Tindakan simultan ini dilakukan sambil menunggu bantuan datang. Setelah itu, melakukan positioning.

Mengamankan Prakarsa Bantul senada dengan respon darurat atas upaya pengambil-alihan paksa “roh” oleh orang-orang yang merasa dirinya berjasa.  Cara (pengambilalihan paksa)  ini jelas bertolak-belakang dengan tujuan pokok PMI (yang mestinya juga menjadi tujuan para relawannya) yakni mengantar jasaBukan meminta jasa. Dan itulah makna kesukarelaan (Gerakan memberi bantuan atas dasar sukarela tanpa unsur keinginan untuk mencari keuntungan apapun). Jadi sangat jelas, bahwa jasa yang diantarkan kepada masyarakat (dalam hal ini, korban bencana) adalah bersifat suka rela alias ihlas. Lillahi ta’ala (hanya berharap balasan dari Tuhan Yang Maha Kaya dan Maha Kuasa atas seluruh alam semesta beserta isinya).
Kesadaran atas tujuan utama Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah inilah yang akhirnya tetap harus jadi pegangan utama setiap langkah dan upaya relawan PMI agar roh Prakarsa Bantul tetap dapat dipelihara. Meski awalnya agak berat meninggalkan jejak sejarah yang dibangun untuk menggapai kesamaan, disertai rasa sesal yang cukup mendalam,  kehidupan harus berjalan dan kesaksian harus ditegakkan (meminjam penggalan puisi Rendra). Kami melangkah menuju Kampoeng Relawan yang semula masih bernama Reuni Relawan Gempa Bantul. Di kampung inilah, harapan untuk mewujudkan Prakarsa Bantul kemudian bergulir dan mulai menampakkan titik terangnya di arena TKN V 2013 Selorejo.

Sebagaimana layaknya sebuah kampung yang setiap warganya saling mengenal, bertegur sapa, gotong royong dan menjunjung tinggi adab. Saling menghargai sesama atas segala perbedaan yang ada. Karena Kampoeng Relawan adalah rumah tinggal, bukan rumah singgah, para relawan yang senantiasa memahami  jati dirinya sebagai manusia biasa dan pengantar jasa kemanusiaan dengan ihlas. Berekspresi dengan segala potensi pribadi dan bersama warga lainnya untuk berupaya secara nyata, terus menerus dan sistematis mewujudkan Prakarsa Bantul serta bercita-cita selalu ada yang lebih baik dari waktu ke waktu. Dari satu ke lain titik tuju. Maju, maju dan terus maju.
Selaku manusia, mahluk yang berderajat lebih tinggi dari mahluk lain ciptaanNya, warga Kampoeng Relawan menyadari pentingnya mandiri secara ekonomi agar dalam menjalankan peran diri selaku relawan kemanusiaan dapat diselenggarakan secara maksimal. Pilihan terbaik adalah mengelola potensi kreativitas dan inovatif masing-masing pribadi dengan pendekatan kewirausahaan sosial (socio/ socialpreneurship), kewirausahaan berbasis teknologi (techno-preneurship) atau kewirausahaan umum (entrepeneurship). Pilihan ini dapat bersifat pribadi atau dalam satu kelompok sesuai minat, talenta dan potensi masing-masing warga. Ke depan, setiap sumber daya akan dikordinasi oleh satu atau beberapa orang yang mirip dengan kelembagaan sebuah desa modern.


Kampoeng Relawan memang diarahkan sebagai model pemberdayaan ekonomi kreatif di lingkungan relawan PMI di masa depan. Ekonomi kreatif yang terdiri dari 15 jenis yaitu: periklanan; arsitektur; pasar barang seni; kerajinan; desain; fesyen; video, film dan fotografi; permainan interaktif; musik; seni pertunjukan; penerbitan dan percetakan; layanan komputer dan peranti lunak; televisi dan radio; serta riset dan pengembangan serta kuliner ada di Kampoeng Relawan. Investasi awal telah ditanamkan di Kedai Kawan dalam arena TKN V 2013. Karena bersifat jangka panjang, hasilnya baru dapat dirasakan paling cepat setahun setelah organisasi Kampoeng Relawan tertata rapi. Semoga.

0 komentar:

Posting Komentar