Bagi
peserta, peninjau, penggembira dan beberapa pihak yang mendukung kegiatan Temu
Karya Nasional ke 5 Relawan Palang Merah Indonesia (PMI) 2013 atau biasa
disingkat TKN V 2013 Relawan PMI di lingkungan Obyek Wisata Waduk Selorejo,
Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur 23 -30 Juni 2013
lalu, nama ini mungkin tidak terlalu asing. Karena merupakan nama lokasi utama
yang digunakan oleh 31 Kontingen Provinsi, 16 Tim perwakilan Perhimpunan
Nasional Palang Merah atau Bulan Sabit Merah negara-negara Sahabat (PNS),
Sekretariat Umum dan beberapa bagian penting dari Kepanitiaan Pusat maupun
lokal berada di dalamnya. Lalu, apa istimewanya nama itu ?
Kegiatan akbar berkelompok di alam
terbuka (lapangan) di manapun tempatnya: tanah lapang, pinggir atau di dalam
hutan, danau, pantai dan lain-lain yang dilakukan oleh pramuka, kelompok
pecinta alam dan masyarakat umum biasanya memakai istilah perkampungan
untuk menyebut lokasi atau arena kegiatan itu. Begitu juga dengan relawan PMI.
Dengan kata lain, sebutan kampung adalah hal biasa untuk satu lokasi kegiatan
perkemahan di alam terbuka.
Di arena TKN V 2013 ini, nama Kampoeng Relawan boleh disebut cukup
istimewa karena merupakan bentuk penghargaan khusus dari
Panitia Pusat yang dikordinasi oleh Ketua Bidang Relawan PMI Pusat, Bapak H.M.
Muas, SH kepada komunitas sosial media relawan PMI dengan nama dan ejaan sama
persis. Yakni Kampoeng Relawan sebagaimana dijelaskan
oleh para pegiat utama (serupa dengan sebutan tokoh masyarakat di dunia nyata),
dokter Seno Suharyo dari Surabaya, Tri Sugiarto (Semarang), Hafiludin
(Banjarmasin) dan beberapa nama lain yang aktif berkomunikasi di BBM (backbarry
massager). Termasuk beberapa relawan yang kini berada di jajaran staf PMI Pusat
semisal Dheny Prasetyo, Dody Al Fitra dan Rahmad Arif. Ketiga nama terakhir
adalah bagian dari Prakarsa Bantul.
Prakarsa Bantul sebenarnya diharapkan
dapat mengangkat nama Voltage (Volunteer of the New
Age), satu komunitas sosial media yang aktif berdiskusi tentang masa depan
relawan dan organisasi PMI yang lebih baik. Tetapi di tengah perjalanan menuju
puncaknya, ada sebagian orang yang meniru sikap manusia terjajah.
Menggunting dalam lipatan dengan mengatasnamakan sejarah (masih diragukan
otensitasnya) dan menggalang potensi kontroversial yang kontra produktif
tentunya. Dengan pertimbangan taktis dan sedikit strategis, saya mengajak para
inisiator Bantul untuk melanjutkan aktivitasnya di komunitas yang sekarang
bernama Kampoeng Relawan.
Barangkali terbiasa menghadapi situasi darurat, terutama di saat
terjadi bencana, maka pola penanganan daruratpun berjalan. Pertama, respon
tepat dengan reaksi cepat. Dalam merespon bencana, relawan PMI berpengalaman
senantiasa melakukan langkah-langkah assesment sambil
berjalan. Melakukan tindakan apapun yang mampu dilakukan untuk menangani
situasi yang ada di hadapannya dan mencatat (minimal dalam ingatan) dampak
bencana. Tindakan simultan ini dilakukan sambil menunggu bantuan datang.
Setelah itu, melakukan positioning.
Mengamankan Prakarsa Bantul senada
dengan respon darurat atas upaya pengambil-alihan paksa “roh” oleh orang-orang
yang merasa dirinya berjasa. Cara (pengambilalihan paksa) ini jelas
bertolak-belakang dengan tujuan pokok PMI (yang
mestinya juga menjadi tujuan para relawannya) yakni mengantar jasa. Bukan
meminta jasa. Dan itulah makna kesukarelaan (Gerakan memberi bantuan atas dasar sukarela tanpa unsur
keinginan untuk mencari keuntungan apapun). Jadi sangat jelas, bahwa jasa yang
diantarkan kepada masyarakat (dalam hal ini, korban bencana) adalah bersifat
suka rela alias ihlas. Lillahi ta’ala (hanya berharap balasan dari Tuhan Yang
Maha Kaya dan Maha Kuasa atas seluruh alam semesta beserta isinya).
Kesadaran atas tujuan utama Gerakan Internasional Palang Merah dan
Bulan Sabit Merah inilah yang akhirnya tetap harus jadi pegangan utama setiap
langkah dan upaya relawan PMI agar roh Prakarsa Bantul tetap dapat dipelihara.
Meski awalnya agak berat meninggalkan jejak sejarah yang dibangun untuk
menggapai kesamaan, disertai rasa sesal yang cukup
mendalam, kehidupan harus berjalan dan kesaksian
harus ditegakkan (meminjam
penggalan puisi Rendra). Kami melangkah menuju Kampoeng Relawan yang semula
masih bernama Reuni Relawan Gempa Bantul. Di kampung inilah,
harapan untuk mewujudkan Prakarsa Bantul kemudian bergulir dan mulai
menampakkan titik terangnya di arena TKN V 2013 Selorejo.
Sebagaimana layaknya sebuah kampung
yang setiap warganya saling mengenal, bertegur sapa, gotong royong dan
menjunjung tinggi adab. Saling menghargai sesama atas segala perbedaan yang
ada. Karena Kampoeng Relawan adalah rumah tinggal, bukan
rumah singgah, para relawan yang senantiasa memahami jati dirinya sebagai
manusia biasa dan pengantar jasa kemanusiaan dengan ihlas. Berekspresi dengan
segala potensi pribadi dan bersama warga lainnya untuk berupaya secara nyata,
terus menerus dan sistematis mewujudkan Prakarsa Bantul serta bercita-cita selalu
ada yang lebih baik dari waktu ke waktu. Dari satu ke lain titik tuju.
Maju, maju dan terus maju.
Selaku manusia, mahluk yang berderajat lebih tinggi dari mahluk
lain ciptaanNya, warga Kampoeng Relawan menyadari pentingnya mandiri secara
ekonomi agar dalam menjalankan peran diri selaku relawan kemanusiaan dapat
diselenggarakan secara maksimal. Pilihan terbaik adalah mengelola potensi
kreativitas dan inovatif masing-masing pribadi dengan pendekatan kewirausahaan
sosial (socio/ socialpreneurship), kewirausahaan berbasis teknologi (techno-preneurship) atau
kewirausahaan umum (entrepeneurship). Pilihan ini dapat bersifat pribadi
atau dalam satu kelompok sesuai minat, talenta dan potensi masing-masing warga.
Ke depan, setiap sumber daya akan dikordinasi oleh satu atau beberapa orang
yang mirip dengan kelembagaan sebuah desa modern.
Kampoeng Relawan memang diarahkan
sebagai model pemberdayaan ekonomi kreatif di lingkungan relawan PMI di masa
depan. Ekonomi kreatif yang terdiri dari 15 jenis yaitu: periklanan; arsitektur; pasar barang seni; kerajinan;
desain; fesyen; video, film dan fotografi; permainan interaktif; musik; seni
pertunjukan; penerbitan dan percetakan; layanan komputer dan peranti lunak;
televisi dan radio; serta riset dan pengembangan serta kuliner ada di Kampoeng Relawan. Investasi awal telah ditanamkan di Kedai Kawan dalam
arena TKN V 2013. Karena bersifat jangka panjang, hasilnya baru dapat dirasakan
paling cepat setahun setelah organisasi Kampoeng Relawan tertata rapi. Semoga.
0 komentar:
Posting Komentar